Rabu, 05 Oktober 2011

Filsafat Dakwah


BAB I
PENGERTIAN DAN TUJUAN FILSAFAT DAKWAH

A.  Pengertian Filsafat
“…Pengertian filsafat tidak lebih dari suatu usaha untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terakhir, tidak secara dangkal atau dogmatis seperti yang kita lakukan pada kehidupan sehari-hari atau bahkan dalam kebiasaan ilmu pengetahuan. Akan tetapi secara kritis, dalam arti: setelah segala sesuatunya diselidiki problem-problem apa yang dapat ditimbulkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang demikian itu dan setelah kita menjadi sadar dari segala kekaburan dan kebingungan, yang menjadi dasar bagi pengertian kita sehari-hari..” (Betrand Rusel)
“filsafat adalah pencarian akan jawaban atas sejumlah pertanyaan yang sudah ada sejak zaman Yunani dalam hal-hal pokok yang tetap sama. Pertanyaan-pertanyaan mengenai apa yang dapat kita ketahui dan bagaimana kita dapat mengetahuinya; hal-hal apa yang ada dan bagaimana hubungannya satu sama lain. Selanjutnya mempermasalahkan pendapat-pendapat yang telah diterima, mencari ukuran-ukuran dan menguji nilainya; apakah asumsi-asumsi dari pemikiran ini dan selanjutnya memeriksa apakah hal-hal itu berlaku.” (Alfred Ayer)
“filsafat adalah perang sabil terhadap pesona dengan apa bahasa mengikat pemikiran saya.” (Wittgenstein)
B.  Pengertian Filsafat Dakwah
1.      Pengertian filsafat dakwah dapat diturunkan dari Al-Qur’an: Hikmah (an-nahl 125). Pengertian hikmah menurut pakar pembahasan:
a.      Adil, ilmu, sabar, kenabian, Al-qur’an, dan injil.
b.     Ungkapan sesuatu yang mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama, dan orang yang melakukan sesuatu perbuatan dengan cermat dan teliti disebut hakim.
c.      Alhakim, yaitu orang yang cermat dalam segala urusan, atau orang yang bijak, yakni orang yang telah ditempa berbagai pengalaman.
d.     Alhakam atau alhakim, yaitu penguasa dan hakim yang menghukumi dan memperbaiki sesuatu.
e.      Alhikmah, yaitu obyek kebenaran (ahlaq) yang didapat melalui ilmu dan akal.
f.       Mencegah perbuatan bodoh, membuat sesuatu menjadi baik dan mencegah sesuatu jangan sampai meleset dari yang dikehendaki.
g.      Mencegah orang dari akhlak tercela.
h.     Mencegah kedzaliman, dan hikmah dalam arti mencegah sesuatu yang negatif .
Oleh karena itu, al-qur’qn, injil, dan kitab-kitab samawi lainnya mencegah manusia dari perbuatan syirik, munkar dan keburukan.
2.      Pengertian Hikmah menurut para pakar filsafat al-qur’an
Para pakar filsafat al-qur’an dan berarti pula sebagai pakar filsafat dakwah merumuskan pengertian hikmah, antara ain:
a.      Validitas dalam perkataan dan perbuatan.
b.     Mengetahui yang benar dan mengamalkannya.
c.      Meletakkan sesuatu pada tempatnya
d.     Menjawab segala sesuatu dengan tepat dan cepat.
e.      Memperbaiki perkataan dan perbuatan.
f.       Tepat dalam perkataan dan perbuatan, serta meletakkan sesuatu pada tempatnya.
g.      Takut kepada Allah SWT, mengamalkan ilmu, dan wara dalam agama.
h.     Kenabian mengandung hikmah, karena nabi diberi pemahaman, selalu tepat dalam perkataan, keyakinan, dan bahkan dalam semua persoalan.
i.       Perkataan tegas dan benar yang dapat membedakan yang hak dan batil.

Berdasarkan pengertian hikmah menurut pakar kebahasaan dan pakar filsafat al-qur’an, maka filsafat dakwah dapat dirumuskan sebagai “ketepatan perkataan, perbuatan dan keyakinan serta meletakkannya sebagai sesuatu pada tempatnya dalam mendakwahi manusia menuju jalan Allah.”
