BAB I
PENGERTIAN DAN
TUJUAN FILSAFAT DAKWAH
A.
Pengertian
Filsafat
“…Pengertian filsafat tidak lebih dari suatu usaha
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau
dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-hari atau bahkan dalam
kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti: setelah
segala sesuatunya diselidiki problem-problem apa yang dapat ditimbulkan oleh
pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari
segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari..”
(Betrand Rusel)
“filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah
pertanyaan yang sudah ada sejak zaman Yunani dalam hal-hal pokok yang tetap
sama. Pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana
kita dapat mengetahuinya; hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu
sama lain. Selanjutnya mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima,
mencari ukuran-ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-asumsi dari pemikiran
ini dan selanjutnya memeriksa apakah hal-hal itu berlaku.” (Alfred Ayer)
“filsafat adalah perang sabil terhadap pesona dengan
apa bahasa mengikat pemikiran saya.” (Wittgenstein)
B.
Pengertian
Filsafat Dakwah
1. Pengertian
filsafat dakwah dapat diturunkan dari Al-Qur’an: Hikmah (an-nahl 125). Pengertian hikmah menurut pakar pembahasan:
a. Adil, ilmu,
sabar, kenabian, Al-qur’an, dan injil.
b. Ungkapan
sesuatu yang mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama, dan orang
yang melakukan sesuatu perbuatan dengan cermat dan teliti disebut hakim.
c. Alhakim, yaitu
orang yang cermat dalam segala urusan, atau orang yang bijak, yakni orang yang
telah ditempa berbagai pengalaman.
d. Alhakam atau
alhakim, yaitu penguasa dan hakim yang menghukumi dan memperbaiki sesuatu.
e. Alhikmah, yaitu
obyek kebenaran (ahlaq) yang didapat melalui ilmu dan akal.
f. Mencegah
perbuatan bodoh, membuat sesuatu menjadi baik dan mencegah sesuatu jangan
sampai meleset dari yang dikehendaki.
g. Mencegah orang
dari akhlak tercela.
h. Mencegah
kedzaliman, dan hikmah dalam arti mencegah sesuatu yang negatif .
Oleh karena itu, al-qur’qn, injil, dan kitab-kitab
samawi lainnya mencegah manusia dari perbuatan syirik, munkar dan keburukan.
2. Pengertian
Hikmah menurut para pakar filsafat al-qur’an
Para pakar filsafat al-qur’an dan berarti pula sebagai
pakar filsafat dakwah merumuskan pengertian hikmah, antara ain:
a. Validitas dalam
perkataan dan perbuatan.
b. Mengetahui yang
benar dan mengamalkannya.
c. Meletakkan
sesuatu pada tempatnya
d. Menjawab segala
sesuatu dengan tepat dan cepat.
e. Memperbaiki
perkataan dan perbuatan.
f. Tepat dalam
perkataan dan perbuatan, serta meletakkan sesuatu pada tempatnya.
g. Takut kepada
Allah SWT, mengamalkan ilmu, dan wara dalam agama.
h. Kenabian
mengandung hikmah, karena nabi diberi pemahaman, selalu tepat dalam perkataan,
keyakinan, dan bahkan dalam semua persoalan.
i. Perkataan tegas
dan benar yang dapat membedakan yang hak dan batil.
Berdasarkan pengertian hikmah menurut pakar kebahasaan
dan pakar filsafat al-qur’an, maka filsafat dakwah dapat dirumuskan sebagai
“ketepatan perkataan, perbuatan dan keyakinan serta meletakkannya sebagai
sesuatu pada tempatnya dalam mendakwahi manusia menuju jalan Allah.”
Selanjutnya, jika hikmah merujuk pada ilmu dan
pengetahuan disebut hikmah teoritis, yaitu mengamati inti sesuatu perkara dan
mengetahui sebab-akibat secara moral, perintah, fakta dan syara. Dan jika
hikmah merujuk pada perbuatan adil dan benar disebut hikmah praktis, dan hikmah
praktis ini memiliki rukun atau sendi utama yang terdiri dari imu, sabar, hilm, dan tidak tergesa-gesa.
3. Pengertian
Filsafat Dakwah berdasarkan makna filsafat sebagai kegiatan berpikir sesuai
dengan hokum berpikir, dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Pengertian yang
mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh tentang dakwah islam sebagai sebuah
sistem aktualisasi ajaran Islam disepanjang zaman.
b. Aktifitas
pikiran yang teratur, selaras, dan terpadu dalam mencandra hakekat dakwah islam
pada tataran konsep dan pada tataran realitas.
c. Pengetahuan
murni tentang proses internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi Islam
disepanjang zaman.
d. Analisis logis,
radikal, obyektif dan proporsional dalam membahas term-term dakwah Islam baik
dari sisi teoritis maupun praktis.
C.
Tujuan Filsafat
Dakwah
1. Memberikan
landasan dan sekaligus menggerakkan proses dakwah Islam yang bersumber pada
al-qur’an dan al-sunnah secara obyektif-proforsional.
2. Melakukan
kritik dan koreksi proses dakwah Islam dan sekaligus mengevakuasinya.
3. Menegakkan
kebenaran dan keadilan diatas dasar Tauhidullah
dan Tauhid Risalah.
4. Mensyukuri
nikmat akal dengan memerankannya sesuai fungsi peruntukkannya berdasarkan sabda
Nabi saw.
5. Upaya
penyempurnaan jiwa manusia baik dari sudut teoritis maupun praktis.
BAB II
KEBUTUHAN
MANUSIA TERHADAP DAKWAH
A. Memahami Dakwah
1. Arti
Dakwah Secara Bahasa
Dalam
bukunya H. Syukriadi Sambas konsep dan teori dakwah Islam halaman 17, bahwa
dakwah secara bahasa berarti(1) memanggil;(2) menyeru;(3) menegaskan atau
membela sesuatu;(4) perbuatana atau perkataan untuk menarik manusia kepada
sesuatu ;dan (5) memohon dan meminta .dalam buku Syukriady Sambas halaman 17.
1. Arti
Dakwah Secara Istilah
Sedangkan
secara Istilah didefinisikan oleh para pakar dakwah dengan ungkapan yang
berbeda-beda, namun tujuannya sama sebagai upaya menjelaskan hakikat dakwah.
Perbedaan definisi
dakwah terlihat dalam orientasi dan penekanan bentuk kegiatannya. Berikut ini
di kemukakan enam macam rumusan definisi dakwah,yaitu:
a. Definisi
dakwah yang menekankan pada proses pemberian motivasi untuk melakukan pesan
dakwah (ajaran Islam), tokoh penggagasnya adalah Syekh Ali Mahfudz, menurutnya
dakwah adalah: “Menghasung manusia kepada kebaikan, dan petunjuk, memerintahkan
perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang merusak individu
dan orang banyak agar mereka memperoleh kebahagiaan didunia dan diakhirat.
b. Definisi
dakwah yang menekankan pada proses penyebaran pesan dakwah (ajaran islam), dengan
mempertimbangkan penggunaan metode, media, dan pesan yang sesuai dengan situasi
dan kondisi mad’u (khalayak dakwah). Pakar dakwah penggagasannya adalah Ahmad
Gawusy, menurutnya dakwah adalah sebagai berikut; “menyampaikan pesan Islam
kepada Manusia disetiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan media-media
yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penerima pesan dakwah (khalayak
dakwah)” Ghalwusy, 1987: 10-11, dan al-Mursyid 1989:21).
c. Definisi
dakwah yang menekankan bahwa pengorganisasian dan pemberdayaan sumberdaya
manusia (khalayak dakwah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran islam (pesan
dakwah), menegakkan norma social budaya (ma’ruf) dan membebaskan kehidupan
manusia dari berbagai penyakit social (munkar). Definisi ini anatara lain dikemukakan
oleh Sayid Mutawakil (dalam Al-Mursyid 1989:21) yaitu: “mengorganisasikan
kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukannya kedalam jalan yang
benar dengan menegakan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari penyakit
sosial”.
d. Definisi
dakwah yang menekankan pada system yang menjelaskan kebenaran, kebaikan,
petunjuk ajaran, menganalisis tantangan problema kebatilan dengan berbagai
macam pendekatan, metode dan media agar mad’u (khalayak dakwah) mendapatkan
keselamatan dan kebahagiaan di hidup didunia dan diakhirat. Definisi dakwah ini
antara lain dikemukakan oleh Al-Mursyid (1989:21), yaitu: “system dalam
menegakan penjelasan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, memerintahkan
perbuatan ma’ruf, mengungkapkan media-media kebatilan dan metode-metodenya
dengan macam-macam pendekatan, dan metode dan media dakwah.
e. Definisi
dakwah yang menekankan pada urgensi pengalaman aspek pesan dakwah (ajaran
Islam) sebagai tatananan hidup manusia hamba Allah dan Khalifah-Nya dimuka
bumi,definisi ini dikemukakan oleh ibnu Taimiyyah(1398 H:157-158),yaitu : Pesan
dakwah yang tekandung dalam definisi tersebutadalah : (1) mengimani Allah: (2)
Mengimani segala ajaran yang dibawa oleh semua utusan Allah, dengan
membenarkannya dan mentaatinya segala yang di perintahkan ;(3)menegakan
pengkraran syahadatain;(4) menegakan shalat ;(5)mengeluarkan zakat ;(6)shaum
bulan ramadhan;(7) menunaikan ibadah haji (8)mengimani malaikat, Kitab –kitab
Allah ,para umatnya ,kebangkitan setelah wafat kepstian baik-buruk yang datang
dari Allah; dan (9) menyerukan agar hamba Allah hanya beribadak kepada-Nya
seakan-akan melihatnya.
f. Definisi
dakwah yang menekankan bahwa profesionalisme dakwah, yaitu dakwah dipandang
sebagai kegiatan yang memerlukan kegiatan, dan keahlian penguasaan pengetahuan.
Dengan demikian, da’inya adalah Ulama atau sarjana yang memiliki kualifikasi
dan persyaratan akademik dan keterampilan empiric dalam melaksanakan kewajiban
dakwah. Definisi ini di ajukan oleh Zakaria (tt:8), yaitu: “aktifitas para
ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan agama Islam dalam member
pengajaran kepada orang banyak (khalayak umum) hal-hal yang menimbulkan
pengertian mereka yang berkenaan dengan urusan-urusan agama dan keduniaannya
menurut kesanggupan atau kemampuannya.”
Enam
definisi dakwah yang telah dikemukakan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa
dakwah Islam pada pokoknya merupakan: (1) perilaku Muslim dalam perilaku Islam
sebagai Agama dakwah, yang dalam prosesnya merupakan unsur da’I, pesan dakwah,
metode, media, Mad’u dalam mencapai tujuan dakwah yang melekat dengan tujuan
Islam sepanjang zaman dan disetiap tempat; dan (2) proses internalisasi,
transformasi, transmisi, dan difusi ajaran Islam.
A. Dari
segi bentuk kegiatannya dengan mengacu kepada penekanan macam-macam definisi
yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan pada empat bentuk kegiatan, yaitu:
1) Tabligh islam, sebagai upaya penerangan dan
penyebaran pesan Islam.
2) Irsyad
islam, sebagai upaya bimbingan dan penyuluhan Islam.
3) Tadbir
islam, sebagai upaya pemberdayaan ummat dalam menjalankan ajaran Islam melalui
lembaga-lembaga dakwah.
4) Tathwir
Islam, sebagai upaya pemerdayaan kehidupan ekonomi keummatan.
B. Dari
segi konteks proses dakwah Islam yaitu interaksi da’I dengan mad’u secara
kuantitatif dan kualitatif terhadap enam macam konteks, yaitu:
1) Dakwah
nafsiyah, da’I dan mad’unya diri sendiri.
2) Dakwah
fardiyah, seorang dai mendakwahi seorang mad’u dalam suasana kontak langsung.
3) Dakwah
Fi’ah, seorang da’I mendakwahi sekelompok mad’u secara tatap muka, dan dialogis
yang dapat berlangsung dalam bentuk kelompok kecil, dan kelompok-kelompok mad’u
yang sudah terorganisir, misalnya majelis ta’lim, madrasah dan ma’had.
4) Dakwah
Hizbiyah/ Jam’iyah, Da’I mengidentifikasikan dirinya dengan atribut suatu
organisasi dakwah tertentu mendakwahi anggotanya atau orang lain diluar anggota
suatu organisasi tersebut.
5) Dakwah
Ummah, seorang da’I mendakwahi orang banyak melalui media cetak atau elektronik
dalam suasana monologis dan tidak bertatap muka.
6) Dakwah
syu’ubiyah, seorang Da’I yang beridentitas etnis dan budaya tertentu mendakwahi
mad’u yang beridentitas etnis dan budaya tertentu yang berbeda dengan da’i.
C. Unsur
dakwah meliputi 5 unsur, yaitu harus ada Da’I, Mad’u, materi, media, metode.
Karena tanpa adanya salah satu unsur tersebut, dakwah tidak akan pernah
berjalan (kecuali dakwah terhadap didri sendiri). Adapun pesan dakwah yaitu
metode, media, dan tujuan yang terlibat dalam proses dakwah berdasarkan
pertimbangan konteksnya akan berbeda antara suatu konteks dengan konteks yang
lainnya. Dengan demikian, visi dan misi teori dakwah sebagai isi ilmu dakwah
adalah melakukan eksflanasi, prediksi, perivikasi, perilaku dakwah dalam bentuk
kegiatan dan konteksnya baik pada tingkat konseptual maupun pada tingkat
empirikal sepanjang zaman dan disetiap tempat.
B. Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah
1.
Hakikat manusia
Pada dasarnya, manusia
memiliki banyak kebutuhan dalam hidupnya.
Sebagai makhluk material,
ia membutuhkan hal-hal yang bersifat material pula, seperti kebutuhan akan
makan, minum, tempat berlindung dan peemenuhan seks.
Sementara itu, sebagai
makhluk immaterial, manusia juga membutuhkan hal-hal yang bersifat immaterial
pula. Manusia membutuhkan rasa aman, dihargai, diapresiasi, dicintai, dan
demikian seterusnya. Dan sebagai makhluk spiritual, sudah barang tentu manusia juga
membutuhkan hal-hal yang bersifat spiritual pula, Seperti kebutuhan untuk
selalu dekat dengan Tuhan yang telah menciptakannya. Lebih jauh dari itu,
adalah bahwa manusia membutuhkan rasa aman dari hal apapun yang akan membuat
manusia menjadi tidak aman. Sekiranya dakwah dipandang sebagai upaya untuk
menyelamatkan manusia dari posisi tidak selamat, artinya ia tidak berislam
karena islam itu sendiri artinya adalah keselamatan. Maka kebutuhan manusia
akan dakwah adalah sesuatu yang alami, manusiawi, dan tidak mengada-ada.
Pandangan mengenai manusia,
atau pandangan mengenai hakikat manusia, akan menentukan dan menjadi landasan
oprasional bagi dakwah, sebab pandangan mengenai hakikat manusia itu akan
mempengaruhi segala tindakan dakwah tersebut.
Berdasarkan ayat-ayat
Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dan berbagai pandangan ulama serta para
pakar lainnya, manusia itu antara lain memiliki sifat-sifat atau keadaan
sebagai berikut :
1)
Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan
utuh yang tidak terpisahkan
2)
Manusia memiliki empat fungsi (sifat atau kedudukan), yaitu:
a)
Sebagai makhluk Allah, yaitu makhluk yang diciptakan dan wajib
mengabdi kepada Allah
b)
Sebagai makhluk individu
c)
Sebagai anggota masyarakat manusia (makhluk sosial)
d)
Sebagai “khalifatullah” di muka bumi yang wajib mengelola dan
memakmurkan bumi
3)
Manusia memiliki sifat-sifat utama (berakal) sekaligus pula
memiliki kelemahan-kelemahan
4)
Manusia bertanggung jawab atas sagala perbuatannya.dalam bukunya
Ainur Rahim Faqih Bimbingan dan Konseling dalam Islam hal 6. Sementara itu dalam pandangan teori
Eksistensial Humanistik tentang Hakikat Manusia disebutkan bahwa manusia adalah
mahluk yang selalu dalam keadaan transisi, berkembang, membentuk diri dan
menjadi sesuatu. Menjadi seseorang berarti kita menemukan sesuatu dan
menjadikan keberadaan kita sebagai sesuatu yang wajar . Sebagai manusia kita
selalu bertanya tentang diri sendiri, orang lain dan dunia. Enam dimensi dasar positif dari kondisi
manusia yang dimiliki, yaitu :
1. kapasitas akan kesadaran diri.
2. Kebebasan serta tanggung jawab.
3. menciptakan identitas diri dan
menciptakan hubugan yang bermakna dengan orang lain.
4. usaha pencarian makna, tujuan, nilai
dan sasaran.
5. kecemasan sbagai suatu kondisi hidup
dan
6. kesadaran akan datangnya maut serta
ketidakberadaan. (Corey Theory halaman 145) Manusia pada dasarnya baik –
aktif . Kecenderungan manusia untuk berkembang secara positif dan
konstruktif apabila tercipta suasana menghormati dan mempercayai. Manusia itu penuh
akal, dapat dipercaya dan positif, mampu mengarahkan diri, hidup secara
produktif, efektif dan efisien. Ibid halaman 175
2.
Substansi Manusia
Dalam Al-Qur’an ada tiga istilah penting yang terkait dengan
manusia, yaitu bagian yang tampak atau jasad, ruh dan nafs. Yang
mana ketiga komponen ini saling melengkapi dan memiliki fungsi masing-masing.
3.
Klasifikasi Manusia
Secara vertical, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh
perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup
tajam. Maka salah satu karakteristik budaya masyarakat, misalkan pada daerah
perkotaan dapat diringkas sebagai berikut:
1)
Dalam mata pencaharian hidup, masyarakat kota banyak menggunakan
fasilitas-fasilitas lebih modern.
2)
Pada masyarakat kota, system kemasyarakatan ( sosial order)
tertata demikian jelas dan setiap anggota masyarakat memiliki status sesuai
profesinya.
3)
Dalam berkomunikasi, umumnya masyarakat kota memakai bahasa yang
lebih menasional, bahasa Indonesia bagi masyarakat kota di Indonesia. Hal ini,
member pengaruh terhadap upaya meningkatkan nilai-nilai persamaan dalam hak dan
kedudukan meningkatkan persatuan dan memperkuat rasa kebangsaan.
4)
System pengetahuan dalam masyarakat kota lebih cenderung
pragmatis, setelah selesai sekolah, apapun sekolahnya, yang penting kerja.
5)
Masyarakat kota umumnya sangat heterogenitas masyarakat kota
terlihat pada bagaimana mereka melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi, afiliasi
pada partai politik dan sikap keberagaman.
Maka dari itu dalam
melakukan dakwah di perkotaan harus dilihat dulu situasi daerah, jabatan,
pendidikan dan politik mereka. Jadi Da’I harus mengkondisikan mad’unya
tersebut, agar dakwahnya berjalan dengan baik.
4.
Kebutuhan Manusia
Dalam bukunya pengantar psichologi kriminal Drs. Gerson
W.Bawengan, SH. Mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian
yang dikemukakan oleh J.P. Guilford sebagai berikut:
1)
Kebutuhan individual
a.
Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri
dengan lingkungan.
b.
Regulasi temperatur, yakni penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi
kebutuhan akan perubahan temperatur badan.
c.
Tidur, kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari
gejala halusinasi
d.
Lapar, kebutuhan biologis
yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi tubuh sebagai organis
e.
Seks, kebutuhan seks ini sebagai salah satu kebutuhan yang timbul
dari dorongan mempertahankan jenis.
f.
Melarikan diri, yakni kebutuhan manusia akan perlindungan dan
keselamatan jasmani dan rohani
g.
Pencegahan : kebutuhan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi
melarikan diri.
h.
Humor, kebutuhan manusia untuk mengendorkan beban kejiwaan yang
dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.
i.