Selanjutnya, jika hikmah merujuk pada ilmu dan pengetahuan disebut hikmah teoritis, yaitu mengamati inti sesuatu perkara dan mengetahui sebab-akibat secara moral, perintah, fakta dan syara. Dan jika hikmah merujuk pada perbuatan adil dan benar disebut hikmah praktis, dan hikmah praktis ini memiliki rukun atau sendi utama yang terdiri dari imu, sabar, hilm, dan tidak tergesa-gesa.
3.      Pengertian Filsafat Dakwah berdasarkan makna filsafat sebagai kegiatan berpikir sesuai dengan hokum berpikir, dapat dirumuskan sebagai berikut:
a.      Pengertian yang mendasar, sistematis, logis dan menyeluruh tentang dakwah islam sebagai sebuah sistem aktualisasi ajaran Islam disepanjang zaman.
b.     Aktifitas pikiran yang teratur, selaras, dan terpadu dalam mencandra hakekat dakwah islam pada tataran konsep dan pada tataran realitas.
c.      Pengetahuan murni tentang proses internalisasi, transmisi, transformasi, dan difusi Islam disepanjang zaman.
d.     Analisis logis, radikal, obyektif dan proporsional dalam membahas term-term dakwah Islam baik dari sisi teoritis maupun praktis.

C.  Tujuan Filsafat Dakwah
1.      Memberikan landasan dan sekaligus menggerakkan proses dakwah Islam yang bersumber pada al-qur’an dan al-sunnah secara obyektif-proforsional.
2.      Melakukan kritik dan koreksi proses dakwah Islam dan sekaligus mengevakuasinya.
3.      Menegakkan kebenaran dan keadilan diatas dasar Tauhidullah dan Tauhid Risalah.
4.      Mensyukuri nikmat akal dengan memerankannya sesuai fungsi peruntukkannya berdasarkan sabda Nabi saw.
5.      Upaya penyempurnaan jiwa manusia baik dari sudut teoritis maupun praktis.
















BAB II
KEBUTUHAN MANUSIA TERHADAP DAKWAH

A. Memahami Dakwah
1. Arti Dakwah Secara Bahasa
Dalam bukunya H. Syukriadi Sambas konsep dan teori dakwah Islam halaman 17, bahwa dakwah secara bahasa berarti(1) memanggil;(2) menyeru;(3) menegaskan atau membela sesuatu;(4) perbuatana atau perkataan untuk menarik manusia kepada sesuatu ;dan (5) memohon dan meminta .dalam buku Syukriady Sambas halaman 17.
1.      Arti Dakwah Secara Istilah
Sedangkan secara Istilah didefinisikan oleh para pakar dakwah dengan ungkapan yang berbeda-beda, namun tujuannya sama sebagai upaya menjelaskan hakikat dakwah. Perbedaan definisi dakwah terlihat dalam orientasi dan penekanan bentuk kegiatannya. Berikut ini di kemukakan enam macam rumusan definisi dakwah,yaitu:
a.     Definisi dakwah yang menekankan pada proses pemberian motivasi untuk melakukan pesan dakwah (ajaran Islam), tokoh penggagasnya adalah Syekh Ali Mahfudz, menurutnya dakwah adalah: “Menghasung manusia kepada kebaikan, dan petunjuk, memerintahkan perbuatan yang diketahui kebenarannya, melarang perbuatan yang merusak individu dan orang banyak agar mereka memperoleh kebahagiaan didunia dan diakhirat.
b.     Definisi dakwah yang menekankan pada proses penyebaran pesan dakwah (ajaran islam), dengan mempertimbangkan penggunaan metode, media, dan pesan yang sesuai dengan situasi dan kondisi mad’u (khalayak dakwah). Pakar dakwah penggagasannya adalah Ahmad Gawusy, menurutnya dakwah adalah sebagai berikut; “menyampaikan pesan Islam kepada Manusia disetiap waktu dan tempat dengan metode-metode dan media-media yang sesuai dengan situasi dan kondisi para penerima pesan dakwah (khalayak dakwah)” Ghalwusy, 1987: 10-11, dan al-Mursyid 1989:21).
c.      Definisi dakwah yang menekankan bahwa pengorganisasian dan pemberdayaan sumberdaya manusia (khalayak dakwah) dalam melakukan berbagai petunjuk ajaran islam (pesan dakwah), menegakkan norma social budaya (ma’ruf) dan membebaskan kehidupan manusia dari berbagai penyakit social (munkar). Definisi ini anatara lain dikemukakan oleh Sayid Mutawakil (dalam Al-Mursyid 1989:21) yaitu: “mengorganisasikan kehidupan manusia dalam menjalankan kebaikan, menunjukannya kedalam jalan yang benar dengan menegakan norma sosial budaya dan menghindarkannya dari penyakit sosial”.
d.     Definisi dakwah yang menekankan pada system yang menjelaskan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, menganalisis tantangan problema kebatilan dengan berbagai macam pendekatan, metode dan media agar mad’u (khalayak dakwah) mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan di hidup didunia dan diakhirat. Definisi dakwah ini antara lain dikemukakan oleh Al-Mursyid (1989:21), yaitu: “system dalam menegakan penjelasan kebenaran, kebaikan, petunjuk ajaran, memerintahkan perbuatan ma’ruf, mengungkapkan media-media kebatilan dan metode-metodenya dengan macam-macam pendekatan, dan metode dan media dakwah.
e.      Definisi dakwah yang menekankan pada urgensi pengalaman aspek pesan dakwah (ajaran Islam) sebagai tatananan hidup manusia hamba Allah dan Khalifah-Nya dimuka bumi,definisi ini dikemukakan oleh ibnu Taimiyyah(1398 H:157-158),yaitu : Pesan dakwah yang tekandung dalam definisi tersebutadalah : (1) mengimani Allah: (2) Mengimani segala ajaran yang dibawa oleh semua utusan Allah, dengan membenarkannya dan mentaatinya segala yang di perintahkan ;(3)menegakan pengkraran syahadatain;(4) menegakan shalat ;(5)mengeluarkan zakat ;(6)shaum bulan ramadhan;(7) menunaikan ibadah haji (8)mengimani malaikat, Kitab –kitab Allah ,para umatnya ,kebangkitan setelah wafat kepstian baik-buruk yang datang dari Allah; dan (9) menyerukan agar hamba Allah hanya beribadak kepada-Nya seakan-akan melihatnya.
f.      Definisi dakwah yang menekankan bahwa profesionalisme dakwah, yaitu dakwah dipandang sebagai kegiatan yang memerlukan kegiatan, dan keahlian penguasaan pengetahuan. Dengan demikian, da’inya adalah Ulama atau sarjana yang memiliki kualifikasi dan persyaratan akademik dan keterampilan empiric dalam melaksanakan kewajiban dakwah. Definisi ini di ajukan oleh Zakaria (tt:8), yaitu: “aktifitas para ulama dan orang-orang yang memiliki pengetahuan agama Islam dalam member pengajaran kepada orang banyak (khalayak umum) hal-hal yang menimbulkan pengertian mereka yang berkenaan dengan urusan-urusan agama dan keduniaannya menurut kesanggupan atau kemampuannya.”
Enam definisi dakwah yang telah dikemukakan tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa dakwah Islam pada pokoknya merupakan: (1) perilaku Muslim dalam perilaku Islam sebagai Agama dakwah, yang dalam prosesnya merupakan unsur da’I, pesan dakwah, metode, media, Mad’u dalam mencapai tujuan dakwah yang melekat dengan tujuan Islam sepanjang zaman dan disetiap tempat; dan (2) proses internalisasi, transformasi, transmisi, dan difusi ajaran Islam.
A.    Dari segi bentuk kegiatannya dengan mengacu kepada penekanan macam-macam definisi yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan pada empat bentuk kegiatan, yaitu:
1)      Tabligh islam, sebagai upaya penerangan dan penyebaran pesan Islam.
2)     Irsyad islam, sebagai upaya bimbingan dan penyuluhan Islam.
3)     Tadbir islam, sebagai upaya pemberdayaan ummat dalam menjalankan ajaran Islam melalui lembaga-lembaga dakwah.