Ingin tahu (curiosity)
yaitu kebutuhan rohani manusia untuk ingin selalu mengetahui latar belakang
kehidupannya. Kebutuhan ini mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya
sesuai dengan kodrat hidupnya. Penyaluran kebutuhan akan rasa ingin tahu inilah
yang telah banyak berperanan dalam meningkatkan kebudayaan manusia baik
kebudayaan material maupun spiritual.
2)
Kebutuhan sosial
Dalam buku Jalaludin, pengantar ilmu jiwa halaman 67 cetakan
kedua, bahwa bentuk Kebutuhan sosial pada manusia adalah berbentuk nilai, oleh
sebab itu kebutuhan tersebut bukanlah semata-mata kebutuhan biologis melainkan
juga kebutuhan rohaniah.
Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari: pujian dan
hinaan, kekuasaan dan mengalah, pergaulan, imitasi dan simpati, dan perhatian. Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat
dalam bukunya “Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental” membagi kebutuhan manusia
atas 2 kebutuhan pokok, yaitu:
a.
Kebutuhan Primer, yaitu kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum,
seks dan sebagainya. ( Kebutuhan ini di dapat
manusia secara fitrah tanpa di pelajari)
b.
Kebutuhan Skunder atau kebutuhan rohaniah yang terdiri dari jiwa
dan sosial.
Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan
sejak manusia masih kecil.
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan skunder menjadi 6 macam,
yaitu:
1)
Kebutuhan akan rasa kasih sayang
2)
Kebutuhan akan rasa aman
3)
Kebutuhan akan rasa harga diri
4)
Kebutuhan akan rasa bebas
5)
Kebutuhan akan rasa sukses
6)
Kebutuhan akan rasa ingin tahu
3)
Kebutuhan spiritual
1)
Kebutuhan menjaga fitrah
2)
Kebutuhan beragama
3)
Kebutuhan Menginternalisasikan ajaran Agama kedalam kehidupan
4)
Kebutuhan bimbingan hidup pribadi
5)
Kebutuhan bermasyarakat dan bernegara
5.
Tanggung jawab manusia
terhadap dakwah
Pada dasarnya dakwah
merupakan tanggung jawab kehidupan. Pertanyaannya kemudian, apa sesungguhnya
yang disebut tanggung jawab itu? Menurut Stevhen R Covey (dalam Aef kusnawan,
2001), tanggung jawab atau responsibility adalah kecakapan dalam memilih
respon. Dalam wacana bahasa, responsibility berasal dari kata response
dan ability.
Dalam pengertian dakwah
sebagai upaya menghijrahkan manusia (masyarakat dari kegelapan ke cahaya, yang
mana pada praktiknya, kegelapan sosial bisa mengambil beragam bentuk. Kegelapan
sosial dinegara kita antara lain berupa over relativitas berbagai
nomenklatur atau sebagai penamaan tentang segala sesuatu.
2.2.6
Tanggung Jawab Da’I kepada Mad’u
Bahasa
yang diperintahkan Al-Qur’an, bahwa seorang Da’I terhadap Mad’u harus lembut,
indah, santun, juga membekas pada jiwa,
member pengharapan hingga Mad’u dapat dikendalikan dan di gerakan perilakunya
oleh Da’i. dan seorang Da’I harus mengetahui
kondisi Psikologis Mad’u. dan mencari titik persamaan bukan perbedaan,
meringankan bukan memberatkan, memudahkan bukan mempersulit, menggembirakan
bukan menakut-nakuti, bertahap dan berangsur-angsur. Sesuai bagaimana pola
dakwah yang dijalankan oleh Rasulullah. Ketika mengubah kehidupan jahiliah
menjadi kehidupan Islamiyah. Adapun beberapa bentuk ungkapan yang dilangsir
oleh Al-Qur’an antara lain:
1)
Qaulan Baligha (perkataan
yang membekas dalam jiwa)
2)
Qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)
3)
Qaulan Ma’rufan (perkataan yang baik)
4)
Qaulan Maisura (perkataan yang ringan).
D. Akibat Tidak Adanya Dakwah
Akibat
tidak adanya dakwah seorang manusia tidak akan menghadapi kehidupan yang baik,
pasti manusia tidak akan menjaga fitrah dari Tuhan dan manusia yang lain,
kemudian manusia tidak akan membutuhkan agama, dan tidak akan mengamalkan
ajarannya itu kepada kehidupannya sehari-hari sehingga tidak dapat membimbing
kehidupan pribadinya sendiri apalagi kita tidak dapat hidup bermasyarakat dan
bernegara.
BAB III
PRINSIP DASAR DAN METODE BERFIKIR
DALAM FILSAFAT DAKWAH
A.
Prinsip dasar
dan metode berfikir
1.
Prinsip
dasar metode berfikir yang diturunkan dari Al- Qur’an berpegang teguh pada
etika Ulul Albab yang terdiri dari 16 prinsip, yaitu:
a.
Bertaqwa
dan menegakan hak asasi manusia.
b.
Menjalankan
ibadah haji dan menyiapkan bekal taqwa dalam kehidupannya.
c.
Mengambil
pelajaran dari hikmah dalam mencari kebaikan.
d.
Memahami
Al-Quran dan memehami ayat- ayatnya baik yang muhkamat maupun yang
mustasyabihat.
e.
Menjadikan
ruang angkasa, geografi, meteorologi dan geofisika sebagai objek berpikir.
f.
Bisa
membedakan antar kebenaran dan keburukan, tidak tergoda oleh keburukan dan
selalu bertaqwa.
g.
Mengimani
dan mengambil pelajaran dari kisah para Nabi dan Rasul.
h.
Memahami
kebenaran mutlak yang datang dari Allah Swt.
i.
Meyakini
ke-Esaan Allah dan member peringatan kepada umat manusia dengan dasar
Al-Qur’an.
j.
Mendalami
kandungan Al-Quran dengan mengambil berkah dan nilai- nilai kebaikan.
k.
Menggunakan
pendekatan sejarah dari nabi Zakaria dan nabi Yusuf.
l.
Mensyukuri
ilmu dengan sujud atau shalat diwaktu malam dalam upaya mendapatkan rahmat Allah
Swt.
m.
Meneyeleksi
informasi terbaik dengan tolak ukur hidayah dan norma agama.
n.
Memiliki
pengetahuan tentang flora dan fauna.
o.
Mengambil
pelajaran dari kitab taurat.
p.
Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,
memiliki kesadaran tinggi serta takut terhadap siksanya yang dahsyat.
Sebagai kesimpulan Ulul Albab yaitu orang yang beriman, berilmu dan bertaqwa
kepada Allah Swt.
2.
Ulul
Albab sebagai Insan Nathiq yang Berfikir
Secara
etimologis, ulul albab adalah golongan manusia yang menggunakan akal pikiran
dan ketundukan hatinya, (ashhab al-‘ukul), sedangkan insan nathiq manusia yang
berpikir.
Untuk
memahami makna ulul albab dan insan nathiq, dapat ditelusuri melalui penjelasan
pencipta insan, yaitu Allah Swt dalam firman-firmannya. Pemahaman ini akan
menyadarkan manusia akan hakikat dan jati dirinya, bagaimana hubungan dirinya
sendiri dengan penggunaan potensi nalar (akal) dalam memikirkan dirinya dan
segala sesuatu di luar dirinya, serta fungsi kehadirannya di persada bumi ini.
Seputar Akal, Indera dan Qolb
1. Akal
Kata
akal berasal dari bahasa arab al-‘aql, arti kata tersebut adalah sama dengan
al- Idrak (kesadaran) dan al-Fikr (pikiran, al- Hirj (penahan). Kata tersebut
maknanya sama. Dalam bahasa arab kata tersebut disebut mutaradif atau sinonim.
Sementara menurut Ibnu Manzur ‘aqala bermakna pula habasa berarti mengkaji,
disamping itu dengan kata- kata sejenis itu ‘aqala dikaitkan dengan kemampuan
manusia untuk mengikat fakta terutama digunakan untuk mengikat nafsu. Jadi akal
adalah kemampuan khas yang diberikan pencipta kepada manusia untuk mampu
mengikat realita yang dicerap dan diolah oleh otak dengan menggunakan informasi
sebelum kemudian dimaknai, mengolah dan mengendalikan dalam bentuk konsep
berupa perkataan, pikiran dan perbuatan.
a.
Sifat-sifat
akal ialah :
Pertama,
kedudukannya adalah sesuatu yang pertama dan keesaan yang pertama dari segala
segi, menjadi berbilang dengan akal, karena dengan adanya akal (pikiran), maka
ada lagi yang menjadi objek pemikiran (ma’qul).
Kedua,
akal keluar dari yang pertama bukan dalam proses waktu, sebagaimana halnya
dengan wujud lainnya.
Ketiga,
keluarnya akal dari yang pertama tidak mempengaruhi kesempurnaannya, demikian
pula keluarnya yang kurang sempurna dari yang lebih sempurna.
Keempat,
akal keluar dari yang pertama dengan sendirinya, tidak perlu mengandung paksaan
atau perobahan padanya, bukan pula karena kehendak dan pilihannya karena
penetapan kehendak (iradah) berarti merusak keesaannya, sebab dengan sendirinya
(natural necessity), maka keesaan yang pertama tetap terpelihara tanpa
menimbulkan bilangan.
Kelima,
kedudukan akal diantar semua wujud ialah sebagai pembuat alat. Akal ini juga
mengandung ide-ide dari plato, yang bukan idea of the good, karena idea of the
good ini adalah yang mengeluarkan akal tersebut.
b.
Letak
Akal
Ada
beberapa pemikir yang berpendapat menegnai keberadaan atau letak akal, sebagian
pemikir mengatakan bahwa, akal terdapat di dalam otak (kepala), sedangkan
menurut pemikir lainnya letak akal terdapat dalam hati. Selain itu, ada juga
yang berpendapat bahwa akal terdapat di dalam otak dan di dalam hati, akal dan
hati merupakan kesatuan. Dalam salah satu sabdanya Rasulullah SAW bersabda :
“Bahwa
akal adalah cahaya (nur) yang terdapat di dalam hati yang dapat membedakan
antara benar dan tidak benar”.
2. Indrawi
(jasmani)
Jasmani
terdiri dari badan kasar, berupa wujud fisik, sifatnya tergantung pada materi
dan memiliki kecenderungan biologis-primitif, dapat hancur dan rusak, tetapi
merupakan tempat penting bagi eksistensi wadahnya unsure kehidupan.
3. Qolb
(nafs)
Dalam
Mu’jam al- Wasit disebutkan bahwa salah satu makna Qolb adalah jantunng yang
enjadi pusat peredaran darah. Letak jantung berada di dada sebelah kiri. Qalb
berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik, kata
qalb berari hati atau jantung. Secara fisik jantung selalu berdetak dan naik
turun, bolak- balik memompakan darah. Sedangkan secara fisik qalb berarti
bolak- balik antara ya dan tidak, yakin dan ragu ataupun tenang dan gundah.
Qolb
atau nafsani merupakan unsur penghubung antara jasmani dan rohani, karena itu
ia dapat bersifat dan berkecenderungan seperti jasmani tetapi disisi lain juga
memiliki kecenderungan dan sifat seperti
ruhani. Karena itu seperti disebutkan dalam QS.Al-Syams: 8-9, nafs adalah
potensi dari Allah yang diilhami dengan dua kecenderungan baik dan buruk, ilham
fujur dan ilham taqwa yang sama-sama memiliki tarikan yang kuat.
Pada
saat mengaktualkan dirinya maka nafs memiliki tiga potensi ghorizah dan tiga
pola kerja, yaitu :
1.
Yang
berkecenderungan kepada hal-hal yang baik, pola kerjanya bersifat bolak-balik,
lebih dekat kepada ruh, ialah qolbu, wujud fisiknya Al-Dhimagh atau jantung, ia
disebut hati atau qolb karena sifat kerjanya yang qolaba atau bolak-balik. Qolb
ini kecenderungannya pada rasa atau afektif dalam psikologi bara.
2.
Yang
berekcenderungan kepada hal buruk, pola kerjanyamenyuruh sebagai daya dorong
terutama dalam eksistensi hidup, ialah nafs dalam arti sehari-hari disebut
nafsu. Meskipun begitu, sesuai potensi nafs itu sendiri memiliki kecenderungan kepada
kebaikan. Menurut TQN ada tujuh nafsu potensial, yaitu : ammarah, lawwamah,
sawiyah, muthmainnah, mardhiyah, rodhiyah, kamilah.
3.
Yang
bersifat memutuskan, mengikat, menimbang dan senantiasa berpikir, inilah yang
disebut akal. Ia disebut akal karena pola kerjanya yang akala, yaitu mengikat,
menimbang, dan memutuskan. Wujud fisiknya ialah otak sebagai organ penting
untuk berpikir. Akal ini bersifat di tengah karena itu ia dapat saja cenderung
kepada nafs atau qolb tergantung siapa yang memimpin pada diri manusia itu.
Dari
ketiga aspek mengenai aqal, indra dan qolb merupakan objek berpikir yang
berprinsip pada ulul albab yag dimana terdapat keseimbangan diantara akal,
indra dan qolb tersebut, agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan
dalam berpikir.
B. Metode
Berfikir Filsafat Dakwah
1.
Arti
kata metode
Secara
harfiah kata metode berasal dari kata yunani methodos, sambungan kata depan
meta (ialah menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (ialah
jalan, cara, arah). Kata methodos sendiri diartikan penelitian, metode ilmiah,
hipotesa ilmiah, uraian ilmiah.
Secara
arti luas metode ialah: cara bertindak meurut sistem aturan tertentu maksud
metode ialah supaya kegiatan praktis terlaksanakan secara rasional dan terarah,
agar mencapai hasil yang optimal
Secara
arti khusus metode menururt arti luas itu dapat dikhususkan berhubungan dengan
pemikiran pada umumnya: cara berpikir menurut sistem aturan tertentu. Khususnya
arti itu berlaku bagi ilmu pengetahuan sebagai bidang atau daerah terbatas di dalam
keseluruhan pengertian manusia. Metode ilmiah ialah sistem aturan yang
menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada bidang ilmu pengetahuan
tertentu, justru metodelah yang menjamin sifat hakiki bagi ilmu pengetahuan,
menjadi penegtahuan sistematis dan metodis.
Dengan
demikian bukan hanya merumuskan fragmen-fragmen secara terpisah, seperti
misalnya pertanyaan,observasi, hipotesa, perbandingan, dan asas-asas, teori.
Metode itu meliputi seluruh perjalanan dan perkembangan pengetahuan, seluruh
perjalanan dan perkemnbangan pengetahuan, seluruh urutan-urutan dari permulaan
sampai kesimpulan ilmiah, baik untuk bagian khusus maupun untuk seluruh bidang
atau objek penelitian. Metode itu mengatur tempat segala bagian tersebut tadi,
sehingga menjadi satu keseluruhan aturan-aturan, dan menentukan perannannya
bagi pengetahuan definitive di bidang atau objek ilmiah.(Bdk. Notonagoro,
Metodologi Penelitian Filsafat. Hlm :11-12)
Karena
kedudukan dan peranan berfikir sangat penting, Al-Qur’an tidak saja memerintahkan
manusia untuk menggunakan akalnya, tetapi juga memberikan pedoman,
langkah-langkah metodologis, serta teknik penggunaan akal dengan metode dan
teknis yang lurus dan meluruskan kearah kebenaran yang hak. bahkan, jika
kandungan Al-Qur’an diteliti dan dikaji akan di temukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a.
Al-taharrur min quyud al urf wa al
takhalush an aghlal al- taqlid, yaitu upaya menbebaskan pemikiran dari belenggu taqlid
serta menggunakan kebebasan berfikir sesuai dengan prinsip-prinsip pengetahuan,
langkah yang demikian itu disebut metode ilmiah praktis.
b.
Al taamul wa al musyahadah yaitu langkah meditasi dan pencarian
bukti atau data ilmiah empirik.
c.
Al baths wa al muwajanah wa al istikro yaitu langkah analisis, pertimbangan
dan induksi. Langkah ini merupakan kegiatan penalaran dengan pedoman pada
prinsip- prinsip penalaran untuk menemukan kebenaran ilmiah dari data- data
empirik yang ditemukan.
d.
Al hukm mabni ala al- dalil wa al
burhan yaitu,
langkah membuat keputusan ilmiah yang didasarkan pada argument dan data
empirik.
Ada
pula metode berpikir filsafat islam yang sudah di kembangkan oleh para filosof
muslim, sebab filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat islam. Paling
tidak terdapat empat macam metode yang telah mereka gunakan dan dapat di gunakn
bagi filsafat dakwah yaitu sebagi berikut:
1.
Metode
deduktif, metode ini mengandalkan deduksi rasional dan demontrasi(burhan)
2.
Metode
iluminasi, metode ini selain bersandar pada deduksi rasional dan demontrasi
juga pada usah penyucian jiwa(nafs)
3.
Metode
pencapaian irfani untuk menempuh jalan tuhan dan mendekati kebenaran,
4.
Metode
kalam, metode ini memiliki prinsip kelembutan dan mendahulukan sesuatu yang
baik.
Model pemikiran filosofis
menurut Amrulloh ahmad (1996) berangkat dari hakikat ilmu dakwah itu,
ilmu yang membangunkan dan mengembalikan manusia kepada fitri, meluruskan
tujuan hidup manusia, serta meneguhkan fungsi khilafah, manusia menurut
al-quran dan sunnah.
Selain itu, ia juga menegaskan ilmu dakwah adalah ilmu
perjuangan bagi umat islam dan ilmu rekayasa masa depan umat dan peradaban
islam. Maka metode pemikiran filosofis dakwah dibangun dengan berdasarkan pada
konsep Tauhidulloh. Dari konsep ini
dibangun aksiologi, epistimologi, dan metodologi keilmuan dakwah yang mengacu
pada hukum-hukum yang terdapat pada ayat kauniyah. Oleh karena itu filsafat
dakwah dapat dipahami sebagai sub sistem dari klasifikasi ilmu dalam islam.
C. Kaidah-kaidah
Al-Qur’an agar terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berpikir, antara
lain:
1.
Tidak
melampaui batas
Segala
sesuatu yang tidak dimengerti dan tidak masuk akal tidak harus dipikirkan
karena hal itu bukan tugas akal untuk memikirkannya.
2.
Membuat
perkiraan dan penetapan
Sebelum
memutuskan suatu keputusan, terlebih dulu dilakukan penetapan dan perkiraan
tentang persoalan yang dipikirkan dengan teliti dan tidak tergesa- gesa.
3.
Membatasi
pesoalan sebelum melakukan penelitian
Melakukan pembatasan sebelum melakukan pembahasan adalah
langkah yang penting karena kemampuan akal itu sangatlah terbatas. Akal tidak
akan mampu memikirkan sesuatu diluar jangkauannya tanpa ada batasan.
4.
Tidak
sombong dan tidak menentang kebenaran
Kebohongan terhadap kebenaran bertentangan dengan etika
islam. Jika suatu kegiatan disertai dengan kebohongan maka kebenaran yang
hakiki tidak akan tercapai dan akan merusak pula tatanan ukhuwah islamiyah.
5.
Melakukan
check dan richek
Dalam mencari kebenaran yang hakiki maka perlu dilakukan
pengkajian ulang pada objek fikir dengan teliti.
6.
Berpegang
teguh pada kebenaran hakiki
Akal harus tunduk pada kebenaran yang mutlak dan ditopang
oleh dalil- dalil yang qath’i.
7.
Menjauhkan
diri dari tipu daya
Kepalsuan yang lahir dari dorongan hawa nafsu adalah sesuatu
yang akan menipu kejernihan dalam berfikir. Maka, upaya menjauhkan diri dari
nafsu adalah hal yang sangat penting.
8.
Mewujudkan
kebenaran hakiki
Akal adalah suatu kenikamatan yang harus disyukuri, maka
cara mensyukurinya yaitu dengan cara memperjuangkan kebenaran hakiki dalam
kegiatan ilmiah.
9.
Menyerukan
kebenaran hakiki
Al- Qur’an memberikan pedoman agar akal digunakan untuk
menyeru umat manusia pada kebenaran agar memperoleh kemenangan dalam perjuangan
hidupnya.
10.
Mempertahankan
kebenaran hakiki
Setiap perjuangan maka akan selalu berhadapan dengan
tantangan dan rintangan yang datang dari dirinya sendiri ataupun dari luar
dirinya. Oleh karena itu, manusia diwajibkan untuk mempertahankan kebenaran
hakiki. Karena apabila tidak di perjuangkan maka kebenaran hakiki itu akan
terkalahkan oleh ketidakbenaran.
D. Mazhab-mazhab
berpikir
1.
Empiricism
(mazhab Tajribi), yaitu pemikiran yang didasarkan hanya pada penggunaan potensi
indra saja dalam memikirkan objek pikir. Pengetahuan yang dihasilkannya adalah
pengetahuan indra.
2.
Rasionalism
(mazhab ‘Aqli), yaitu pengetahuan yang hanya didasarkan pada pengunaan potensi
akal. Pengetahuan yang diperolehnya adalah pengetahuan rasional.
3.
Criticism
(mazhab Naqdhi), yaitu pemikiran yang didasarkan pada penggabungan potensi
indra dan akal dalam memikirkan objek pikir.
4.
Mysticism
(mazhab Shufy), yaitu pemikiran yang didasarkan pada penggunaan potensi nurani
dan intuisi. Pengetahuan yang diperolehnya adalah pengetahuan mistis.
BAB IV
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN
FILOSOFIS DALAM DAKWAH ISLAM TERKAIT DENGAN SUBJEK, OBJEK DAN SASARAN DAKWAH
A. Perkembangan
pemikiran falsafah dalam dakwah islam
1.
Periode nubuat : semua nabi dan rasul adalah filosof
tidak sebaliknya,
a.
Semua
Nabi dan Rasul bertugas memanggil ,menyeru dan mengajak manusia untuk beriman
kepada Allh SWTdan menjalankan syariat Agama-Nya.Dengan demikian,Nabi dan Rasul
adalah para Dai sebab arti dai adalah orang yang membawa dan menyampaikan
informasi (Wahyu) dari Allh SWT kepada manusia,sedangkan Rasul adalah orang
yang menyampaikan pesan (risalah) dari Allh SWT kepada manusia.
b.
Baik
Nabi maupun Rasul adalah manusia pilihan Allh ,pembicaraan hakekat keNabian dan
kerasulan itu de kenalka oleh para nabi dan rasul kepada umatnya pada jamanya
masing-masing sejak Nabi Adam a.s hingga Nabi pamungkas,Nabi Muhamad SAW.
c.
Tauhidullah dan beribadah hanya kepada-Nya
yang menjadi tugas fitri kemanusian sebagai khalifah dan Abdi Allh di muka
bumi.dan disampaikan pula pesan utama tentang perjalanan hidup manusia,al-mabda
(asal kehadiran manusia),al-wasath (kebradaan manusia di alam kesadaran
duniawi,al-mad (tempat kembali mempertanggung jawabkan tugas fitri kemanusian)
d.
Nabi
Adam a.s adalah Nabi pertama dan sekaligus sebagai da’i bagi dirinya
sendiri,bagi istrinya,dan bagi anak-anak cucunya yang kemudian menjadi
komunitas manusia di muka bumi ini,telah di berikan ilmu oleh Allh berupa
al-asma seperi halnya seerti halnya Allh memberikan ilmu kepada Nabi Muhammad
Saw berupa Al-Qur’an dan,dan ketika Nabi Adam mengimformasikan (Anba-a) al-asma
itu kepada para malaikat yang mereka tidak mengetahuinya tentang al-Asma,lalu
alaikat menyatakan pengakuannya bahwa Allh adalah al-Alim,al-hakim (yang maha
mengetahui dan maha bijaksana). (Q.S al-Baqarah (2):3138, Q.s.al-Rahman (55):
1-4)
e.
Nabi
Adam a.s sebagai da’i menjelaskan kandungan tentang al-Asma dengn menggunakan
lian dan perbuatan dihadapan mad’unya tentang pesan nubuwah dari al-Asam itu
yang menjawab persoalan al-mabda,al-wasth dan al-ma’ad.
f.
Setelah
Nabi Adam a.s selesai menjalankan tugas keNabiannya diteruskan oleh nabi dari
keturunanya yaitu Nabi Idris a.s ia adalah orang pertama kali mengenalkan
bahasa tulis,astronomi,ilmu hitung,pengetahuan menjahit pakaian,melatih hawan
dan cara bercocok tanam.Namun “idris” dalam bahasa yunani disebut “Hermes”
tugas nubuwah dan risalah sebagai hakekat dakwah Nabi dan Rasul ini diteruskan
dari generasi kegenerasi berikutnya oleh para Nabi hingg Nabi terahir yang di
dalam Al-Quran tidak diceritkan dan ada 25 Nabi yang diceritakan.(Q.S al-Nisa
(4):163-175)
g.
Dari
25 Nabi yang disebutkan dalam al-Quran ada yang diberi al-kitab,shuhuf
(lembaran wahyu) dan hikmah.secara eksplisit Nabi yang diberi hikmah selain
Al-kitab adalah Nabi Daud a.s sulaeman a.s,Isa a.s dan Nabi Muhammad saw.selain
para Nabi,ada seorag hamba Allh yang secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran
oleh Allh SWT diberi hikmah yaitu luqman.Dan nama luqman itu menjadi nama salah
satu surat dalam mushaf al-qur’an yaitu surah luqman,serah ke 31.dan di surah
inilah dapat dibangun secra sepesipik truktur filsafat dakwah.
h.
Luqman
al-hikmah itu hidup sejaman dengan Nabi Daud a.s yang uga diberikan hikmah oleh
Allh SWT.luqman ini adalah bapak filsafat,selain Nabi sebagai filosof pertama
yunani,yatu Empedockles berguna kepada luqma kemudian menyusul pyitagoras murid
empedockles,etelah itu secara berturut-turut menyusu socrates,plato,dan
Aritoteles.kwlima filosop ini hidup dalam rentangan kurun waktu antara zaman
Nabi Dawud as hingga sebelum Nabi Isa as dan setelah seorang murid
Aristoteles adalah Alexander (Iskandar
zulkarnaen),ia belajar hikmah dari Aristoteles selama 20tahun.
i.
Atas
dasar perimbangan Rasional,bahwa Nabi yag pertama kali mengenalkan bahasa tulis
yang menyimbolkan bahasa lisan dalam menyampaika gagasan buah pemikiran (kerja
akal) kepada orang lain adaah Nabi Idris,yang disebut Hermes maka jalur
pemikiran hikmah (kefilsafatan ) para filosof itu kepada Harmes, dan rentangan
waktu antara harmes hingga awal hjriah Nabi terahir adalah kurang lebih 3725
tahun (perhitungan menurut Abu Ma’syar).
j.
Mengacu
pada pokok-poko pemikiran yang telah dikemukakan maka dapat lah dgambarkan
perkembangan aktifitas pemikiran filosofis periode Nubuwah.
2.
Periode al-khulafa al-Rasyidun
a.
Sepeninggalan
rasul terahir Muhammad saw estapeta aktifitas dakwah dalam tataran teoritis dan
praktis dilanjutkan oleh peanjutnya,yaitu al-khulafa al-rasyidun (para pelanjut
yang memperoleh dan melaksanakan islam agama bimbingan kehidupan).pemikiran
dakwah yang brkembang pada periode ini adalah metode aqal dan naql secara
seibang orientasi utama mengembangkan dakwah berupa futuhat yaitu konsolidasi
dan ekspansi islam disemanjung Arabia dan sekitarnya.produk pemikiran dan aktfitas
dakwah alkhulafa al-Rasydun ini disebut atsar sahabat,yang membuat hkazanh
Islam.mereka adalah Abu Bakar (632-634 M),dan Ali Ibn Abi Thalib 656-661 M)
b.
Futuhat
adalah proses menghadirkan dan mendatangkan islam kedaerah-daerah yang ditinjau
dengan tidak memaksa rakyat (mad’u) untk merubah agamanya,mereka menerima dan
memeluk agama islam bukan karena paksaan tapi atas dasar pilihan dan kebebasab
kehendaknya setelah empertimbangkan secara obyaktif-propesional terlebih
dahulu.
c.
Hikmah
praktis telah diperoleh para al-kurafa al-Rasyidun melalui prilaku,banyak
mengamalkan ilmu dengan iklas dan jujur,istiqomah,pengaaman dan
kemahiran,strategi yang bijak dan memahami sendi-sendi dakwah mereka memandang
penting penggunaan akal dalam kehidupaan.
3. Periode
tabi’in
1.
Tabi’in
adalah mereka yang hidup sesudah generasi sahabat Nabi.Mereka adalah
orang-orang yang mampu bersikap bijak dalam menyalurkan kewajiban
dakwahnya.Tokoh pemikiran dakwah (rijal al-dakwah)pada periode ini diantaranya
adalah Said bin Musayab,Hasan bin yaser al-Bashri,Umar bin Abd al-Aziz dan Abu
Hanifah. Umar bin abd al-Aziz adalah seorang khalifah pada zaman Daulah Bani
Umayah.
2.
Hikmah
praktis yang di kembangkan oleh keempat tokoh pada periode ini adalah memulai
dengan memperbaiki diri sendiri,memperbaiki keluarga,memerbaiki
umat,mengebangkan dakwah dengan sura,menanakan perasaan takut kepada Allah,dan
mempertahankan umat non muslim.
3.
Metode
pemiiran dakwah pada zaman tabiin ini lebih bayak menggunakan penalaran metode
muhaditsin yang lebih banyak berorientasi pada naql ketimbang naql sebagaimana
digunakan dalam penalaran metode mutakalimin.
4. Periode
Tabi’i al-Tabi’in.
1.
Tabi’i
al-tabiin adalah sebutan bagi generasi yang hidup setelah tabiin yang
mendapatkan nilai keutamaan.tokoh utama pada tokoh ini yang tergolong rijal
al-dakwah imam bin Anas,imam syafi’i dan imam Ahmad bin Hanbal.periode A dan B
dapat dikatagorikan pula sebagai periode salaf,dan seteah periode salaf disebut
periode khalafkaiannya lebih berorientasi pada syariatsebagai pesan dakwah.
2.
Hikmah
praktis yang dikembangkan pada periode ini tidah jauh berbeda dengan hikmah
praktis (2) bagian (a) yang telah dikemukakan.namun dapat ditambahka bahwa
rijal al-dakwah pada periode ini menonjolkan sikap dan prilaku hikmah yaitu
berpikir sebelum menjawab dalm berdialog,menolak sesuatu secara bijak dan
bertindak tegas daam hal kebenaraan.
3.
Hikmah
teoritis yang dikembangkan pada tabii al-tabiin adalah metode penalaran
mutakalimin dengan tidak mengabaikan metode penalaran muhaditsin.
5. Pasca
periode Tabi’i al-Tabi’in
1.
Periode
ini dapat dikatagorikan sebagai periode khalaf,suatu periode dengan 300 tahun
setelah zaman nubuwah.Hikmah teoritis dan hikmah praktis dikembangkan dengan
mengembangkan metode penalaran yang pernah berkembang sebelumnya dengan
ditandai munculnya berbagai corak pemikiran di dalam berbagai bidang kajian
keislaman sebagai hasil dari akumulasi interaksi antarbudaya dalam perjalanan
aktivitas dakwah sebagai aktualisasi dari hikmah (pemikiran filosof dakwah )
2.
Dalam tataran hikmah teoritis dari segi metodologi
pada periode khalafah ini dapat digolongkan kepada:pertama,kelompok penggunaan
penalaraan Isyraqi (Iluminasionisme) pendukung metode yang dikembangkan oleh
plato dengan tidak mengabaikan metode naql (hubunga dengan uraian pasal 4 c 1
dan 2).
3.
Rijal
al-Dakw’ah pendukung metode sebagai mana disebutkan pada poin (2) diatas adalah
kelompok mu’tazilah,Asyariyah,dan syi’ah.tokoh dari kelompok Mu’tazilah antara
lain:Abu al-Huzail Alaf.Nazhzham Jahizh,Abu Ubaidah,Mu’amar Ibnu Mutsanna,Abd
al- Jabar.dan Zamaksyari.Tokoh dari kelompok Asyari,adalah Abu Hasan
al-Asya’ari,Abu bakar Maqilani,Imam Juwayni,al-Gazali dan fakhruddin
al-Razi.Dan dari kelompok Syi’ah adalah Syekh Mufid,Murtadha Alam
al-Huda,Washir al-dui al-Thui.mereka telah mengkaji tentang konsep teologi
tentang pesan dakwah,konsep manusia dan konsep alam.Ibn Taimiyah juga tergolong
kelompok ini.
4.
Dai
kalangan sufi yang menggunakan mtode irfan,diantara tokohnya adalah Abu yazid
al-Busthami,al-halaj,Syibli,Junaedi al-Bagdadi.Dzu al-Nun al-Mishri,Abu said
al-Khair,Abdulah Anshari,Abu thalib al-Makki, Abu Nashr al-Samaj,Abu al-qasim
al-Qusyairi, Muhyiddin Ibn Arabi,Ibn Faridah dan Jalaluddin al-Rumi,pemikiran
mereka lebih menekankan pada konteks dakwah nafsyiyah (intermalisasi ajaran islam pada tingkatintra individu),antara
peribadi dan kelompok diatas dasar cinta kepada Tuhan dengan tidak mengabaikan
dasar syariat yang lebih mengatur aspek perilaku lahiriayah.
6. peride
Modern
Peride moderen merupakan era kebangkitan islam yang ditandai
adanya tokoh perjuangan islam berpikir dan mencari jala untuk mengabaikan belance of power terhadap penjajah barat
yang menguasai dunia islam.para era ini diawali gerakan pembaharuan yang
dilakukan oleh Jamaluddin al-Afghani,Muhammad Abduh,Abd al-Wahab dan para
pendukungnya sejak tahun 1801 M hingga sekarang.
7. Aktivitas
pemikiran Dakwah sebagai aktivitas kebudayaan
dan peradaban Islam
Penelusuran,pelacakan,dan pengkajian perkembangan
perkembangan dakwah pada pula dipandang sebagai aktivitas kebudayaan dan
peradabaan islam dengan menggunakan alur
pikir kesejarahan.Dengan demikian,maka perkembangannya dapat distrukturkan kedalam
periodesasi yang diperhatikan dalam bagan berikut ini
1)
Periode klasik 1.Masa kemajuan Islam I
(6501250 M)
(650-1000M) -al-khulafa
al-Rasyidin
-Bani
Umayah
-Bani
Abbas
2.Masa Disintregrasi
(1000-1250M)
2)
Periode pertengahan 1.Masa
kemunduraan I (1250-1500 M) (1250-1800) 2.Masa tiga kerajaan besar
(1500-1800 M)
-fase kemajuan
(1500-1700 M)
-fase kemunduran
II
(1700-1800 M)
3)
Periode Moderen
(1800-sekarang )
Bagan 2:periodesasi perkembangan pemikiran Dakwah
BAB V
PERKEMBANGAN
PEMIKIRAN FILOSOFIS DALAM DAKWAH ISLAM YANG TERKAIT DENGAN MEDIA DAN MATERI
A. Hakekat
Pesan (materi) Dakwah
1)
Pesan
dakwah adalah Islam atau syariat sebagai kebenaran hakiki yang datang dari
Alloh melalui Malaikat Jibril kepada para nabi –Nya dan terakhir kepada nabi
Muhammad SAW. Pesan dakwah ini dalam Al-Quran di ungkapkan dengan term beraneka
ragam yang menunjukan fungsi kandungan ajaran Nya ,
2)
Al-Quran
menyebutkan term Islam sebanyak 28 kali dalam bentuk kata kerja, dan dalam
bentuk kata benda sebanyak 110 kali, yang secara eksplisit dalam bentuk kata
kata al–Islam sebanyak 6 kali . kedamaian ,keselamatan, kesejahteraan,
ketundukakan, dan tata aturan hidup bagi manusia , yaitu sebuah nama bagi
al-din. Sedangkan kata din itu sendiri sendiri al-Quran menyebutkan sebanyak 93
kali dalam 7 bentuk kata benda, dan satu kali dalam bentuk kata kerja .
3)
sumber
utama ajaran Islam sebagai pesan dakwah adalah
al-Quran itu sendiri, yang
memiliki maksud spesifik, paling tidak terdapat sepuluh maksud pesan al–Quran
sebagai sumber utama Islam, yaitu (1). Menjelaskan tiga rukun agama Islam
,yaitu Iman , Islam , dan Ihsan, yang telah di dakwahkan oleh para rosul dan
nabi (2). Menjelaskan segala sesuatu yang belum di ketahui oleh manusia tentang
hakikat kenabian ,risalah, dan tugas para Rosul Alloh; (3). menyempurnakan
aspek psikologis manusia secara individu, kelompok dan masyarakat, (4).
Mereformasi kehidupan sosial kemasyarakatan dan
sosial politik di atas dasar kesatuan nilai kedamaian dan keselamtan
dalam keagamaan; (5). Mengkokohkan keistimewaan universalitas ajaran Islam
dalam pembentukan kepribadian melalui kewajiban dan larangan; (6) Menjelaskan
hukum Islam tentang kehidupan politik negara; (7). Membingbing penggunaan
urusan harta; (8). Mereformasi system peperangan guna mewujudkan kebaikan dan
kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi; (9) Menjamin dan memberikan
kedudukan yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam beragama dan
berbudaya; dan (10) Membebaskan perbudakan.
4)
Al
Quran menjelaskan Islam sebagai pesan dakwah memiliki karakteristik unik dan
selalu masa kini yaitu:
a.
Islam
sebagai agama fitrah
b.
Islam
sebagai agama rasional dan pemikiran
c.
Islam
sebagai agama ilmiah, hikmah dan fiqhiyah
d.
Islam
sebagai agama argumentatif
e.
Islam
sebagai agama hati (qolb), kesadaran (wijdan) ,dan nurani (dhamir)
f.
Islam
sebagai agama kebebasan (huriyah) dan kemerdekaan (istiqlal)
g.
Selain
yang telah dikemukakan, Islam juga sebagai agama kasih sayang bagi seluruh alam
(Rahmatan al-alamin)
5)
Murtadha Muthahari
(1991) mengemukakan karakteristik filosofis pandangan dunia Islam
sebagai pesan dakwah yang di rumuskan dalam proposisi-proposisi sebagai berikut
:
a. Alam semesta ini memiliki sifat ilahi (
divine nature ) ;
b.
Alam
semesta yang realitasnya tergantung pada-Nya ,dan yang diciptakan dalam zat –
Nya , juga diciptakan dalam artikal temporal,
c.
Adapun
yang nyata di dunia ini, adalah tingkatan yang lebih rendah dari realitas yang
termasuk dalam dunia lain yang di sebut alam ghaib ;
d.
Alam
semesta mempunyai tabiat kembali kepada –Nya;
e.
Alam
semesta adalah suatu system sebab-akibat yang ketat;
f.
Sistem
sebab-akibat tidak terbatas pada sebab dan akibat yang bersifat fsikologis
saja;
g.
Terdapat
serangkaian tradisi (sunnah) dan hokum-hukum yang kokoh yang mengatur dunia dan
esensial bagi system sebab akibat di alam semesta;
h.
Alam
semesta adalah suatu realitas yang terbimbing dan perkembangan alam semesta
adalah, perkembangan yang terbimbing;
i.