4)     Tathwir Islam, sebagai upaya pemerdayaan kehidupan ekonomi keummatan.
B.    Dari segi konteks proses dakwah Islam yaitu interaksi da’I dengan mad’u secara kuantitatif dan kualitatif terhadap enam macam konteks, yaitu:
1)     Dakwah nafsiyah, da’I dan mad’unya diri sendiri.
2)     Dakwah fardiyah, seorang dai mendakwahi seorang mad’u dalam suasana kontak langsung.
3)  Dakwah Fi’ah, seorang da’I mendakwahi sekelompok mad’u secara tatap muka, dan dialogis yang dapat berlangsung dalam bentuk kelompok kecil, dan kelompok-kelompok mad’u yang sudah terorganisir, misalnya majelis ta’lim, madrasah dan ma’had.
4)     Dakwah Hizbiyah/ Jam’iyah, Da’I mengidentifikasikan dirinya dengan atribut suatu organisasi dakwah tertentu mendakwahi anggotanya atau orang lain diluar anggota suatu organisasi tersebut.
5)     Dakwah Ummah, seorang da’I mendakwahi orang banyak melalui media cetak atau elektronik dalam suasana monologis dan tidak bertatap muka.
6)     Dakwah syu’ubiyah, seorang Da’I yang beridentitas etnis dan budaya tertentu mendakwahi mad’u yang beridentitas etnis dan budaya tertentu yang berbeda dengan da’i.
C.    Unsur dakwah meliputi 5 unsur, yaitu harus ada Da’I, Mad’u, materi, media, metode. Karena tanpa adanya salah satu unsur tersebut, dakwah tidak akan pernah berjalan (kecuali dakwah terhadap didri sendiri). Adapun pesan dakwah yaitu metode, media, dan tujuan yang terlibat dalam proses dakwah berdasarkan pertimbangan konteksnya akan berbeda antara suatu konteks dengan konteks yang lainnya. Dengan demikian, visi dan misi teori dakwah sebagai isi ilmu dakwah adalah melakukan eksflanasi, prediksi, perivikasi, perilaku dakwah dalam bentuk kegiatan dan konteksnya baik pada tingkat konseptual maupun pada tingkat empirikal sepanjang zaman dan disetiap tempat.
B. Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah

1.   Hakikat manusia
Pada dasarnya, manusia memiliki banyak kebutuhan dalam hidupnya.
Sebagai makhluk material, ia membutuhkan hal-hal yang bersifat material pula, seperti kebutuhan akan makan, minum, tempat berlindung dan peemenuhan seks.
Sementara itu, sebagai makhluk immaterial, manusia juga membutuhkan hal-hal yang bersifat immaterial pula. Manusia membutuhkan rasa aman, dihargai, diapresiasi, dicintai, dan demikian seterusnya. Dan sebagai makhluk spiritual, sudah barang tentu manusia juga membutuhkan hal-hal yang bersifat spiritual pula, Seperti kebutuhan untuk selalu dekat dengan Tuhan yang telah menciptakannya. Lebih jauh dari itu, adalah bahwa manusia membutuhkan rasa aman dari hal apapun yang akan membuat manusia menjadi tidak aman. Sekiranya dakwah dipandang sebagai upaya untuk menyelamatkan manusia dari posisi tidak selamat, artinya ia tidak berislam karena islam itu sendiri artinya adalah keselamatan. Maka kebutuhan manusia akan dakwah adalah sesuatu yang alami, manusiawi, dan tidak mengada-ada.
Pandangan mengenai manusia, atau pandangan mengenai hakikat manusia, akan menentukan dan menjadi landasan oprasional bagi dakwah, sebab pandangan mengenai hakikat manusia itu akan mempengaruhi segala tindakan dakwah tersebut.
Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dan berbagai pandangan ulama serta para pakar lainnya, manusia itu antara lain memiliki sifat-sifat atau keadaan sebagai berikut :
1)     Manusia terdiri dari berbagai unsur yang menjadi satu kesatuan utuh yang tidak terpisahkan
2)     Manusia memiliki empat fungsi (sifat atau kedudukan), yaitu:
a)     Sebagai makhluk Allah, yaitu makhluk yang diciptakan dan wajib mengabdi kepada Allah
b)     Sebagai makhluk individu
c)      Sebagai anggota masyarakat manusia (makhluk sosial)
d)     Sebagai “khalifatullah” di muka bumi yang wajib mengelola dan memakmurkan bumi
3)     Manusia memiliki sifat-sifat utama (berakal) sekaligus pula memiliki kelemahan-kelemahan
4)     Manusia bertanggung jawab atas sagala perbuatannya.dalam bukunya Ainur Rahim Faqih Bimbingan dan Konseling dalam Islam hal 6. Sementara itu dalam pandangan teori Eksistensial Humanistik tentang Hakikat Manusia disebutkan bahwa manusia adalah mahluk yang selalu dalam keadaan transisi, berkembang, membentuk diri dan menjadi sesuatu. Menjadi seseorang berarti kita menemukan sesuatu dan menjadikan keberadaan kita sebagai sesuatu yang wajar . Sebagai manusia kita selalu bertanya tentang diri sendiri, orang lain dan dunia.  Enam dimensi dasar positif dari kondisi manusia yang dimiliki, yaitu :
1. kapasitas akan kesadaran diri.
2. Kebebasan serta tanggung jawab.
3. menciptakan identitas diri dan menciptakan hubugan yang bermakna dengan orang lain.
4. usaha pencarian makna, tujuan, nilai dan sasaran.
5. kecemasan sbagai suatu kondisi hidup dan
6. kesadaran akan datangnya maut serta ketidakberadaan. (Corey Theory halaman 145) Manusia pada dasarnya baik – aktif . Kecenderungan manusia untuk berkembang secara positif dan konstruktif apabila tercipta suasana menghormati dan mempercayai. Manusia itu penuh akal, dapat dipercaya dan positif, mampu mengarahkan diri, hidup secara produktif, efektif dan efisien. Ibid halaman 175
2.   Substansi Manusia
Dalam Al-Qur’an ada tiga istilah penting yang terkait dengan manusia, yaitu bagian yang tampak atau jasad, ruh dan nafs. Yang mana ketiga komponen ini saling melengkapi dan memiliki fungsi masing-masing.
3.   Klasifikasi Manusia
Secara vertical, struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh perbedaan-perbedaan vertikal antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Maka salah satu karakteristik budaya masyarakat, misalkan pada daerah perkotaan dapat diringkas sebagai berikut:
1)     Dalam mata pencaharian hidup, masyarakat kota banyak menggunakan fasilitas-fasilitas lebih modern.
2)     Pada masyarakat kota, system kemasyarakatan ( sosial order) tertata demikian jelas dan setiap anggota masyarakat memiliki status sesuai profesinya.
3)     Dalam berkomunikasi, umumnya masyarakat kota memakai bahasa yang lebih menasional, bahasa Indonesia bagi masyarakat kota di Indonesia. Hal ini, member pengaruh terhadap upaya meningkatkan nilai-nilai persamaan dalam hak dan kedudukan meningkatkan persatuan dan memperkuat rasa kebangsaan.
4)     System pengetahuan dalam masyarakat kota lebih cenderung pragmatis, setelah selesai sekolah, apapun sekolahnya, yang penting kerja.
5)     Masyarakat kota umumnya sangat heterogenitas masyarakat kota terlihat pada bagaimana mereka melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi, afiliasi pada partai politik dan sikap keberagaman.
Maka dari itu dalam melakukan dakwah di perkotaan harus dilihat dulu situasi daerah, jabatan, pendidikan dan politik mereka. Jadi Da’I harus mengkondisikan mad’unya tersebut, agar dakwahnya berjalan dengan baik.