Dunia
mengandung kebaikan dan kejahatan, keserasian dan ketidak serasian ,kemurahan
dan kekikiran ,cahaya dan kegelapan,gerakan dan diam;tetapi kebaikan, tetapi
kebaikan;keserasian, kemurahan hati, cahaya dan gerakan mempunyai eksistensi
yang asli, sementara kejahatan, kontradiksi, kekikiran, kegelapan dan
diam, mempunyai eksistensi yang bersifat
parasitisdan sub-ordinate. Namun eksistensi yang parasitis dan subordinate itu
me,mainkan peranan yang sangat penting dalam menciptakan kebaikan, keserasian,
kemurahan hati, cahaya, gerakan dan perkembangan;
j.
Karena
alam semesta merupakan kesatuan yang hidup, artinya ,karena alam semesta di
atur oleh kekuatan-kekuatan yang cerdas maka ia alam semesta aksi dan reaksi.
Alam semesta adalah acuh terhadap kebaikan dan kejahatan manusia, ada pahala
dan hukuman, pertolongan dan pembalasan yang seimbang ( qishash ) di dunia ini,
di samping yang akan di akhirat .Bersyukur dan berbuat kufur tidak lah sama.
k.
Sesudah
kehidupan yang sekarang ini, manusia akan mengalami kehidupan abadi dimana
manusia akan di beri pahala, atau hukuman sebagai hasil dari awal perbuatan nya
dalam kehidupan yang sekarang ini;
l.
Ruh
manusia adalah kenyataan yang abadi;
m.
Prinsip
dasar dan dasar-dasar kehidupan ,yakni prinsip-prinsip kehidupan moral dan manusiawi
adalah abadi dan tetap;
n.
Kebenaran
juga adalah abadi;
o.
Alam
semesta, bumi dan langit dibangun dengan adil.
p.
Kehendak
Ilahi menggariskan kemenangan akhir kebenaran atas kebatilan
q.
Manusia
di ciptakan sederajat dan tak seorang pun mempunyai hak istimewa atas orang
lain, Karena rupa kejadian nya, sebab manusia hanya di bedakan menurut:
1.
Ilmunya
2.
Perjuangan
keagamaan dan spiritual nya di jalan Tuhan dan
3.
Ketaqwaan
nya
r.
Menurut
tabeat nya , manusia memiliki serangkaian
Pembawaan dan kapasitas batin,
termasuk pembawaan moral dan religius;
s.
Karena
setiap orang dilahirkan dengan membawa fitrah manusiawi, maka orang yang paling
jahatpun punya kemampuan untuk menerima nasihat dan bertaubat;
t.
Meskipun
manusia merupakan satu kesatuan yang riel, ia juga merupakan gabungan (dari
unsure- unsure yang berbeda);
u.
Karena
manusia memiliki esensi spiritual yang mandiri dan kehendak seseorang bersumber
realitas spritualnya,maka manusia adalah merdeka independent;
v.
Umat
manusia , seperti halnya individu, adalah juga gabungan (dari unsure-unsure
yang bertentang an) dan memiliki hokum-hukum, tradisi- tradisi (sunah) dan
intitusi-intitusi, dan sebagai suatu keseluruhan, sepanjang sejarah nya belum
pernah tergantung pada kehendak satu orang manusia tertentu. Unsur-unsur
bertentangan yang membentuk struktur masyarakat umat manusia, yaitu
kelompok-kelompok intelektual, bisnis, politik, dan ekonomi sama sekali
tidaklah kehilangan identitas mereka;
w.
Tuhan tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali
jika mereka sendiri mengubah diri mereka sendiri (terlebih dahulu) mengubah apa
yang ada dalam diri mereka;
x.
Tuhan
Yang Maha Kuasa yang menciptakan alam semesta termasuk manusia, adalah Dzat Yang Maha Kaya, lengkap dalam
segala aspek dan sempurna secara mutlak;
y.
Alam
semesta memiliki ketepatan khusus,
seperti keterpaduan organis diri suatu makhluk hidup, sebab ia berasal
dari satu sumber (Tuhan) dan kembali kepada-Nya dalam jalan yang serasi.
6)
Selanjutnya,
Murtadha Muthahari (1991) merinci karakteristik utama idiologi Islam sebagai
pesan dakwah ini kedalam proposisi-proposisi berikut :
1.
Salah
satu kelebihan Islam dari agama-agama lain, atau lebih tepatnya, salah satu
kelebihan agama Tuhan dalam bentuknya yang serba meliput dari bentuk-bentuknya
yang sebelumnya adalah kelengkapan nya,
2.
Aplikabilitas
metode ijtihad ;
3.
Kemudahan
dan keluwesan ;
4.
Orientasi
kepada kehidupan ;
5.
Amar
ma’ruf nahi munkar bersumber dari tabggung jawab sosial;
6.
Hak
dan kebebasan individu;
7.
Prioritas
hak masyarakat atas hak individu;
8.
Prinsip
musyawarah dalam membuat keputusan ;
9.
Asas
kemanfaatan;
10.
Penapian
kerugian ;
11.
Ketentuan
transaksi bisnis haruslah bermanfaat;
12.
Jika
modal tidak terlibat dalam pengunaan praktis, dankarena nya tidak terkena
resiko kerugian atau kebangkrutan, yakni jika ia mengambil bentuk pinjaman
kepada orang lain, maka ia menjadi mnadul dan tak produktif, dan keuntungan
apapun yang dihasilkan melalui “ bunga “,
adalah riba dan secara tegas “ diharamkan “
13.
Setiap
penghasilan kekeyaan harus di lakukan dengan kesadaran penuh dari kedua belah
pihak, dan informasi yang di perlukan harus di peroleh sebelum nya sebab
transaksi bisnis yang dilakukan dengan jalan resiko dan ketidak tahuan adalah
hampa;
14.
Menentang
ketidak masuk akalan;
15.
Menentang
hal- hal yang merintangi kemauan;
16.
Etos
kerja yang memusuhi pengaguran;
17.
Kesucian
kerja dan profesi;
18.
Larangan
pemerasan;
19.
Larangan
penghamburan dan penyia-nyiaan;
20.
Peningkatan
kehidupan;
21.
Larangan
menyuap;
22.
Larangan
menimbun barang;
23.
Mempunyai
penghasilan adalah dibenarkan selama penghasilan tersebut memeberikan
kontribusi kepada kesejahteraan masyrakat;
24.
Kewajiban
membela hak-hak masyarakat, baik hak individu maupun hak sosial dan melawan
aggressor;
25.
Mengusahakan
perbaikan dan terus menerus memerangi kejahatan;
26.
Tauhid
landasan teori dan praktik berfikir dan berperilaku;
27.
Tidak
ada perantara dalam menyembah Allah;
28.
Hidup
berdampingan dengan monotheisme yang lain;
29.
Persamaan
derajat ,tidak dibenarkan diskiminasi;
30.
Hak-hak
kewajiban dan hukum dibedakan menurut jenis kelamin demi menegakan
keadilan.
B. Hakekat
Media dakwah
1.
Sebagaimana
dijelaskan dalam poin (b) tersebut di atas bahwa pesan dakwah tidak akan sampai
kepada mad’u tanpa metode, begitu pula metode tidak akan berjalan tanpa adanya
media. Dengan demikian media dakwah adalah instrument yang dilalui oleh pesan
atau saluran pesan yang menghubungkan antara da’I dengan mad’u.
2.
Jika
metode merupakan mesin dan pengemudi dari sebuah kendaraan dalam perjalanan
dakwah menuju suatu tujuan yang ditetapkan, maka media merupakan kendaraan itu
sendiri, tanpa instrumen yang di miliki oleh da’I, perjalanan dakwah tidak akan
berjalan.
3.
Instrument
yang berfungsi sebagai media itu ada dalam diri da’I adalah seluruh dirinya
sendiri, sedangkan yang ada di luar diri dari da’I dapat berupa media cetak,
elektronik, film, dan benda lainnya.
4.
Baik
metode maupun media memiliki pengaruh tersendiri bagi da’I dan media yang akan
ikut menuntukan kelancaran,dan kesukseskan proses dakwah Islam.
5.
Terdapat
empat hubungan pengaruh sesuatu terhadap sesuatu, yaitu sebagai berikut;
a.
Pengaruh
jims (fisik) terhadap jims (fisik), seperti magnet dalam besi.
b.
Pengaruh
jims (materi) terhadap nafs (immateri), seperti getaran benda terehadap
pendengaran.
c.
Pengaruh
nafs terhadap jims, seperti du’a dan sihir.
d.
Pengaruh
nafs terhadap nafs nasehat, ta’lim, dan sejenisnya (abu al-hasan
al-amri,1988;78-80)
6.
Al-Quran
menyebut sesuatu yang dapat diartiakan dengan media adalah al-wasilah sebanyak
2 kali dalam satu bentuk kata yaitu surat al-Maidah, ayat 35
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#þqäótGö/$#ur Ïmøs9Î) s's#Åuqø9$# (#rßÎg»y_ur Îû ¾Ï&Î#Î6y öNà6¯=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇÌÎÈ .
35.
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang
mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu
mendapat keberuntungan. dan
Surat
al-isra ayat 57
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# cqããôt cqäótGö6t 4n<Î) ÞOÎgÎn/u s's#Åuqø9$# öNåkr& Ü>tø%r& tbqã_ötur ¼çmtGyJômu cqèù$ssur ÿ¼çmt/#xtã 4 ¨bÎ) z>#xtã y7În/u tb%x. #YräøtxC ÇÎÐÈ
57. orang-orang yang mereka seru itu,
mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka[857] siapa di antara mereka
yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan
azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
[857]
Maksudnya: Nabi Isa a.s., Para Malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu
menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Kandungan
dua ayat ini bahwa orang yang beriman diperintahkan bertakwa, berdu’a kepada
allah,mencari ridha-nya melalui wasilah (jalan), dan berjihad.
C. Fungsi
Materi dan Media Dalam Dakwah
1. Materi
Dakwah
Maddah (materi) adalah isi pesan atau maeri yang disampaikan
da’I kepada mad;u. dalam hal ini sudah bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran
Islam itu sendiri. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi
empat masalah pokok, yaitu:
a.
Masalah
akidah (keimanan)
Aspek akidah ini akan menjadi moral (akhlak) manusia. Oleh
krena itu yang pertama kali menjadi materi dalam dakwah Islam adalah masalah
akidah atau keimanan. Akidah akan menjadi materi utama dakwah ini, krena
mempunyai cirri tertentu seperti keterbkaan melalui persaksian (syahadat),
cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah Tuhan
seluruh alam, dan ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal
perbuatan.
b.
Masalah
Syariah
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan
mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari
kehidupan umat Islam diberbagai penjuru dunia, dan sekaligus merupakan hal yang
patut di banggakan. Kelebihan dari materi syariah Islam antara lain, adalah
bahwa ia tidak memiliki oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat
universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim, bahkan hak
seluruh umat manusia. Demngan adanya materi syariah ini, maka tatanan system
dunia akan teratur dan sempurna.
Disamping mengandung dan mencakup kemaslahatan social dan
moral, maka materi dakwah dalam bidang syariah ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran yang benar, pandangan yang jernih, dan kejadian secara cermat terhadap
hujjah atau dalil-dalil dalam setiap melihat setiap persoalan pembaruan,
sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekan, karena yang di inginkan dalam
dakwah adalah kebaikan.
c.
Masalah
Muamalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih
besar porsinya dari pada urusan ibadah. Karena ibadah dalam urusan mu’amalah
disini, diartikan sebagai ibadah mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka
mengabdi kepada Allah SWT.
Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits mencakup proporsi terbesar
sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah. Ibadah yang mengandung
segi kemasyarakatan di ganjar lebih besar dari pada beribadah yang bersifat
perorangan. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan
ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.
d.
Masalah
Akhlak
Materi akhlak ini diorientasikan untuk menentukan baik dan
buruk, akal, kalbu berupaya untuk menemukan standar umum melalui kebiasaan
masyarakat. Karena ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak.
Pemakaian akal dan pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran Islam. Ibadah dalam
Al-Qur’an selalu di kaitkan dengan taqwa, dengan demikian orang bertaqwa adala
orang yang mampu menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinmaan akhlak
mulia yang menjadi ajaran yang paling dasar dalam Islam. Karena tujuan ibadah
dalam Islam bukan semata-mata diorientasikan untuk menjauhkan diri dari neraka
dan masuk surge, tetapi tujuan yang didalamnya terdapat dorongan bagi
kepentingan dan pembinaan akhlak yang
menyangkut kepentingan masyarakat. Masyatakat yang baik dan bahagia adalah
masyarakat yang anggotanya memiiki akhlak mulia dan budi pekerti luhur.
Tanpa petunjuk Islam, manusia akan terus-terusan mengulang
kesalahan-kesalahn individual maupun kolektif di masa silam. Melalui
penyampaian pesan-pesan Islam, manusia akan dibebaskan dari segala macam bentuk
kekufuran dan kemusyrikan.
2. Media
dakwah
Wasialah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk
menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. untuk menyampaikan
ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah (media). Hamzah
Ya’kub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan tulisan,
lukisan, audiovisual, dan akhlak.
1.
Lisan
adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara,
dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan,
penyuluhan dan sebagainya.
2.
Tulisan
adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat
(korespondensi), spanduk dan sebagainya.
3.
Lukisan
adalah media dakwah melaui gambar, karikatur dan sebagainya.
4.
Audiovisual
adalah media dakwah yang dapat merangsang indera pendengaran, penglihatan atau
kedua-duanya, seperti televisi, film slide, OHP, internet, dan sebagainya.
5.
Akhlak,
yaitu media dakwah melaui-melaui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan
ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.
BAB VI
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI
SUBJEK (DA’I) DAN SASARAN DAKWAH (MAD’U)
A. Hakikat Manusia
Dalam al-Qur’an terdapat tiga istilah yang mengacu pada
makna pokok manusia, yaitu Basyar, insane dan annas.
1.
Basyar,
kata basyar memberi referensi kepada manusia sebagai makhluk biologis, makhluk
yang makan, minim, berhubungan seks dan beraktivitas dan sebagainya. Nabi
Muhammad saw menegaskan secara fisik beliau seperti manusia lainnya (basyar mitslukum).
Oleh karena itu, tidak tepat bila menerjemahkan (basyaran mitslukum) sebagai
manusia seperti kita dalam hal berbuat dosa.
2.
Insan,
kata insane disebut 65 kali dalam al-Qur’an dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori. Pertama, insane dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah
atau pemikul amanah. Kedua, insane dihubungkan dengan predis posisi negative
diri manusia. Ketiga, insane dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.
3.
Annas,
mengacu kepada manusia sebagai makhluk social.
Berdasarkan
paparan diatas, tampak bahwa al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk
boilogis, psikologis, dan social. Ssebagaimana ada hokum-hukum yang berkenaan
dengan karakteristik biologis manusia, ada juga hokum-hukum yang mengendalikan
manusia sebagai makhluk psikologis dan makhluk social.
Karena
pada manusia terdapat dua predisposisi negative dan positif sekaligus, menurut
al-Qur’an, kewajiban manusia ialah memenangkan predisposisi positif. Ini
terjadi bila manusia tetap setia pada amanah yang dipikulnya. Secara konkret,
kesetiaan ini diungkapkan dengan kepatuhan pada syariat Islam yang dirancang
sesuai amanah.
Dalam
al-Qur’an surat al-Syams ayat 7-8 potensi yang diberikan oleh Allah adalah
potensi nafs yang jelas memiliki dua sisi, yaitu ilham taqwa yang cenderung
pada kebaikan, dan ilham fujur yang cenderung pada keburukan. dan agama Islam
dengan bekal ini manusia diberi amanat ibadah dan khilafah di muka bumi. Dengan
amanat ibadah manusia hanya dibenarkan menyembah dan beribadah kepada
penciptanya, yaitu Allah SWT, dan dengan amanat khilafah manusia bertugas
merekayasa kehidupan, merekayasa alam bagi kepentingan kemanusiaan dan
menegakkan tata hubungan antara makhluk di muka bumi atas dasar kasih saying
dan kedamaian dalam keanekaragaman budaya dan etnik.
Manusia
dengan potensi ruhani yang dimilikinya dapat menerima dan menolak syariat Islam
yang diperuntukkan bagi pengaturan dan pedoman kehidupannya sebagai hamba dan
khalifah Tuhan di muka bumi. Masing-masing aktivitas yang berupa penerimaan dan
penolakan tersebut akan memperoleh akibat atau konsekuensi berupa balasan
pahala untuk penerimaan dan berupa siksa untuk penolakan.
Manusia
yang menerima Islam dan memperjuangkannya agar diterima oleh orang lain di atas
dasar kebebasan dan tanggung jawab adalah hakekat aktivitas dakwah Islam di
sepanjang zaman. Tanggung jawab atau amanah ini akan dihadapkan kepada
pengadilan (mahkamah), baik tanggung jawab maupun amanah, jika mengacu pada
al-Qur’an, antara lain surat al-Anfal :27 :
$pkr'¯»t z`Ï%©!$# (#qãZtB#uä w (#qçRqèrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès?
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah
kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
Mengetahui.”
Manusia
memiliki dimensi kejiwaan, dan di dalam kejiwaan itu memiliki aspek insting
beserta perilaku dan kecenderungannya dalam hal ini dakwah Islam merupakan
proses pendayagunaan aspek insting dalam jiwa kearah yang positif, baik dan benar
menurut tuntunan ajaran.
Perilaku
lahir manusia pada hakekatnya merupakan ekspresi dan aktualisasi dari perilaku
potensi nafs (jiwa) yang dimilikinya, yang memposisikan manusia ke arah posisi
baik dan benar dan ke arah posisi jelek dan salah. Potensi nafs tersebut
diinformasikan oleh al-Qur’an terdapat empat macam, yaitu:
a.
Nafs
muthmainah, yaitu nafsu yang tenang, jauh dari segala keguncangan, selalu
mendorong berbuat kebajikan (Q.S. al- Fajr : 27-28)
b.
Nafs
mulhamah/supiah (Q.S. al-Syams : 7-10)
c.
Nafs
amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong berbuat kejahatan, tunduk kepada
nafsu syahwat dan panggilan setan.(Q.S. Yusuf : 53)
d.
Nafs
lawamah, yaitu nafsu yang belum sempurna, selalu melawan kejahatan tapi suatu
saat melakukan kejahatan hingga disesalinya. (Q.S. al-Qiyamah : 2)
Nafs
a dan b merupakan bagian dari potensi syahwat, sedangkan c dan d merupakan
bagian dari potensi gadhab. Syahwat dan gadhab adalah nafs pokok, dan
masing-masing bagiannya merupakan elemen yang dimilikinya. Kesemuanya itu
memiliki kecenderungan perilaku dan mengekspresikan perilaku lewat raga.
Nafs
sebagai potensi ruhaniyah manusia memiliki hubungan pengaruh dengan aspek
unsure asal bahan kejadian fisik (jasad), yaitu unsure ardh (tanah), ma (air),
hawa (udara) dan nar (api). Keempat unsure ini mempengaruhi secara
berpasangan terhadap empat macam nafs
yang menimbulkan karakter dan kecenderungan perilakunya.
Pada
kenyataannya, manusia terbuat dari unsur-unsur yang berlawanan. Unsur-unsur
yang saling berlawanan inilah yang membuat manusia menjelma sebagai makhluk
yang penuh paradoks. Dalam wujudnya, Allah mencampurkan keburukan dan kebaikan.
Ada sejumlah paparan dari al-Quran yang bisa menjadi rujukan mengenai hal ini.
Yaitu lempung keras (shalshalkal fakhkhar); Lumpur hitam atau tanah busuk
(hamain masnun); tanah biasa (thin); debu (turab). Setelah Allah membentuk
tubuhnya, Dia menghembuskan nafas dari Ruh-Nya kedalamnya, lalu jadilah manusia
utuh. Inilah yang dimaksud para ahli bahwa manusia adalah makhluk yang langsung
berada dibawah poros Ilahi.
Lumpur
atau tanah busuk dianggap sebagai sumber segala sesuatu yang mendorong manusia
menuju hal-hal duniawi yang temporal, dan Ruh Ilahi dianggap sebagai sumber
segala yang mendorong kearah kebaikan. Ala kulli hal, di satu pihak ia memiliki
dorongan untuk mengikuti dan mengutamakan hokum-hukum Allah dalam masyarakat.
Sementara dilain pihak, ia juga memiliki kecenderungan untuk melakukan segala
macam tindak tidak terpuji dan segala perilaku menyimpang lainnya.
Nafs-nafs
senantiasa mempengaruhi aktivitas akal untuk selalu bergerak kearah atas
(kemuliaan, kesucian dan mendekatkan kearah alam lahut) sedangkan yang tiga
lagi mempengaruhi aktivitas akal budi manusia untuk selalu bergerak kearah
bawah (ketercelaan, kerendahan, dan menjauhi dari alam lahut). Dalam kontek ini
maka hakikat dakwah merupakan fungsionalisasi akal budi untuk selalu bergerak
kearah alam lahut.
Aktivitas
akal budi insaniyah yang terbebas dari pengaruh anfus tercela akan selalu
bergerak dari alam madah dan nasut menuju dan mendekati alam lahut setelah
melewati alam jabarut, alam malakut, arasy. Ketika hakikat insan mendekat dan
berada di alam lahut ia berada pada tingkatan akhfa setelah terlebih dahulu
melewati dari posisi tabi’I, nafs, qalb, ruh dan sir atau khafi. Demikian insane
kamil yang memperoleh keselamatan dan kebahagiaan abadi. Sedangkan yang
terdominasi oleh anfus tercela insane, akal bergerak ke bawah posisi tabi’I dan
alam madah, dengan demikian ia memperoleh kerendahan, kehinaan dan kecelakaan
hakiki. Dalam konteks ini, hakikatdakwah merupaka aktivitas akal budi insaniyah
dan ekspresinya bergerak menuju alam lahut.
Pengertian
hadits tentang “ Barangsiapa yang mengenal nafsnya akan mengenal Tuhannya
adalah sebagai berikut:
1.
jika
seseorang mengetahui nafsnya dia akan mengenal kemurkaan Allah dan nafs dalam
pengertian “diri” dia akan menyadari bahwa sebagian besar pengalamannya dalam
merasakan Allah sebenarnya adalah pengalaman nafs seseorang, bukan Allah, oleh
karenanya Rabb hendaknya dipahami sebagai penuntun bukan penguasa.
2.
nafs
adalah pengertian diri, diartikan apabila seseorang mengetahui Tuhannya tidak
pernah kekurangan, jika dia mengetahui dirinya melalui pemusnahan nafs
negative, dia akan mengetahui Tuhannya dalam kehidupan abadi.
3.
mengacu
pada sifat-sifat nafs, maka dakwah pada tingkat intra individu (dakwah
nafsiyah) pada hakikatnya menahan nafs dari keinginan dan kecenderungan
negatifnya (Q.S. al-Najiat: 40).
Manusia
dihargai sebagai makhluk yang sanggup menaklukkan alam, namun mereka juga bisa
merosot menjadi yang paling rendah dari segala yang rendah. Dengan demikian,
dalam persfektif ini, manusia sendirilah yang harus menentukan sikap dan
menentukan nasib akhir mereka sendiri.
Sejumlah
ayat al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk dengan sejumlah karakter
yang berbeda, bahkan kadang acap kali bertentangan secara diametral; setengah
dipuji setengah dikutuk. Inilah salah satu keunikan paling penting yang
dimiliki makhluk manusia. Ia makhluk yang banyak dipuji sekaligus dicaci
sebagai biang kekacauan dan kerusakan yang terjadi diatas muka bumi.
Tetapi
mereka tidak dipuji dan dikutuk karena sifat ganda yang mereka miliki. Manusia,
dalam logika al_Quran, memiliki segala kesempurnaan yang potensial, dan manusia
harus mengarahkan kecenderungan-kecenderungan ini kea rah tindakan.
Secara
demikian, sebagaimana dikatakan Murtadho Muththari, manusialah sesungguhnya
yang harus membentuk diri mereka sendiri. Persyaratan awal untuk sampai kearah
itu adalah adanya keyakinan. Keyakinan merupakan langkah dasar menuju kealiman,
amal shaleh, dan bekerja keras di jalan Allah. Melalui keyakinanlah ilmu diubah
menjadi bermanfaat, sebagai pelawan dari perangkat yang berbahaya, pengumbar
nafsu.
Kini
jelas bahwa Khalifah Allah, yang dipujikan oleh para malaikat dan yang
berlimpahkan dengan segala kesempurnaan, adalah manusia yang berkeyakinan,
bukan manusia tanpa keyakinan. Manusia tanpa keyakinan adalah makhluk tragis
dan tidak sempurna.makhluk hidup semacam ini hanya akan menjadi serakah,
pembunuh, koruptor, manipulator dan sejumlah perilaku menyimpang lainnya.
Sejumlah
ayat dalam al-Quran dengan sangat jelas membedakan antara manusia dengan
perilaku yang terpuji dan manusia dengan perilaku yang terkutuk. Al-Quran
secara amat pedas memotret sosok manusia dengan perilaku yang disebut tadi.
Islam
memandang manusia sebagi khalifah Tuhan di atas bumi. Lebih jauh lagi, kualitas
kewakilan ini disempurnakan dengan kualitas kehambaan (‘abd Allah) dan
karenanya harus menaati-Nya. Sebagai ‘abd Allah manusia harus pasif kepada
Tuhan dan menerima berkah dan karunia yang mengalir dari dunia atas. Sebagai
khalifah Allah, manusia harus aktif di dunia, memelihara keharmonisan alam dan
menyebarluaskan berkah dan karunia.
Dalam
cara yang sama sebagaimana Tuhan memelihara dan mengasuh dunia, manusia sebagai
wakilnya juga harus mengasuh dan memelihara atmosfir dimana ia memainkan peran
sangat penting. Dalam hemat Nasr, menjadi manusia berarti menyadari tanggung
jawab yang melekat dalam status sebagai wakil Tuhan. Bahkan ketika dinyatakan
dalam al-Quran bahwa Tuhan telah menundukkan (sakhara) alam bagi manusia, ini
tidaklah berarti bahwa penaklukan alam biasanya diklaim oleh sejumlah Muslim
modern yang haus akan kekuasaan seperti yang dijanjikan ilmu pengetahuan modern
kepada mereka.
Menurut
Nasr, bahwa dominasi atas segala apa yang ada dibumi diperbolehkan bagi manusia
sejauh itu tidak bertentangan dengan hokum-hukum Allah; dan itu diperbolehkan
persis karena ia adalah wakil Tuhan di atas bumi (Khalifah Allah) dan karena
diberikan kekuasaan yang sesungguhnya milik Tuhan jua, bukan milik manusia yang
tidak lebih dari makhluk yang diciptakan untuk menjelajahi kehidupan duniawi
ini dan kembali kepada-Nya pada saat kematiannya.
B. Hakikat Umat
Umat
pada hakikatnya adalah individu insane yang berinteraksi dalam komunitas
sebagai al-Basyar yang membentuk struktur, fungsi dan peran masing-masing dalam
menjalankan fungsi keabidan dan kekhalifahan diatas dasar kebebasan,
penghambaan, kebebasan berakidah, kebebasan akal dan pendapat serta kebebasan
berkehendak yang mempunyai tanggung jawab ketuhanan.
Kebebasan
individu dalam komunitas al-Basyar akan berkaitan dengan problem kebebasan,
individual, kekuatan social, tanggung jawab individual dan social, nilai dan
norma individual dan social, hak dan kewajiban dalam upaya mencapai kebaikan dan
kebenaran hidup insane yang berinteraksi dalam komunitas al-Basyar. Pencapaian
tujuan ini hanya didapat melalui penegakkan dakwah Islam dalam berbagai
konteksnya.situasi dan kondisi ketercapaiannya tujuan itu disebut khaira ummah.
Dengan demikian, umat merupakan medan terjadinya peristiwa aktivitas dakwah
Islam diluar konteks dakwah nafsiyah (intra individu).
Komunitas
(ummah) setelah datangnya dakwah Islam kepada mereka terbagi menjadi dua
kategori, yaitu umat muslim atau umat Muhammadiyyah dan umat non muslim. Bagi
yang pertama dicirikan dengan adanya interaksi kasih saying diantara sesama,
melakukan ruku dan sujud dalam mencapai ridha Allah Swt. Berbarengan dengan itu mereka tidak terlibat dengan
perbuatan pembangkangan terhadap kebenaran (Q.S al-Fath : 29) kemudian jika
dilihat dari sisi territorial, ummah atau komunitas itu terdiri dari al-Islam
dan al-Harb.
Dalam
pandangan para sosiolog (Barat), seperti yang pernah dikatakan oleh Margaret
Thacher, masyarakat (ummah) tidak lebih dari sekumpulan individu dan keluarga.
Dengan logika ini, untuk memperbaiki masyarakat harus dilakukan dengan
melakukan perubahan pada individu dengan harapan akan banyak orang yang memulai
bergabung dengan kegiatan mereka, kemudian situasi akan menjadi lebih baik.
Dalam
perspektif dakwah, pada sejatinya masyarakat terdiri atas individu yang
didalamnya terdapat tiga komponen berikutnya yang menentukan hubungan antara
masing-masing individu tersebut, yaitu:
1.
pemikiran-pemikiran
yang paling berpengaruh yang diemban masyarakat
2.
perasaan-perasaan
yang paling berpengaruh yang di embank masyrakat
3.
system
pemerintahan yang berkuasa.
Dalam
pandangan Frederick dan al-Khathath, ketiga hal inilah yang membentuk ikatan
umum diantara individu-individu dalam masyarakat. Ikatan-ikatan atau kohesivitas
umum inilah yang membentuk perilaku individu di segala aspek kehidupan,
termasuk segala macam standar hubungan dan aktivitas yang terjadi pada system.
Sebagai ilustrasi, pernyataan tentang dari mana kita dating (min aina,
kesadaran dari ontology), apa tujuan kita didunia (fi aina, kesadaran dari
historis), dan apa yang akan terjadi setelah kita mati (ila aina, kesadaran
diri aksiologis), ketika terjawab, akan menimbulkan sebuah pemikiran umum dalam
memilih standar tindakan dalam hidup.
Bagi
kalangan muslim, standar tersebut adalah apa yang tercantum dalam al-Quran dan
Sunnah. Sekaitan dengan hal ini, Rasulullah mulia menyatakan:
Tidaklah
salah seorang diantara kamu dikatakan benar-benar beriman kepadaku sampai
kecenderungan dalam dirinya pun mengikuti apa (Islam) yang telah aku bawa.
(H.R. al-Nawawi)
Dengan
penjelasan diatas, maka menjadi jelaslah urusannya bahwa tujuan system adalah
untuk melindungi dan menyelamatkan masyarakat dari tindakan-tiondakan yang akan
dilakukan, yang diperhitungkan akan menghancurkan anggota masyarakat secara
keseluruhan. Disinilah terletak arti penting dakwah sebagai upaya penyelamatan
masyarakat dari kehancuran secara missal akibat tindakan yang boleh jadi
sebenarnya bersifat individual.
BAB VII
HAKIKAT PESAN
DAKWAH
A.
Memahami
Pesan Dakwah
1.
Arti pesan dan dakwah secara bahasa
Pesan
adalah perintah, nasehat, permintaan, amanat, yang harus dilakukan atau
disampaikan kepada orang lain.
Dakwah
secara bahasa berarti memanggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu,
perbuatan atau perkataan untuk menarik sesuatu kepada sesuatu , dan memohon dan
meminta. Dalam buku H. syukriadi sambas halaman 17.
2.
Arti
pesan dan dakwah secara istilah
Pesan
adalah sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui
proses komunikasi. Ada juga yang mengatakan bahwa pesan adalah serangkaian
isyarat/simbol yang diciptakan oleh seseorang untuk maksud tertentu dengan
harapan bahwa penyampaian isyarat/simbol itu akan berhasil dalam menimbulkan
sesuatu. Selain itu pesan dapat diartikan pernyataan yang dikode dalam bentuk
lambang-lambang atau simbol-simbol yang mempunyai arti,
Dakwah adalah merupakan perilaku muslim dalam perilaku islam
sebagai agama dakwah, yang dalam prosesnya merupakan unsur Da’i, pesan dakwah,
metode, media, mad’u dalam mencapai tujuan dakwah yang melekat dengan tujuan
islam sepanjang zaman dan dan disetiap tempat. Dan proses internalisasi,
transformasi, transmisi dan difusi ajaran islam.
3.Pesan Dakwah
Pengertian
dari dakwah sendiri adalah upaya paling efektif dalam rangka menyebarkan agama
Islam, karena melalui kegiatan dakwah, seluruh pesan-pesan syari’at disampaikan
kepada manusia. Pesan dakwah ini dalam Al-Qur’an diungkapkan dengan cara yang
beraneka ragam yang menunjukkan fungsi kandungan ajarannya. Nilainya Q.S.
An-Nahl : 125 disebut dengan sabili abbika (jalan Tuhanmu).
Pesan
dakwah dapat diartikan juga sebagai suatu ide/gagasan informasi diri,
serangkaian isyarat yang dilontarkan/disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan yang berisikan tentang ajaran untuk kebijakan/kebaikan di dunia dan
akhirat selain itu pesan dakwah dapat diartikan sebagai materi dakwah.
Dalam
pengertian tersebut mengandung 2 hal pesan dakwah antara lain :
1.
Mendorong manusia untuk berbuat kemaslahatan
2.
Menyuruh manusia untuk melaksanakan perintah agama
B. Karakter –Karakter Pesan
1.
Qaulan baligha (perkataan yang membekas pada jiwa)
Ungkapan
qaulan baligha dalam Q.S An-nisa : 63 artinya adalah komunikasi aktif merujuk pada asal katanya baligha artinya sampai
atau fashih.
y7Í´¯»s9'ré& úïÉ©9$# ãNn=÷èt ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚÌôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóÎ=t/ ÇÏÌÈ
Artinya:
“Mereka itu adalah orang-orang yang Allah
mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari
mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan
yang berbekas pada jiwa mereka”.
2.
konsep qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)
Q.S.
Thaha : 43 sampai 44, yang berarti komunikasi yang lemah lembut (Layyin)
t6yd$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ wqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã©#yè©9 ã©.xtFt ÷rr& 4Óy´øs ÇÍÍÈ
Artinya:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun,
Sesungguhnya dia Telah melampaui batas;
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".
3.
konsep qaulan Ma’rufan (perkataan yang baik)
Pengertian
ma’rufan secara etimologis adalah al-khair atau ihsan, yang berarti yang
baik-baik. Jadi qaulan ma’rufan mengandung pengertian perkataan atau ungkapan
yang pantas dan baik. Terdapat dalam Q.S. An-Nisa: 5 dan 8.
wur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# @yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ
Artinya:
“Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum Sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka
belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata
yang baik. [268] orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak
yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta
bendanya”.
#sÎ)ur u|Øym spyJó¡É)ø9$# (#qä9'ré& 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuø9$#ur ßûüÅ6»|¡yJø9$#ur Nèdqè%ãö$$sù çm÷YÏiB (#qä9qè%ur óOçlm; Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÑÈ
Artinya:
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir
kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu
[271] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. [270] kerabat di sini maksudnya : kerabat yang
tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka. [271] pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih
dari sepertiga harta warisan”.
Semuanya
mengacu pada kata-kata yang ma’ruf. Dalam kaitannya dengan kegiatan dakwah
indikator dari qaulan baligha, ma’rufan dan layyinan mencakup penyampaian
pesan-pesan dakwah oleh da’i :
a.
Secara
tepat sasaran dan lurus tidak bertele-tele
b.
Secara
benar dan jujur, tidak mengandung kebohongan
c.
Lugas
dan tegas dalam melarang sesuatu (bernahi mungkar) tanpa bersikap kasar dan
melukai hati mad’u.
d.
Bersikap
ramah dalam memerintahkan kepada kebajikan atau menasehati.
C. Hakikat Pesan Dakwah
1.
Sumber utama ajaran islam
Sebagai
Sumber utama ajaran islam sebagai pesan dakwah adalah al-qur’an itu sendiri,
yang memiliki maksud spesifik. terdapat sepuluh maksud pesan al-qur’an sebagai
sumber utama islam yaitu:
a. Menjelaskan hakikat tiga rukun agama islam, yaitu iman, islam dan ihsan, yang telah didakwahkan oleh para
rasul dan nabi.
b. Menjelaskan segala sesuatu yang belum
diketahui manusia tentang hakikat kenabian, risalah dan tugas para rasul Allah.
c.
Menyempurnakan
aspek psikologis manusia secara inividu, kelompok dan masyarakat.
d. Mereforasi kehidupan social
kemasyarakatan dan social politik diatas dasar kesatuan nilai kedamaian dan
keselamatan dalam agama.
e.
Mengokohkan
keistimewaan universalitas ajaran islam dalam pembentukan kepribadian melalui
kewajiban dan larangan.
f.
Menjelaskan
hukum islam tentang kehidupan politik negara.
g.
Membimbing
penggunaaan urusan harta.
h. Mereformasi system peperangan guna
mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi.
i.
Menjamin
dan memberikan kedudukan yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam
beragama dan berbudaya.
j.
Membebaskan
perbudakan. (jejak langkah dan pemikiran baru dakwah KH. Syukriadi sambas, M.
Si halaman 168)
2. Konsep
ad-dinul islam
Petunjuk
hidup yang diberikan Alah kepada manusia berupa Ad-Dinul Islam yang
sering disamakan dengan agama Islam. Ada orang yang berpendapat bahwa kata
agama berasal dari sansakerta yaitu “a”dan “gama”. “a”
artinya tidak, dan “gama” artinya kacau, jadi kata agama berarti tidak
kacau. Istilah agama yang disandingkan dengan Islam sehingga disamakan dengan
istilah ad-din Islam, sebenarnya salah namun kaprah, sebab baik secara
filologis dan terminologis tidak benar, namun penyebutan Islam sebagai agama
sudah biasa dikemukakan dalam masyarakat maupun dalam dokumen resmi pemerintah.
Sebenarnya
Islam adalah ad-din seperti dinyatakan Allah dalam Q.S. Ali Imran :19
¨bÎ) úïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# úïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# wÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3t ÏM»t$t«Î/ «!$# cÎ*sù ©!$# ßìÎ| É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya:
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi
Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al
Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian
(yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah
Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. [189] maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan
sebelum Al Quran”.
Karena
itu pengertian ad-din adalah, “peraturan ketuhanan yang mengantarkan
manusia, dengan usahanya sendiri menuju kebahagiaan hidup di dunia dan
kesejahteraan di akhirat”. Ad-din bukan kebudayaan atau hasil cipta
karsa dan rasa manusia melainkan ciptaan Allah SWT. Adapun agama merupakan
istilah untuk menunjukkan hasil pikiran dan perasaan serta karya manusia.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama berbeda dengan ad-din.
Sejarah
perubahan istilah, secara historis ada proses yang panjang mengapa ad-dinul
Islam kemudian disebut agama Islam. Yaitu ketika para dai belum mempunyai
istilah yang tepat untuk memperkenalkan nama ajaran yang dibawanya (Islam)
yang mudah dipahami oleh masyarakat.
Dengan mengacu kepada prinsip hikmah dalam berdakwah, para dai menggunakan
istilah yang sudah dipahami masyarakat di berbagai tempat yaitu agama. Pada
akhirnya dipakailah penggunaan istilah agama Islam untuk menunjuk kepada ad-dinul
Islam.
3. Substansi
isi pesan
Substansi
ad-dinul Islam, diantaranya :
1.