4.   Kebutuhan Manusia
Dalam bukunya pengantar psichologi kriminal Drs. Gerson W.Bawengan, SH. Mengemukakan pembagian kebutuhan manusia berdasarkan pembagian yang dikemukakan oleh J.P. Guilford sebagai berikut:
1)     Kebutuhan individual
a.      Homeostatis, yaitu kebutuhan yang dituntut tubuh dalam proses penyesuaian diri dengan lingkungan.
b.     Regulasi temperatur, yakni penyesuaian tubuh dalam usaha mengatasi kebutuhan akan perubahan temperatur badan.
c.      Tidur, kebutuhan manusia yang perlu dipenuhi agar terhindar dari gejala halusinasi
d.     Lapar, kebutuhan  biologis yang harus dipenuhi untuk membangkitkan energi tubuh sebagai organis
e.      Seks, kebutuhan seks ini sebagai salah satu kebutuhan yang timbul dari dorongan mempertahankan jenis.
f.       Melarikan diri, yakni kebutuhan manusia akan perlindungan dan keselamatan jasmani dan rohani
g.      Pencegahan : kebutuhan manusia untuk mencegah terjadinya reaksi melarikan diri.
h.     Humor, kebutuhan manusia untuk mengendorkan beban kejiwaan yang dialaminya dalam bentuk verbal dan perbuatan.
i.       Ingin  tahu (curiosity) yaitu kebutuhan rohani manusia untuk ingin selalu mengetahui latar belakang kehidupannya. Kebutuhan ini mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya sesuai dengan kodrat hidupnya. Penyaluran kebutuhan akan rasa ingin tahu inilah yang telah banyak berperanan dalam meningkatkan kebudayaan manusia baik kebudayaan material maupun spiritual.
2)     Kebutuhan sosial
Dalam buku Jalaludin, pengantar ilmu jiwa halaman 67 cetakan kedua, bahwa bentuk Kebutuhan sosial pada manusia adalah berbentuk nilai, oleh sebab itu kebutuhan tersebut bukanlah semata-mata kebutuhan biologis melainkan juga kebutuhan rohaniah.
Bentuk kebutuhan ini menurut Guilford terdiri dari: pujian dan hinaan, kekuasaan dan mengalah, pergaulan, imitasi dan simpati, dan  perhatian. Selanjutnya Dr. Zakiah Daradjat dalam bukunya “Peranan Agama Dalam Kesehatan Mental” membagi kebutuhan manusia atas 2 kebutuhan pokok, yaitu:
a.      Kebutuhan Primer, yaitu kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, seks dan sebagainya. ( Kebutuhan ini di dapat  manusia secara fitrah tanpa di pelajari)
b.     Kebutuhan Skunder atau kebutuhan rohaniah yang terdiri dari jiwa dan sosial.
Kebutuhan ini hanya terdapat pada manusia dan sudah dirasakan sejak manusia masih kecil.
Selanjutnya beliau membagi kebutuhan skunder menjadi 6 macam, yaitu:
1)     Kebutuhan akan rasa kasih sayang
2)     Kebutuhan akan rasa aman
3)     Kebutuhan akan rasa harga diri
4)     Kebutuhan akan rasa bebas
5)     Kebutuhan akan rasa sukses
6)     Kebutuhan akan rasa ingin tahu
3)     Kebutuhan spiritual
1)     Kebutuhan menjaga fitrah
2)     Kebutuhan beragama
3)     Kebutuhan Menginternalisasikan ajaran Agama kedalam kehidupan
4)     Kebutuhan bimbingan hidup pribadi
5)     Kebutuhan bermasyarakat dan bernegara
5.   Tanggung jawab manusia terhadap dakwah
Pada dasarnya dakwah merupakan tanggung jawab kehidupan. Pertanyaannya kemudian, apa sesungguhnya yang disebut tanggung jawab itu? Menurut Stevhen R Covey (dalam Aef kusnawan, 2001), tanggung jawab atau responsibility adalah kecakapan dalam memilih respon. Dalam wacana bahasa, responsibility berasal dari kata response dan ability.  
Dalam pengertian dakwah sebagai upaya menghijrahkan manusia (masyarakat dari kegelapan ke cahaya, yang mana pada praktiknya, kegelapan sosial bisa mengambil beragam bentuk. Kegelapan sosial dinegara kita antara lain berupa over relativitas berbagai nomenklatur atau sebagai penamaan tentang segala sesuatu.
2.2.6                      Tanggung Jawab Da’I kepada Mad’u
                       Bahasa yang diperintahkan Al-Qur’an, bahwa seorang Da’I terhadap Mad’u harus lembut, indah, santun, juga membekas pada  jiwa, member pengharapan hingga Mad’u dapat dikendalikan dan di gerakan perilakunya oleh Da’i. dan seorang Da’I harus mengetahui  kondisi Psikologis Mad’u. dan mencari titik persamaan bukan perbedaan, meringankan bukan memberatkan, memudahkan bukan mempersulit, menggembirakan bukan menakut-nakuti, bertahap dan berangsur-angsur. Sesuai bagaimana pola dakwah yang dijalankan oleh Rasulullah. Ketika mengubah kehidupan jahiliah menjadi kehidupan Islamiyah. Adapun beberapa bentuk ungkapan yang dilangsir oleh Al-Qur’an antara lain:
1)      Qaulan Baligha (perkataan yang membekas dalam jiwa)
2)     Qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)
3)     Qaulan Ma’rufan (perkataan yang baik)
4)     Qaulan Maisura (perkataan yang ringan).
D.  Akibat Tidak Adanya Dakwah
Akibat tidak adanya dakwah seorang manusia tidak akan menghadapi kehidupan yang baik, pasti manusia tidak akan menjaga fitrah dari Tuhan dan manusia yang lain, kemudian manusia tidak akan membutuhkan agama, dan tidak akan mengamalkan ajarannya itu kepada kehidupannya sehari-hari sehingga tidak dapat membimbing kehidupan pribadinya sendiri apalagi kita tidak dapat hidup bermasyarakat dan bernegara.
















BAB III
PRINSIP DASAR DAN METODE BERFIKIR DALAM FILSAFAT DAKWAH

A.    Prinsip dasar dan metode berfikir

1.     Prinsip dasar metode berfikir yang diturunkan dari Al- Qur’an berpegang teguh pada etika Ulul Albab yang terdiri dari 16 prinsip, yaitu:
a.      Bertaqwa dan menegakan hak asasi manusia.
b.     Menjalankan ibadah haji dan menyiapkan bekal taqwa dalam kehidupannya.
c.      Mengambil pelajaran dari hikmah dalam mencari kebaikan.
d.     Memahami Al-Quran dan memehami ayat- ayatnya baik yang muhkamat maupun yang mustasyabihat.
e.      Menjadikan ruang angkasa, geografi, meteorologi dan geofisika sebagai objek berpikir.
f.       Bisa membedakan antar kebenaran dan keburukan, tidak tergoda oleh keburukan dan selalu bertaqwa.
g.      Mengimani dan mengambil pelajaran dari kisah para Nabi dan Rasul.
h.     Memahami kebenaran mutlak yang datang dari Allah Swt.
i.       Meyakini ke-Esaan Allah dan member peringatan kepada umat manusia dengan dasar Al-Qur’an.
j.       Mendalami kandungan Al-Quran dengan mengambil berkah dan nilai- nilai kebaikan.
k.     Menggunakan pendekatan sejarah dari nabi Zakaria dan nabi Yusuf.
l.       Mensyukuri ilmu dengan sujud atau shalat diwaktu malam dalam upaya mendapatkan rahmat Allah Swt.
m.    Meneyeleksi informasi terbaik dengan tolak ukur hidayah dan norma agama.
n.     Memiliki pengetahuan tentang flora dan fauna.
o.     Mengambil pelajaran dari kitab taurat.
p.      Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, memiliki kesadaran tinggi serta takut terhadap siksanya yang dahsyat.
Sebagai kesimpulan Ulul Albab yaitu orang yang beriman, berilmu dan bertaqwa kepada Allah Swt.
2.     Ulul Albab sebagai Insan Nathiq yang Berfikir
Secara etimologis, ulul albab adalah golongan manusia yang menggunakan akal pikiran dan ketundukan hatinya, (ashhab al-‘ukul), sedangkan insan nathiq manusia yang berpikir.
Untuk memahami makna ulul albab dan insan nathiq, dapat ditelusuri melalui penjelasan pencipta insan, yaitu Allah Swt dalam firman-firmannya. Pemahaman ini akan menyadarkan manusia akan hakikat dan jati dirinya, bagaimana hubungan dirinya sendiri dengan penggunaan potensi nalar (akal) dalam memikirkan dirinya dan segala sesuatu di luar dirinya, serta fungsi kehadirannya di persada bumi ini.