Islam
dan manusia
Merupakan
gabungan antara Islam dan manusia, hal ini untuk menegaskan bahwa struktur ad-dinul
Islam, sebagai petunjuk hidup bagi manusia, sesuai dengan struktur kejadian
manusia, dan ia harus “islam” atau patuh terhadap petunjuk hidup tersebut.
2.
Aspek
batin dan lahir
Menunjukkan
bahwa ajaran Islam mencakup aspek batin dan lahir, ajaran yang lebih
berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan ruhani dan pemenuhan kebutuhan jasmani
manusia. Hal ini tentu sesuai dengan strukutur khilqah atau kejadian
manusia yang terdiri dari aspek ruhani dan jasmani, ruh dan jasad.
3.
Iman
dan akhlak
Aspek
batin dalam Islam terdiri dari ajaran tentang iman dan akhlak. Ada dua hal yang
penting :
a.
Iman
dan akhlak (kepercayaan dan budi pekerti) ada pada seseorang bukan sebuah
kebetulan atau sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, namun melalui proses yang
panjang. Iman dan akhlak butuh ilmu pengetahuan dan ujian. Hal ini sesuai
dengan ajaran Islam yang antidogmatisme. Sebaliknya Islam mendorong manusia
agar beriman atau percaya kepada Allah berdasarkan ilmu dan filsafat ketuhanan,
filsafat yang mempertanyakan secara radikal tentang apa, siapa dan bagaimana
Tuhan.
Demikian
juga dalam berakhlak, manusia juga harus mendasarkan diri kepada ilmu
pengetahuan. Dalam islam berakhlak mulia harus menjadi kesadaran dan diniatkan
untuk memperoleh ridha Allah, bukan untuk memperoleh pujian sesama manusia,
walaupun dampak akhlak mulia dapat dirasakan oleh orang lain.
b.
Iman
dan akhlak berinterdependensi (saling bergantung atau berpengaruh). Kualitas
iman seseorang mempengaruhi kualitas akhlaknya, semakin baik imannya maka
semakin baik pula akhlaknya. Akhlak merupakan cerminan dari keimanan seseorang.
Rasulullah bersabda yang artinya “orang mukmin yang paling sempurna imannya
adalah yang paling baik akhlaknya” (Riwayat Tirmidzi).
Dengan
demikian iman seseorang tidak sempurna, dan fungsional jika akhlaknya jelek,
walaupun dalam beriman sudah menggunakan ilmu dan filsafat. Sebaliknya akhlak
mulia seseorang tidak sempurna bahkan tidak bermakna apa-apa jika tidak
didasarkan atas iman dan tidak memberi efek bagi peningkatan iman. Sangat
mungkin terjadi, orang nampak berakhlak mulia namun niat dan tujuannya hanya
untuk mengumbar nafsu hewaninya seperti untuk memperoleh pujian dan sanjungan
orang lain dan untuk menipu.
4.
Mu’amalah
ma’al khaliqi dan mu’amalah ma’al khalqi
mu’amalah
jenis pertama merupakan ajaran Islam tentang amal kebaktian kepada Allah secara
langsung, sedangkan mu’amalah jenis kedua merupakan ajaran Islam tentang amal
kebajikan dengan berbuat kebajikan antara sesama manusia.
a. Mu’amalah ma’al khaliqi hanya sah jika memenuhi aturan hukum
tentang kebaktian kepada Allah secara langsung. Misalnya mendirikan shalat,
zakat, shaum, dan haji hanya sah jika orang memenuhi syarat-rukun
pelaksanaannya.
b. Mu’amalah ma’al khalqi hanya sah jika orang memenuhi aturan
hukum kebajikan sesama manusia, yaitu niat untuk beribadah kepada Allah dan memenuhi
syarat pengetahuan, keterampilan atau keahlian dibidangnya, misalnya pemberian
pertolongan dengan memberi obat kepada orang sakit jika diniatkan karena Allah,
hal itu menjadi amal kebaktian kepada Allah dan kebajikan sesama manusia.
c.
Mu’amalah berinterdependensi. Misalnya pendirian
shalat (mu’amalah ma’al khaliqi) tidak sempurna dan tak berfungsi
apa-apa jika seseorang tidak berbuat kebajikan sesama manusia (mu’amalah
ma’al khalqi).
Dengan
demikian mu’amalah ma’al khaliqi harus memiliki dampak terhadap mu’amalah ma’al
khalqi. Shalat, zakat, shaum dan haji misalnya harus berdampak terhadap
kehidupan manusia, baik dibidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Ankabut : 45
4. Karakteristik
umum ad-din.
Dari
keseluruhan substansi ad-din memperlihatkan bahwa Islam adalah ad-din
yang sempurna dan karena Allah merelakannya sebagai ad-din yang menjadi
petunjuk hidup bagi manusia. Sebagai ad-din yang sempurna ajaran Islam
mencakup berbagai kebutuhan hidup
manusia itu sendiri yaitu kebutuhan ruhani dan jasmani.
Manusia
yang dikarunia petunjukNya, ad-dinul Islam bukan hanya umat Muhammad,
melainkan umat tiap rasul, mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Isa. Tiap rasul
memang bertugas menyampaikan ad-din Islam kepada manusia, mereka
dilengkapi dengan Kitab Suci, dan khusus Al-Qur’an merupakan Kitab terakhir
yang berlaku sampai hari kiamat. Allah menegaskan dalam Q.S. Ali Imran :19 yang
artinya “Sesungguhnya ad-din, petunjuk hidup bagi manusia, disisi Allah
adalah Islam”.
Sebagaimana
halnya dengan struktur khilqah manusia, struktur ad-dinul Islam tidak
berubah mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad yaitu struktur ajaran yang sesuai
dengan struktur khilqah manusia. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dari ketiga
aspek yaitu prinsip, komposisi, dan dinamika :
1.
Secara
prinsip ad-dinul Islam mengajarkan agar manusia menyembah kepada Allah
sesuai dengan Perjanjian Ketuhanan yang pernah dilakukan.
2.
Komposisi
ajarannya terdiri dari aspek batin-lahir sesuai dengan komposisi khilqah
manusia terdiri dari ruhani-jasmani, ruh-jasad.
3.
Dinamika
ajarannya adalah aspek batin (tentang iman dan akhlak) menjiwai aspek lahir
(tentang mu’amalah), hal ini sesuai dengan unsur ruh manusia sebagai
penggerak jasadnya, sebaliknya ajaran aspek lahir (mu’amalah) merupakan
refleksi aspek batin (keimanan dan akhlak), hal ini sesuai dengan unsure jasad
manusia sebagai refleksi dari ruhnya.
5. Pendekatan
filosofis sebagai pesan dakwah
Murtadha
muthahari (1991) dalam buku Drs. KH. Syukriadi Sambas, M.Si mengemukakan karakteristik filosofis
pandangan dunia islam sebagai pesan dakwah yang dirumuskan dalam
proposisi-proposisi sebagai berikut:
1.
Alam
semesta ini memiliki sifat ilahi (divini nature)
2.
Alam
semesta yang realitasnya tergantung padanya, dan yang diciptakan dalam
zat-zatnya, juga diciptakan dalam artian temporal
3.
Alam
semesta mempunyai tabiat kembali kepadanya
4.
Alam
semesta adalah suatu sistemsebab-akibat yang ketat.
5.
Sistem
sebab akibat tidak terbatas pada sebab dan akibat yang bersifat psikologi saja.
6.
Alam
semesta adalah suatu realitas yang terbimbing dan perkembangan alam semeta
adalah yang terbimbing.
7.
Dunia
mengandung kebaikan dan kejahatan, keserasian dan ketidak serasian, kemurahan
dan kekikiran, cahaya dan kegelpan, gerakan dan diam, tetapi kebaikan,
keserasian, kemurahan hati, cahaya dan gerakan mempunyai eksistensi yang asli,
sementara kejahatan, kontradiksi, kekikiran, kegelapan dan diam, mempunyai
eksistensi yang berisfat parasitis dan sub ordinat. Namun eksistensi yang
parasitis dan sub ordinat itu memainkan peranan yang sangat penting dalam menciptakan
kebaikan, keserasian, kemurahanb hati, gerakan dan perkembangan.
8.
Alam
semesta, bumi dan langit dibangun eksis dengan adil (Q.S al-ahqaf:3)
9.
Kehendak
ilahi menggariskan akhir kebenaran kebatiln (Q. S al shafat:171-173)
(K.H. Syukriadi sambas, Msi. Filsafat
dakwah halaman 57)
6. Cara
pandang islam sebagai pesan dakawah
Selanjutnya murtadha murthahari (1991)
mencari karakteristik utama idiologi islam sebagai pesan dakwah ini kedalam
proposi-proposi berikut:
1.Salah satu kelebihan islam dari agama-agama lain. Atau lebih
tepatnya, salah satu kelebihan agama tuhan dalam bentuknya yang serba meliput
dari bentuk-bentuknya yang sebelumnya adalah kelengkapannya.
2.Amar ma’ruf nahi munkar bersumber dari tanggung jawab social
3.Prinsip musyawarah dalam membuat keputusan
4.Menentang ketidak masukakalan
5.Kewajiban membela hak-hak masyarakat, baik hak individu
maupun hak social dan melawan aggressor (Q.S al-nisa:148)
6.Mengusahakan perbaikan dan terus menerus memerangi kejahatan
7.Tauhid landasan teori dan praktik berfikir dan berperilaku
(K.H syukriadi sambas, M. Si. Halaman 60)
BAB VIII
HAKIKAT MASYARAKAT ATAU UMAT MENURUT FILSAFAT DAKWAH
A. Pengertian
masyarakat atau umat dalam filsafat dakwah
Dalam
konteks kemanusiaan, masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya dengan
tujuan saling menguatkan, saling menolong, dan saling menyempurnakan. Konsep
silaturahmi yang dimulai dari orang-orang terdekat baik secara genetis maupun
secara geografis hingga orang-orang terjauh, menunjukan betapa pentingnya
kebermasyarakatan atau hidup bermayarakat. Masyarakat atau society juga berarti
komunitas yang beradab. [1]
Dengan
demikian dalam masyarakat terkandung makna komunitas, sistem organisasi,
peradaban dan silaturahmi. Lantas apa yang sesungguhnya yang dinamakan sebagai
masyarakat atau umat islam. Arti masyarakat islam dengan mengadopsi definisi
dari masyarakat dan Gillin & Gillin, adalah kelompok manusia yang mempunyai
kebiasan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan agama
yakni agama islam
Dalam
kajian sosiologi, masyarakat islam dibedakan dari segi identitas keagamaan
masyarakat serta tradisi agama islam yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat.(dalam buku Agus Efendi 1993 hal 143)[2]
Agak
berbeda dari pengertian msyarakat islam tadi adalah apa yang dikemukakan oleh
Ali Syari’ati. Tampaknya syari’ati lebih senang menggunakan ternm ummah untuk
menstubtisusi terminologi masyarakat islam. Bagi Syari’ati (ummah dan Imammah,
1993 : 38)[3]
ummah adalah tidak lain adalah masyarakat yang hijrah,yang satu sama lain
saling membantu agar bisa bergerak menuju tujuan yang mereka cita-citakan.
Dalam
pengertian yang lebih generik, ummah dipandang sebagai persaudaraan islam,
seluruh masyarakat muslim. yang memperhatikan kaum muslim sebagai satu
kesatuan adalah kesamaan pandangan dunia
(din). Yang didasarkan kepada sebuah gagasan universal ( tauhid) dan sejumlah
tujuan bersama mencari keadilan (‘adl) dan ilmu (‘ilm) dalam upaya memenuhi
kewajiban sebagai pembinaan amanah (khalifah)
Tuhan.
Agak
berbeda dengan syari’ati, dalam buku pengembangan masyarakat islam,Abdullah
nasheef (1992 : 116) menterjemahkan ummah sebagai bangsa atau komunitas.
Seseorang dalam hemat nasheef, harus hidup dalam komunitas, tidak dapat hidup
seorang diri. Ummah dipandang sebagai komunitas orang yang percaya kepada Tuhan
yang menciptakan mereka, memelihara mereka membahagiakan mereka, dan meberi
mereka tuntunan dan kebutuhan hidup mereka. Menurut Nasheef, komunitas islam ini
harus hidup menurut islam. Mereka itu bukan sekedar percaya kepada Tuhan dalam
hati, melainkan harus mengekspresikannnya dalam tindakan, baik secara
individual maupun kolektif, karena islam bukan sekedar agama, namun juga jalan
hidup. Islam adalah jalan yang menghubungkan anggota komunitas-komunitas dengan
komunitas-komunitas lain di sekitarnya.
Dalam
pandangan Nasheef, siapapun yang percaya kepada Tuhan adalah anggota komunitas
islam (ummah). Ia tidak dapat disamakan dengan sebuah suku atau komunitas kecil.
Nilai-nilai
islam yang menjadi dasar ummah
senantiasa mendorong orang untuk berprilaku dan bersifat positif : jujur, Tidak
bohong, adil, tidak ingkar janji, tidak berlaku jahat, tidak agresif dan lain sebagainya.
Secara
demikian, ke-ummah-an diekspresikan bukan
hanya dalam makna spiritual dan ritual, namun juga dalam tindakan
praktis. Bahkan, dalam hemat Nasheef, justru tindakan praktislah yang
mencirikan ummah karena kita tidak bisa menilai seseorang kecuali setelah bertindak dan di uji.
Singkatnya,
dalam perspektif syari’ati dan Abdullah Nasheef dalam buku pengembangan
masyarakat islam, ummah adalah sebuah istilah yang dinamis dan progresif.
Karena, unsur paling telak dari ummah tidak lain adalah gerak. Bagi Syari’ati
term ini memiliki keistimewaan dibandingkan dengan istilah dibawah ini yang
sejenis.
1.
Nation,
yaitu kolompok masyarakat yang di ikat oleh kekerabatan, kesatuan darah, dan
ras.
2.
Qobilah
yakni sekumpulan individu manusia yang memilih tujuan kiblat yang satu dalam
hidup mereka.
3.
Qaum,
yakni kelompok yang dibangun atas dasar menegakan individu dengan berserikat,
kesatu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
4.
Sya’b,
yakni masyarakat yang menjadi cabang dari masyarakat lainnya,
5.
Thabaqah,
yakni sekelompok menusia yang memilki kehidupan, pekerjaan dan pendapatan yang
mirip bahkan sama.
6.
Mujtama’
atau jamiah, yakni perkumpulan anak manusia disatu tempat
7.
Thaifah
yakni perkumpulan manusia mengitari satu poros tertentu atau mengelilingi zona
tertentu.
8.
Race
yakni sekelompok individu yang mirip dan berserikat dalam cirri-ciri khas
jasmani, seperti : postur, warna kulit dan darah.
9.
Masse
atau jumfur atau tudeh, yakni sekelompok individu yang tersebar di area
tertentu.
10.
People
yakni sekelompok individu manusia yang menempati suatu kawasan tertentu dan
menetap.
Kalau
kita setuju pada masyarakat islam atau ummat islam, berarti kita mengesahkan
suatu satuan sosial primodial. Umat islam dalam hemat Emha (1994 : 223) dalam
buku pengembangan masyarakat islam menyebutkan umat islam adalah suatu lingkar
komunitas yang dipersatukan oleh kesamaan komitmen : minimal iman dan aqidah,
dan maksimal teologis dan ediologis.
Terlepas
dari berbagai kemusykilan yang dikemukakan oleh Emha tadi, trampaknya pemahaman
terhadap terma masyarakat islam atau ummah dalam terminology syari’ati dan
dapat dipahami dalam dua sisi yakni masyarakat islam secara konseptual dan
masyarakat islam secara faktual. Secara konseptual, masyarakat islam adalah
masyarakat ideal yang hendak diwujudkan dengan berpedoman pada
petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan sunnah rasul. Secara faktual masyarakat islam
didefinisikan sebagai masyarakat secara nyata ada dalam suatu kelompok manusia
yang beragama islam dengan indikasi yang diberikan oleh Gillin & Gillin
diatas yakni memiliki kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama seperti
halnya masyarakat islam yang menjadi mayoritas penghuni bangsa ini.
Tampaknya,
pandangan islam tentang masyarakat adalah positif dan opimistik.Islam melihat
dunia ini sebagai arena aktualisai aktifitas kemanusiaan, sebagai khalifah.
Peran kekhalifan manusia nilainya ditentukan oleh kualitas peranan yang
dimainkannya di tengah tengah masyarakat.
Dengan
demikian, amat bisa dipahami kalau Al-Quran sebagai kitab dakwah acapkali
menggandengkan kata “iman”dengan”amal saleh”atau prestasi kerja dalam
terminologi modern. Amal saleh, dengan demikian dapat dipandang sebagai misi
hidup setia hamba Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat.
Alas
dasar konsep masyarakat Islam agaknya
diletakan diatas prinsip keseimbangan atau harmoni, sebagai pandangan dasar
islam terhadap mahluk. Keseimbangan berarti hubungan yang harmonis antara
dimensi vertical dan horizontal,individual, dan sosial.kedua dimensi ini
merupakan dimensi yang utuh, tidak bisa dipisah-pisahkan, walaupun bisa
dibedakan.Keduanya memotivasi peran individu dan sosial yang disandang manusia
sebagai khalifah. Pada gilirannya, dimensi ini melahirkan derivasi
prinsip-prinsip dasar masyarakat Islam,yakni persamaan (musawah),persaudaraan
(ukhwah)dan kerja sama (ta’awun).
B. Kedudukan
dan peran masyarakat dalam filsafat dakwah
1. Kedudukan
masyarakat
Kedudukan
diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu klelompok
social.Kedudukan social artinya adalah tempat seseorng secara umum dalam
masyarakatnya sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan peergaulannya,
prestisenya, dan hak-hak serta kewajibannya.
Secara
abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu dengan
demikian, seseorang mempunyai beberapa kedudukan karena seseorang biasanya ikut
serta dalam berbagai pola kehidupan. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua
macam kedudukan yaitu sebagai berikut.
a.
Ascribed
status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan
perbedaan-perbedaan rohaninya, dan kemampuan. Misalnya anak seorang bangsawan
adalah bangsawan pula
b.
Achieved
status adalah kedudukan yang di capai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang
disengaja, kedudukan ini tidak dicapai atas dasar kelahiran misalnya, setiap
orang dapat menjadi hakim asalkam memenuhi persyaratan tertentu.[4]
Selain dari pada itu kedudukan masyarakat yaitu sebagai
objek dakwah atau sasaran dakwah meliputi masyarakat yang dilihat dari beberapa
segi diantaranya:
1.
Sasaran
yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa
masyarakat terasing, pedesaan,kota besar dan kecil serta masyarakat didaerah
marginal dari kota besar.
2.
Sasaran
yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan
berupa masyarakat pemerintah dan keluarga.
3.
Sasaran
yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiokultural berupa golongan
priyai, abangan dan santri.
4.
Sasaran
yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia
berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5.
Saran
dan berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional (
profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, dll
6.
Sasaran
yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial
ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
7.
Sasaran
yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari jenis kelamin berupa golongan
pria dan wanita.[5]
2. Peranan
Masyarakat
Perbedaan antara kedudukan dengan peranaan adalah untuk
kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu
tergantung pada yang lain juga sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan,
atau keduduklan tanpa peranan. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur
prilaku seseorang. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis
yang menunjukan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peranan mencakup
tiga hal yaitu;
1.
Peranan
meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan posisi atau tempat seseorang
dalam masyarakat
2.
Peranan
merupakan satu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam
masyarakat, sebagai organisasi.
3.
Sebagai
prilaku individu yang penting bagi struktur masyarakat [6]
a.
Hakikat
masyarakat atau ummat dalam filsafat dakwah
Term
umat dijelaskan oleh al-quran sebanyak 80 kali.[7]
Umat pada hakikatnya adalah individu insan yang berinteraksi dalam komunitas
sebagai al-basyar, yang membentuk struktur, fungsi dan peran masing-masing
dalam menjalankan fungsi keabidan dan kekhalifahan diatas dasar kebebasan,
penghambaan, kebebasan beakidah, kebebasan akal dan pendapat serta kebebasan
beakidah.
Kebebasan
individu dalam komunitas al-basyar akan berkaitan dengan problem kebebasan,
individual, kekuatan sosial, tangguang jawab individual dan sosial hak an
kewajiban dalam upaya mencapai kebaikan dan kebenaran hidup insan yangb
berinteraksi dalam komunitas al-basyar.
Pencapaian
tujuan ini hanya didapat dari penegakan dakwah islam dalam berbagai konteksnya.
Situasi dan kondisi ketercapaian tujuan itu disebut khairo ummah. Dengan
demikian, umat merupakan medan terjadinya peristiwa aktivitas dakwah islam
diluar konteks dakwah nafsiyah ( intraindividu).
Komunitas
umah setelah datangnya dakwah islam kepada mereka terbagi menjadi kategori,
yaitu umat muslim atau umat Muhammadiyah dan umat non-muslim. Jika dilihat dari
sisi teroterial, ummah atau komunitas itu terdiri dari al-islam dan al-harb.
Dalam
pandangan para sosiolog ( barat) seperti apa yang pernah dikatakan oleh
Margaret Thacher dalam buku sukriadi sambas masyarakat atau umat tidak lebih
dari sekumpulan individu dan keluarga. Dengan logika ini untuk memperbaiki
masyarakat harus dilakukan dengan melakukan perubahan pada individu dengan
harapan akan banyak orang yang memulai bergabung dengan kegiatan mereka,
kemudian situasi akan lebih baik.[8]
Dalam
perspektif dakwah, pada sejatinya masyarakat terdiri atas individu yang
didalamnya terdapat tiga komponen berikutnya yang menentukan hubungan antara
masing-masing individu tersebut yaitu:
1.
Pemikiran-pemikiran
yang paling berpengaruh yang diemban masyarakat.
2.
Perasaan-perasaan
yang paling berpengaruh yang diemban oleh masyarakat.
3.
System
pemerintahan yang berkuasa.
Dalam pandangan Frederick dan al-khathath
dalam buku sukriadi sambas menyatakan ketiga hal diatas inilah yang membentuk
ikatan umum diantara individu-individu dalam masyarakat. Ikatan-ikatan atau
kohesivitas umum inilah yang membentuk perilaku individu disegala aspek
kehidupan, termasuk segala macam standar hubungan dan aktivitas yang terjadi
pada sistem. Sebagai ilustrasi, pernyataan tentang dari mana kita datang, apa
tujuan kita didunia ini, dan apa yang akan terjadi setelah kita mati, ketika
terjawab, akan menimbulkan sebuah pemikiran umum dalam memilih standar tindakan
dalam hidup.
Perasaan-
perasaan umum secara luas sangat ditentukan oleh pemikiran- pemikiran umum yang
dipegang dan dipercayai oleh sekelompok individu. Secara demikian dalam
masyarakat islam, perasaan suka dan tidak suka, tabu dan tidak tabuakan
diwarnai oleh al-quran dan as-sunah sebagai rujukan yang otentik yang mereka
yakini dan mereka pegang. Perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran umum
tersebut oleh sosiolog didefinisikan sebagai opini umum.
Dengan
demikian maka jelaslah bahwa tujuan sistem adalah untuk melindungi dan
menyelamatkan masyarakat dari tindakan-tindkan yang akan dilakukan, yang
diperhitungkan akan menghancurkan anggota masyarakat secara keseluruhan. Di
sinilah terletak arti penting dakwah sebagai upaya penyelamatan masyarakat dari
kehancuran secara massal akibat tindakan yang boleh jadi sebenarnya bersifat
individual.
BAB IX
HAKIKAT
STRUKTUR DAN FUNGSI DAKWAH SEBAGAI SEBUAH SISTEM
A. Hakikat Fungsi dakwah.
Hakikat
adalah keadaan yang sebenarnya, sesungguhnya, kebenaran[9]
Fungsi adalah jabatan, kedudukan, peranan, guna,
kegunaan dan manfaat.[10]
Dakwah adalah peraturan-peraturan yang
mengajak kepada kebaikan, mencegah kepada kemungkaran, yang melibatkan aspek theorisentris
dan aspek antroposentris, dimana memiliki
unsur – unsur dakwah yaitu da’i, pesan, metode, media dan mad’u[11]
Dengan demikian
hakikat fungsi dakwah adalah keadaan yang sesungguhnya tentang manfaat dari
peraturan-peraturan yang mengajak kepada kebaikan, mencegah kepada kemungkaran
yang melibatkan usur-unsur di dalamnya.Adapun fungsi dakwah islam dengan mengacu kepada kitab al-Qur’an sebagai
kitab dakwah, antara lain :
1.
Merupakan upaya mengeluarkan manusia dari kegelapan, surat al-Baqarah (2) : 257)
Manusia
memiliki sifat-sifat utama (berakal) sekaligus memiliki napsu, yaitu napsu
mutmainah (tenang), napsu malhamah, napsu lawamah (napsu yang belum sempurna,
selalu melawan kejahatan tapi suatu saat melakukan kejahatan yang disesalinya)
dan napsu amarah (mendorong berbuat kejahatan). Dengan demikian
perlu kiranya dakwah itu sendiri, karena manusia diberikan potensi napsu yang
terkadang merusak bagi dirinya dan orang lain
2.
Upaya menegakan fitrah insaniyah
(Q.S. al-Rum (30)
: 30)
Fitrah insaniyah disini mengandung mengandung arti
Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak
beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Sehingga peran dakwah
disini sangatlah jelas, jika tidak ada dakwah maka fitrah insaniyah tidak akan
tercapai.
3.
Mengestapetakan tugas kenabian dan kerosulan (Q.S al-Hasyr (59) : 7)
Manusia itu sendiri merupakan khalifah di muka bumi,
tapi terkadang ada beberapa manusia yang bersipat merusak. Dengan demikian
perlu kiranya ada orang yang mengajak kepada kebaikan. Salah satunya adalah
nabi dan rasul, peran tersebut akan terasa sulit jika tidak adanya dakwah.
4.
Perjuangan menegakan ilham taqwa atas ilham fujur.
Manusia
itu sendiri diberikan Ilham taqwa dan ilham fujur, ilham taqwa adalah petunjuk
kepada kebaikan, sedangkan ilham fujur sebaliknya. Allah telah
memberikan potensi kepada manusia mau baik atau jahat. Dengan adanya dakwah ini
ilham taqwa dapat ditegakan, karena dakwah berisi tentang ajakan kepada
kebaikan sehingga bisa menetralisir pemikiran manusia atas potensi jahat.
B. Hakikat struktur dakwah
Struktur adalah
susunan atau bangunan[12]
Dengan
demikian dapat dibuat sebuah pengertian bahwa hakikat struktur dakwah adalah
keadaan yang sebenarnya tentang susunan dakwah itu sendiri
Dakwah jika
dilihat dari segi pelakunya dakwah terdiri dari (a) dakwah Allah (b) dakwah
nabi (c) dakwah umat nabi (d) dakwah syaitan. Berikut penjelasan dan
masing-masing dakwah tersebut
1.
Dakwah Allah
Dakwah Allah
dijelaskan dalam Q.s Yunus :25 dan al-ahzab , 33
ª!$#ur (#þqããôt 4n<Î) Í#y ÉO»n=¡¡9$# Ïökuur `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuÅÀ 8LìÉ)tFó¡B ÇËÎÈ
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan
menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam) (Q.s.Yunus
:25)
Mengacu pada
ayat tersebut dapat ditemukan prinsip-prinsip ilahiyah:
a. Dakwah allah bersifat tanazuli (vertical)
Dakwah itu
sendiri ada yang hablu mina Allah (vertical), hablu mina nas dan hablu minal
alam (horizontal). Dakwah Allah bersifat vertical karena hubungannya bisa
menggunakan malaikat jibril dan muqorobin atau langsung tanpa perantara.
b. Pesan dakwah Allah berupa shirath mustaqim
(jalan kehidupan yang lurus)
c. Tujuan dakwah allah adalah dar as-salam
(situasi dan kondisi yang damai dan selamat)
d. Metode dakwah allah adalah metode hidayah dan
Prinsip-prinsip ini dapat distrukturkan dalam bagan berikut:
Allah swt
Malak
jibril
Malak muqqarab
Shirath
Mustaqim
Respon hidayah
Positif
Negative
Makhluk
Manusia
Dar al-salam
Bagan
1: Struktur dakwah ilahiyah
Bentuk
aktualisasi metode hidayah Allah, menurut Ibn al-Qayim (1988) terdapat 10 macam
atau peringkat (martabat), yaitu:
1.
Berfirman
langsung kepada hamba-Nya dalam keadaan bangun tanpa perantara (Q.S. 4:163;
7:142, 143; 43:51).
2.
Wahyu
khusus kepada para nabi (Q.S.4:126)
3.
Mengutus
malaikat kepada manusia yang dipilih menjadi rasul-Nya (Q.S. 97:1-5).
4.
Memberikan
kemampuan ketajaman pemahaman tentang segala persoalan melalui daya nalar (al-ifham) (Q.S. 21:78,79)
5.
Memberikan
penjelasan umum tentang kebenaran melalui bukti-bukti fenomena hukum alam yang teramati (al-Ayat al-Masyhudah al-Maiyah) dan
penuturan symbol bahasa (al-Masmu’ah
al-Matluwah) (Q.S. 14:4)
6.
Memberikan
penjelasan khusus melalui pemberian kemampuan penyesuaian perilaku diri dengan
ajaran (Q.S. 16:28,37,56).
7.
Memperdengarkan
sesuatu kepada potensi pendengaran telinga, hati, dan dhamir manusia (Q.S. 35:22)
8.
Memberikan
inspirasi dan intuisi tanpa didahului oleh usaha manusia untuk memperolehnya (al-ilham) (Q.S. 91:7-8)
9.
Mentransmisikan
informasi melalui mimpi yang valid (al-ru’yah
al-shadiqah).
2.
Dakwah nabi dan
rasul
Nabi Adalah orang yang dipilih Allah menerima wahyu
dan tidak ada kewajiban untuk menyampaikan kepada orang lain, Sedangkan rasul
adalah orang yang menerima wahyu dan harus disampaikan kepada umatnya
Dakwah
Nabi dan Rasul Allah, adanya dakwah ini diinformasikan di dalam al-Quran,
antara lain Q.S Al-Ahzab, 33:45-46, Al-Nahl, 16:44, dan al-Jum’ah, 62:2.
Mengacu pada kandungan dan isyarah ayat-ayat ini, maka dapat diturunkan
prinsip-prinsip dakwah nabi dan rasul sebagai berikut:
a.
Pesan
nubuwah dan risalah disampaikan kepada manusia melalui metode:
1. tasyhid, pembuktian dengan argumentasi dan
pembuatan,
2. tabsyir, pemberian informasi gembira (rewards),
3. inzar, pemberian inforamasi peringatan dan
siksaan (punishment) bagi pembangkang
atas pesan nubuwah dan risalah, dakwah, seruan dan ajakan,
4. siraja
munira,
penyuluhan dan penerangan,
5. tilawah, membacakan,
6. tazkiah, membersihkan jiwa dan nafs negatif,
7. ta’lim, memberikan pengajaran,
8. kitabah, menuliskan pesan,
9. hikmah, menempatkan berbagai persoalan sesuai
peran, fungsi dan tempatnya,
10. tabyin, penjelasan dengan lisan dan
perbuatan.
b.
Media
yang digunakan guna menyalurkan pesan nubuwah
dan risalah adalah bahasa lisan dan
tulisan dari instrument lisan dan amal badan;
c.
Mad’u
penerima pesan nubuwah dan risalah adalah individu, keluarga,
kelompok, dan komunitas;
d.
Respons
mad’u terhadap nabi, rasul dan pesan ada yang menerima (sami’na wa atha’na) dan ada yang menolak (sami’na wa’ashaina).
e.
Beberapa nabi dan rasul dalam
dakwahnya
Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan sebagian
nabi dan rasul dalam dakwahnya, yaitu:
1. Nabi nuh
Nuh
a.s. tetap mendakwahi dan mendebat kaumnya dengan ulet dan sabar. Nuh
mencurahkan kepedulian kepada mereka dengan tutur kata yang lembut. Nuh tidak
putus asa mengajak mereka untuk beriman. Bahkan, Nuh menggunakan beragam metode
dakwah. Nuh mendakwahi mereka siang dan malam. Sembunyi-sembunyi dan
terang-terangan. Jika melihat peluang dakwah di malam hari, beliau lakukan
dakwah di malam hari. Bila ada peluang dakwah secara terang-terangan, beliau
menyampaikan dakwah secara terang-terangan.
Nuh
menggiring nalar pemikiran mereka untuk mencerna rahasia alam raya, memikirkan
keindahan semesta alam. Nuh menerangkan fenomena malam yang berangsur gulita.
Langit yang menghampar penuh bintang. Bulan yang bersinar. Matahari yang
memberikan cahaya. Bumi yang mengalir disela-selanya sungai-sungai dan
menumbuhkan beragam tanaman. Semua itu ia terangkan dengan sangat fasih. Ia
berbicara dengan dalil yang kuat. Ia menerangkan hakekat Tuhan Yang Satu. Tuhan
Yang Kekuasaan-Nya tidak terbatas dan sangat mengagumkan. (Nuh: 14-20).
Demikian
Nabi Nuh mendekati dan meyakinkan kaumnya. Dari usaha yang tidak kenal lelah
itu, berimanlah sedikit orang dari kaumnya. Mereka menyambut dakwah Nuh a.s.
Mereka membenarkan risalahnya. Mereka terdiri dari kaum yang lemah dan tak
berpunya.
2. Nabi Ibrahim
Nabi ibrohim adalah seorang yang hanif, dimana makna hanifiyah adalah beribadah
dengan mengikhlaskan agama kepada Allah. Ibadah memiliki asal makna merendah
dan menundukkan diri. Oleh sebab itu berbagai tugas yang dibebankan Allah
kepada umat manusia disebut ibadah karena mereka diperintahkan mengerjakannya
dalam keadaan tunduk dan patuh kepada Allah.
Adapun makna ibadah dalam terminologi syariat
yaitu : suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang
tersembunyi. Dan sebagaimana sudah dimaklumi bahwa ibadah hanya akan diterima
jika dilandasi dengan keikhlasan. Makna ikhlas adalah : seorang hamba beramal
dengan mengharapkan ridha dan pahala dari Rabbnya, bukan dalam rangka mencari
tujuan lain berupa kepemimpinan, kedudukan, ataupun perkara duniawi lainnya.
Mengharapkan ridha dan pahala dari Allah tidaklah mengurangi keikhlasan. Bahkan
orang yang beribadah kepada Allah tanpa mengharapkan pahala itu tercela. Hal
itu merupakan tata cara beragama kaum sufi yang bertentangan dengan dalil-dalil
syari’at
3. Nabi muhamad
Dalam dakwahnya nabi Muhamad menggunkan beberapa
pendekatan yaitu sebagai
berikut:
Mengetahui
medan (mad’u) melalui penelitian dan perenungan, perncanaan pembinaan,
pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan masyarakat, bertahap, diawali
dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian cara terbuka (marhalah
alaniyyah). Diawali dari keluarga dan teman terdekat, kemudian
masyarakat secara umum.
Melalui
cara dan strategi hijrah, yakni menghindari siutasi yang negative untuk
menguasai suasana yang lebih positif, musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat sekitar,
seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa, melaui nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan
demokratis, menggunakan
bahasa kaumnya, melalui kadar kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri
uqulihim) dan melalui
uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan, dorongan dan
motivasi (tarhib wa targhib).
|
3. Dakwah umat
nabi
Dakwah
Umat Nabi dan Rasul. Adanya dakwah ini
antara lain dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali-imran (3);104, 110,
112, dan an-Nahl (16): 125
3ø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung”.
a. Prinsip-prinsip dakwah umat Nabi dan
Rasul sebagai dakwah Islam, sebagai berikut (Shalih al-Mursyid, 1989):
1.
Dai
adalah laki-laki dan wanita yang akil baligh mampu mengendalikan nafs negatifnya dan menguasai serta
mengamalkan pesan dakwah terlebih dahulu
2.
Pesan
dakwah islam adalah al-islam itu sendiri yang memiliki konsep idiologis dan
pandangan dunia bersumber kepada al-qur’an, sunah dan ijtihad serta sejarah
peradaban islam di sepanjang zaman.
3.
Pesan
dakwah di sampaikan melalui metode al-quwah
(kekuasaan), al-qaul (bahasa lisan, tulisan), dan al-sairah al-hasanah (perbuatan) seperti
jihad menegakan ajaran islam, menegakan keadilan mewujudkan keamanan dan
kemerdekaan dan mengelola sumber daya manusia dan alam. Kesemuanya itu dalam
upaya merealisasikan interaksi dengan
Tuhan, manusia dan alam. Atau metode yang terkandung dalam
surat an-nahl ayat 125
4.
Pesan
dakwah disalurkan melalui media lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
berbagai karya tulis dan media elektronik.
5.
Mad’u
adalah semua manusia yang berbeda suku, bahasa dan bangsa, jika manusia itu
sudah menerima Islam, maka dakwah bagi mereka berupa intensifikasi, sedangkan
jika manusia itu belum menerima islam, maka dakwah bagi mereka berupa
ekstensifikasi (futuhat).
6.
Dakwah
islam berproses di atas dasar rasional (al-aqliyah),
kebebasan (al-huriah) dan perjuangan
(al-jihad), dalam konstek nafsiyah, fardiyah, fiah, hizbiyah jemaah,
umah dan syu’ubiyah (antar budaya).
7.
Respons
mad’u terhadap da’i dan pesan dakwah berlaku hukum taqabul; (pasangan yang
berlawanan): yaitu: menerima dan menolak sebagai ekspresi dari kebebasan yang
dimiliki mad’u sebagai manusia.
8.
Dakwah umat nabi
Disini menjabarkan tentang dakwah umat nabi, yang
lebih bebicara tentang struktur dakwahnya yaitu organisasi-organisasi islam
khususnya yang ad di Indonesia
a. Muhamidayah
Muhamadiyah adalah umat muhamad, pengikut muhamad
untusan tuhan yang penghabisa. Didirikan didirikan dikampung kauman, Yogyakarta
pada tanggal 8 djulhijah 1330 H/ 8 November 1912 oleh seorang yang bernama
darwia kemudian dikenal dengan nama K.H Ahmad dahlan.
Landasan filosopis berdirinya muhamadiyah merujuk
kepada phenomena masyarakat dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan –
amalan yang bersifat mistik. Beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka
kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya berdasrkaan al-qur’an dan hadis.
Oleh karena itu belaiu memberikan pengertian keagamaan di rumahnya ditengah
kesibukannya sebagai khatib dan para pedagang.
Adapun salah satu landasan muhamadiyah adalah surat
asy Syuraa : 214 – 215
“ Beri peringatan kepada keluargamu yang dekat, agar
dihentikannya segala kekejian dan perbuatan yang bathil, dan rendahkanlah
sayapmu untuk menyantuni dan melindungi orang – orang mukmin yang mengikutimu”
Dalam menyelesaikan tugas-tugasnya di muhamadiyah di
bagi menjadi beberapa majelis, yaitu diantarnya: Majelis tarjih, majelis
hikmah, majelis aisiyah, majelis hitbul wathan, majelis pemuda, majelis
pengajaran, majelis taman pustaka, majelis tabligh, majelis penolong
kesejahteraan umum (PKU), majelis ekonomi, serta majelis wakaf dan
kehartabendaan. Sesudah berdirinya pramuka, gerakan hizhbul watan itu
ditiadakan dalam organisasi mihammadiyah, selain itu, majelis penolong
kesejahteraan umum setelah mu’tamar ke 33 tahun 1956 diganti menjadi Pembina
kesejahteraan umat.
b. Nahdatul ulama
Nahdatul ulama artinya kebangkitan ulama yang berawal
dari kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa. Dimana NU
didirikan pada tanggal 31 januari 1926 dan bergerak dalam bidang pendidikan,
sosial dan ekonomi, yang didirikan oleh K.H hasyim asy’arie
Adapun landasan filosofis didirikan NU ini adalah
Motif keagamaan sebagai jihad fi sabililah, dimana jihad memiliki arti
berbentuk informasi, berbentuk pendidikan dan bimbingan yang merupakan bagian
terbesar dari jihad, dan yang terakhir definisi jihad memerangi oaring kapir[13]
Selain itu landasan lainnya adalah Adanya
tanggaungjawab pengembangan pemikiran keagamaan yang ditrandai dengan upaya
pelestarian ajaran madjhab ahli sunah waljamaah, Adanya dorongan untuk
mengmbangkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan social, dan ekonomi, Adanya
motif politik yang ditandai dengan semangat nasionalisme, ketika pendiri NU itu
mendirikan SI di mekah serta obsesi mengenai hari depan negri merdeka dan
menegakan ajaran islam menurut paham ahlu sunah waljamaah.
Struktur organisasi
Pengurus besar (tingkat pusat), Pengurus wilayah
(tingkat propinsi), Pengurus cabang (tingkat kabupaten/kota) atau pengurus
cabang istimewa untuk kepengurusan di luar negri, Pengurus majelis wakil cabang
(tingkat kecamatan), Pengurus ranting (tingkat desa/kelurahaan)
Untuk pusat, wilayah, cabang, dan majelis wakil
cabang, setaipa kepengurusan terdiri dari mustayar (penasehat), syuriyah
(pemimpin tertinggi) dan tanfidziyah (pelaksana harian). Adapun Untuk ranting
setiap kepengurusan terdiri dari: syuriyah (pemimpin tertinggi) dan tanfidziyah
(pelaksana harian)
4.
Dakwah kapir
atau non muslim
Dakwah
kafir atau non muslim, adanya dakwah ini di informasikan dalam isyarah
al-Qur’an, antara lain dalam surat al-Baqarah (2): 221, Yunus (10): 66, dan
al-Qashash (28): 41. mengacu pada beberapa ayat ini, dapatlah diturunkan
prinsip-prinsip dakwah kafir atau non muslim sebagai tantangan dakwah islam
(gazw al-da’wah), yaitu:
1. Dakwah kafir atau non muslim sebagai
ekspresi nafs yang mengikuti kecenderungan (hawahu)
dan bergerak ke arah (hubungan dengan bagan 4).
2. Pesan dakwah kafir atau non muslim
adalah tatanan hidup produk akal yang didominasi oleh hawahu sebagai zhulumat (kegelapan).
3. Metode dakwah yang digunakan adalah
bujukan lisan, bujukan materi dan bujukan perbuatan yang antara lain lewat
perkawinan silang.
4. Media dakwah yang di gunakan instrumen
lisan, badan, media cetak, dan elektronik (abad modern).
5. Mad’u dakwah ini adalah orang muslim
dan non muslim lagi.
6. Respon mad’u dakwah kafir dan non
muslim ada yang menerima dan ada yang menolak, bagi yang menerima berarti murtad dan bagi yang menolak tetap
menjadi muslim yang lulus ujian.
5.
Dakwah Syaitan
Dakwah
syaitan. Adanya dakwah ini di syaratkn oleh al-qur’an, antara lain surat
al-Maidah (5): 91-92, lukman (31):21, al-nas: 1-6, dari beberapa ayat ini dapat
diturunkan beberapa prinsip dakwah syaithan sebagai berikut:
a.
dakwah
ini dilakukan oleh jin kafir dan manusia kafir sebagai ekspresi nafs yang
terdominasi oleh hawahu dan di
tunjukan kepada manusia muslim sebagai lawan dakwah islam (gazw al-da’wah).
b.
Pesan
dakwah ini antara lain berupa fahsya, munkar, khamar (minuman terlarang) maisir
(judi,anshab) (berkorban untuk berhala,azlam), (mengundi nasib dengan panah dan
sejenisnya), adawah (permusuhan),baghdha (kebencian), shadu’anzikirillah
(menghalangi mengingat Allah),dan shadu’anshalah (menghalangi shalat).
c.
Metode
dakwah ini melalui penggunaan nafs selain nafs mutmainnah dalam bentuk yuwaswisu fi shudurinnas al-Nas
(membisikan kejahatan di dalam nafs).
d.
Media
dakwah ini melalui penggunaan energi yang di miliki jin kafir.
e.
Mad’u dakwah ini adalah muslim yang taat menjalankan islam dengan tujuan zhulumat dan nar(kegelapan kehidupan dan kecelakaan).
f.
Mad’u
merespon dakwah ini ada yang merespon positif (menerima) dan ada yang menolak,
bagi yang menerima ia akanmenjadi ka
al-An’ambal hum adhalun (bagaikan binatang bahkan lebih sesat dan jahat),
dan bagi yang menolak ia sebagai muslim yang lulus ujian.
C.
Hubungan antara
hakikat struktur dan fungsi dakwah sebagai sitem
Dengan
pemaparan uraian sebelumnya dapat kita tarik benang merah antara hakikat
struktur dan fungsi dakwah tersebut, yaitu :
1. Hubungan sangat
jelas tidak dapat dipisahkan, karena fungsi dakwah tadi akan sulit terlaksana
jika tanpa memahami dan mengetahui struktur dakwah.
2. Mempermudah
melakukan dakwah
3. Struktur dakwah
akan mudah di klasifikasikan ketika mengetahui apa itu hakikat fungsi dakwah
4. Hubungan dari
struktur dan fungsi dakwah ini akan melahirkan sebuah sistem yang sangat kuat
BAB X
AL-QURAN
SEBAGAI SUMBER INSPIRASI FILSAFAT DAKWAH
A. Pengertian
Al-Qur’an
Menurut bahasa
para ulama telah berbeda pendapat didalam menjelaskan Al-Qur’an dari sisi
:deripasi (isytiqaq) cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak) dan apakah ia merupakan kat sifat atau kata
jadian. kata “Al-qur’an”merupakan
kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca),
Al-Qur’an merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “al-qara” yang artinya menghimpun, kata
Al-Qur’an diambil dari kata kerja “qarana”
yang artinya menyertakan, dan kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar “qara’in”yang artinya penguat.[14]
Sedangkan
menurut istilah Abu Syahbah mendefinisikan Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang
diturunkan baik lapazh maupun maknanya kepada Nabi terakhir, Muhammad SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir,
yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan kesesuaiannya dengan apa yang
diturunka kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat
An-nas.[15]
Syukriadi Sambas
(1999) mendefisnisikan Al-Qur’an adalah kitab dakwah, yang jyga merupakan pesan
dakwah Allah, sebab Allah mengenalkan kemaujudannya melalui dakwah. Al-Qur’an
menjelaskan secara eksplisit adanya aktifitas dakwah sebagai bagian dari yang
diperintahkan (An-Nahl: 125, Yunus: 25), yang diantara metodenya adalah hikmah.
Menurut Manna’
al-Qaththan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW
dan membacanya adalah ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan,
namun karana istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah),
maka tidak termasuk dalam istilah Al-Qur’an perkataan yang berasal dari selain
Allah, seperti perkataan, manusia, jin dan malaikat.
Al-Jarqani mendefinisikan Al-Qur’an itu adalah lafal yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dari permulaan surat Al-Fatihah sampai
akhir surat An-nas.
Sedangkan Abdul
Wahhab khallaf mendefinisikan Al-Qur’am
adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin
Abdullah melalui al-Ruhl Amin (jibrir as) dengan lafal-lafal yang berbahasa
Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia
benar-benar Rasulillah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk
kepada mereka, dan menjadi saran pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan
membacanya. Al-Qur’an itu dalam mushaf, dimulai dengan surata Al-Ftihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari
generasi ke generasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari perubahan
dan pergantian.
Dari
definisi-definisi tersebut terdapat sifat-sifat yang membedakan Al-Qur’an dari
kitab-kitab lainnya, antara lain:
1. Isi
Al-Qur’an
Dari isi,
Al-Qur’an adalah kalam Allah atau firman Allah. Dengan sifat ini, ucapan
Rasulullah, malaikat, jin, dan
sebagainya tidak dapat disebut Al-Qur’an. Kalamullah memiliki
keistimewaan-keistimewaan yang tak mungkin dapat ditandingi oleh perkataan
lainnya.
2. Cara
Turunnya
Dari segi
turunnya, Al-Qur’an disampaikan melalui malaikat Jibril yang terpercaya (al-Ruh
al-Amin). Dengan demikian jika ada wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad, tanpa perantara malaikat jibril tidaklah termasuk Al-Qur’an.
3. Pembawanya
Dari segi
pembawanya, Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW bin Abdullah, seorang
Rasul yang dikenal bergelar al-Amin (terpercaya). Ini berarti wahyu Tuhan yang
disampaiakn kepada nabi lainnya tidak dapat disebut Al-Qur’an.
4. Fungsi
Al-Qur’an
Dalam Definisi
Al-Qur’an tersebut diatas disebutkan bahwa fungsi Al-Qur’an antara lain
sebagai dalil atau petunjuk atas
kerasulan Muhammad SAW, pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi
yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan.
5. Susunannya.
Al-Qur’an
terhimpun dalam satu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surat-surat.
Ayat-ayat Al-Qur’an disusun dengan petunjuk Nabi SAW. Karena itu, susunan ayat
ini bersifat tauqifi. Sedangakan urutan surat yang dimulai Al-fatihah dan
diakhiri dengan surat An-Nas. Disusun aatas ijtihad, usaha dan kerja keras para
sahabat.
6. Penyampaian
Al-Qur’an
disampaikan kepada kita dengan cara mutawatir, dalam arti, disampaiakan sejumlah
orang dan semuanay sepakat bahwa ia benar-benar wahyu Allah SWT, terpelihara
dari atau pergantian.
B. Al-Qur’an
Sumber Inspirasi Filsafat Dakwah
Al-Qur’an
menjelaskan salah satu identitas kedirian sebagai kitab hikmah dan
Al-Qur’anulhakim yaitu buku yang berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan yang
“sepadan” dengan arti filsafat, yaitu cinta ilmudan cinta kebijaksanaan Allah
SWT, yang menurunkan buku hikmah mengenalkan salah satu identitas dirinya
dengan sebutan yaitu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. seperti dalam Q.S.
Al-Luqman ayat 2 dan 9.
Dengan kesadaran
ini Al-Qur’an harus dipandang sebagai panutan dalam berbagai aspek kehidupan,
tidak hanya mencakup ajaran dogmatis tetapi juga ilmu pengetahuan.( Prof. Dr.
Umar Shihab, MA. 2005: 151) Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
menyatakan z... spyJõ3Ïtø:$#`»yJø)ä9$oY÷s?#uäôs)s9ur “dan sesungguhnya telah kami berikan
hikmah kepada Lukman” (Lukman:12) dan bagi nabi Muhammad SAW Allah menyatakan
dalam surar An-nisaa ayat 113 | ...spyJõ3Ïtø:$#ur =»tGÅ3ø9$#øn=tã ª!$# AtRr&ur... “Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu”
(An-nisa: 113). Sedangkan Nabi Muhammad SAW dinyatakan pula oleh Allah “dan ia
mengajarkan kitab dan hikmah kepada kamu sekalian”
Berdasarkan
uraian di atas, maka keberadaan filsafat dakwah telah diisyaratkan dalam
Al-Qur’an. Dengan demikian filsafat dakwah adalah filsafat Al-Qur’an an
filsafat Al-Qur’an adalah filsafat dakwah, dan dapat pula disebut filsafat
Nubuwah. Oleh karena itu, segala persoalan filsafat tidak dapat dirumuskan
tanpa bersumber pada Al-Qur’an.
Derivasi kata
hikmah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 190 kali dengan 25 bentuk kata. dari
190 itu kata hakim (Maha Bijaksana) disebutkan 81 kali, dan kata hikmah
sebanyak 20 kali. Penelusuran kandungan makna hikmah dalam berbagai konteks
sebagaimana di tunjukan oleh Al-qur’an menjadi medan kajian filsafat dakwah
yang akan melahirkan modelnya yang khas dan mandiri.
Didalam
Al-Qur’an juga terdapat prinsip dasar dan metode berfikir filsafat dakwah.
prinsip dasar metode berfikir yang diturunkan dari Al-Qur’an yaitu:
1.
Berpegang
teguh pada etika Ulul Albab.
2.
Memikirkan,
memahami, meghayati, dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah sebagai objek
fikir baik ayat kauniyah maupun ayat-ayat Qur’aniyah melalui petunjuk dan isyarat aya-ayat Al-Quran tentang aql
yang terdiri dari 49 kali penyebutan dalam lima bentuk yang kesemuanya
diungkapkan dalam bentuk kata kerja (fi’il).
3.
Mengacu
kepada 49 term aql yang dimuat dalam Al-Qur’an maka di temukan pentingnya
prinsip-prinsip berfikir, yaitu:
a.
salah
satu ciri yang membedakan antara manusia dari hewan terletak pada potensi nalar
(nathiq) dalam menentukan objek fikir.
b.
Al-Qur’an
menegaskan bahwa berfikir termasuk
kegiatan bersyukur terhadap nikmat Allah, sedangkan mensyukuri nikmat Allah
termasuk ketaatan yang bernilai ibadah. Jadi berfikir hakekatnya ibadah.
c.
Al-Qur’an
mengacam orang-orang yang taklid dan orang-orang yang tidak mau menggunakan
potensi indrawinya baik lahir maupun batin dalam mengkaji, meneliti, dan
mendayagunakan anugrah alam semesta bagi pemanfaatan dan kemaslahatan alam dan
segala isinya.
d.
Rasulullah,
penerima Al-Qur’an yang pertama, dalam
sabdanya sering menerangkan kemulyaan orang-orang yang berilmu.
e.
Dengan
demikian, peranan ilmuan ditengah-tengah kehidupan umat adalah laksana
matahari, bulan dan bintang yang menerangi dan menghiasa alam semesta.
f.
Dari
uraian tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berfikir itu sangat
penting.
4.
langkah-langkah
berfikir filosofis berdasarkan Al-Qur’an dapat dirumuskan prinsip-prinsip
sebagai berikut:
a.
kerena
kedudukan dan peranan berfikir begitu penting, Al-Qur’an tidak saja
memerintahkan manusia menggunakan akalnya tetapi juga memberikan pedoman,
langkah-langkah metodologis, serta teknis penggunaan akal dengan metode yang
lurus dan meluruskan ke arah pencapaian kebenaran yang sebenarnya (haq)
b.
Agar
akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berfikir Al-Qur’an pun
meletakan kaidah-kaidah metodologis
dalam menggunakan akal.
c.
Mengenai
al haq (kebenaran hakiki) yang wajib dipertahankan dan diperjuangkan dalam
kegiatan berfikir filosofis Al-Qur’an banyak meyebutkannya. bahkan penyebutan
kata al-haq tidak kurang dari 227 kali.
d.
manusia
musti menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam memikirkan objek fikir
sehingga, tak jarang terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan kegiatan berfikir.
e.
Mazhab
berfikir yang sudah ada dan lazim digunakan dapat di iqtibas (adopsi) secara
terpadu, tidak parsia dalam berfikir filosofis.
f.
Menggunakan
metode filsafat Islam yang sudah dikembangkan oleh para filosof muslim, sebab
filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat Islam.
C. kontruksi
filsafat dakwah berdasarkan Al-Qur’an
1.
Hakekat
filsafat (al-hikmah), para mufasir menjelaskan term hikmah (filsafat) dalam
Al-Qur’an khususnya dalam surat Lukman yaitu sebagai berikut:
a.
Ilmu
tentang hakekat segala sesuatu.
b.
mengetahui
keutamaan segala perkara berdasarkan keutamaan ilmu.
c.
mengendalikan
jiwa dan otak ketika marah.
d.
proposisi-proposisi
hasil pengujian dan eksperimen yang sesuai dengan realitas kebenaran.
e.
pernyataan
singkat yang padat makna.
f.
mengetahui
terjadi penyebab terjadinya segala sesuatu.
g.
Ilmu
pengetahuan Agama Allah yang mendalam dan di aplikasikan dalam perbuatan.
h.
Pemikiran
dan perilaku yang proporsioal.
i.
sekumpulan
keutamaan, pengetahuan, dan kekuasaan yang membuat pemilik dapat menempatkan
segala sesuatu pada tempatnya.
2.
Dakwah
sebagai proses ajakan, seruan, panggilan, dan aktifitas merealisasikan sesuatu
ke dalam kehidupan manusia.
3.
Mengacu
kepada poin 1 dan 2 diatas, maka filsafat dakwah dapat dirumuskan dengan
sejumlah rumusan sesuai dengan macam-macam hakekat hikmah.
4.
Terdapat
empat macam wujud yang digunakan dalam surat Lukman, yaitu Allah, manusia,
pesan dakwah, dan alam selain manusia.
5.
Surat
Lukman juga mengajarkan aspek psikologis dalam memahami, mengkaji, meneliti,
mengkonstruksikan pengetahuan dakwah islam, sumber perolehan pengetahuan.
6.
Surat
lukman mengisyaratkan badanya ghayath (aspek-aspek aksiologis) dari kegiatan
filosofis.
7.
Filosof
Lukman dan mutiara filsafatnya jadi model filsafat dakwah.
8.
Terdapat
beberpa prisnsip dakwah Lukman, yaitu:
a.
Irsyad
(bimbingan)
b.
Irsyad
yang dilakukan dalam konteks fardiyah, fiah, keluarga dan kemunitas tertentu.
c.
metode
hikamh.
d.
media
yang digunakan adalah lisan, tulisan, dan perbuatan.
PENUTUP
Demikianlah
Filsafat Dakwah. Mudah-mudahan kita dapat dengan santai mamulai kegiatan
berfilsafat, bukan untuk apa-apa, namun untuk menyadari kebebalan kita, atau
mengenali diri kita, itu saja.
f
|
ilsafat adalah seni bertanya,
“mengapa ini begini” dan “kenapa itu begitu”. Pertanyaan dengan demikian adalah
spirit dan inti dari filsafat. Tapi, tidak
juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat hanya diletakkan sebagai
rentetap pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan penyelesaian.
Dalam buku filsafat dakwah ini, penulis
memaparkan pengertian filsafat dakwah hingga unsur-unsur pokok yang harus
terpenuhi dalam dakwah. Sehingga pembaca dapat mengerti kerangka dan isi dakwah
secara filosofis.
Filsafat mengajarkan banyak hal.
Paling tidak, ia mengajarkan ketelitian dalam berfikir dan disiplin dalam
menjalankan kehidupan.
[1] Pengmbangan
masarakt islam 2001. Hal 5
[2] Agus Ahmad Safei .Manajemen masyarakat islam
(bandung.gerbang masyarakat baru. 2001) hal.
5
[3] ibid Hal 6
[4] Soerjono soekanto.sosiologi suatu pengantar, Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada 2009. Hlm 210
[5] Faizah dkk. Psikologi Dakwah.
Jakarta.kencana.2009.hlm 75.
[6] Soerjono soekanto.sosiologi suatu pengantar, Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada 2009. Hlm 212
[7] Syukriadi Sambas. Filsafat Dakwah. Bandung, KP
Hadid.1999.hlm 51.
[9] Kamus ilmiah popular
hal 211
[10] Ibid hal 190
[12] Ibid hal 727
[13] Metode dan strategi
da’wah islam hal 22
[14] DR. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Al-Qur’an, Bandung, 2008, hlm.31-32
[15] Ibid hlm.33
Tidak ada komentar:
Posting Komentar