Seputar Akal, Indera dan Qolb

1.   Akal
Kata akal berasal dari bahasa arab al-‘aql, arti kata tersebut adalah sama dengan al- Idrak (kesadaran) dan al-Fikr (pikiran, al- Hirj (penahan). Kata tersebut maknanya sama. Dalam bahasa arab kata tersebut disebut mutaradif atau sinonim. Sementara menurut Ibnu Manzur ‘aqala bermakna pula habasa berarti mengkaji, disamping itu dengan kata- kata sejenis itu ‘aqala dikaitkan dengan kemampuan manusia untuk mengikat fakta terutama digunakan untuk mengikat nafsu. Jadi akal adalah kemampuan khas yang diberikan pencipta kepada manusia untuk mampu mengikat realita yang dicerap dan diolah oleh otak dengan menggunakan informasi sebelum kemudian dimaknai, mengolah dan mengendalikan dalam bentuk konsep berupa perkataan, pikiran dan perbuatan.
a.      Sifat-sifat akal ialah :
Pertama, kedudukannya adalah sesuatu yang pertama dan keesaan yang pertama dari segala segi, menjadi berbilang dengan akal, karena dengan adanya akal (pikiran), maka ada lagi yang menjadi objek pemikiran (ma’qul).
Kedua, akal keluar dari yang pertama bukan dalam proses waktu, sebagaimana halnya dengan wujud lainnya.
Ketiga, keluarnya akal dari yang pertama tidak mempengaruhi kesempurnaannya, demikian pula keluarnya yang kurang sempurna dari yang lebih sempurna.
Keempat, akal keluar dari yang pertama dengan sendirinya, tidak perlu mengandung paksaan atau perobahan padanya, bukan pula karena kehendak dan pilihannya karena penetapan kehendak (iradah) berarti merusak keesaannya, sebab dengan sendirinya (natural necessity), maka keesaan yang pertama tetap terpelihara tanpa menimbulkan bilangan.
Kelima, kedudukan akal diantar semua wujud ialah sebagai pembuat alat. Akal ini juga mengandung ide-ide dari plato, yang bukan idea of the good, karena idea of the good ini adalah yang mengeluarkan akal tersebut.
b.     Letak Akal
Ada beberapa pemikir yang berpendapat menegnai keberadaan atau letak akal, sebagian pemikir mengatakan bahwa, akal terdapat di dalam otak (kepala), sedangkan menurut pemikir lainnya letak akal terdapat dalam hati. Selain itu, ada juga yang berpendapat bahwa akal terdapat di dalam otak dan di dalam hati, akal dan hati merupakan kesatuan. Dalam salah satu sabdanya Rasulullah SAW bersabda :
“Bahwa akal adalah cahaya (nur) yang terdapat di dalam hati yang dapat membedakan antara benar dan tidak benar”.


2.   Indrawi (jasmani)
Jasmani terdiri dari badan kasar, berupa wujud fisik, sifatnya tergantung pada materi dan memiliki kecenderungan biologis-primitif, dapat hancur dan rusak, tetapi merupakan tempat penting bagi eksistensi wadahnya unsure kehidupan.
3.   Qolb (nafs)
Dalam Mu’jam al- Wasit disebutkan bahwa salah satu makna Qolb adalah jantunng yang enjadi pusat peredaran darah. Letak jantung berada di dada sebelah kiri. Qalb berasal dari kata qalaba yang berarti berubah, berpindah atau berbalik, kata qalb berari hati atau jantung. Secara fisik jantung selalu berdetak dan naik turun, bolak- balik memompakan darah. Sedangkan secara fisik qalb berarti bolak- balik antara ya dan tidak, yakin dan ragu ataupun tenang dan gundah.
Qolb atau nafsani merupakan unsur penghubung antara jasmani dan rohani, karena itu ia dapat bersifat dan berkecenderungan seperti jasmani tetapi disisi lain juga memiliki kecenderungan  dan sifat seperti ruhani. Karena itu seperti disebutkan dalam QS.Al-Syams: 8-9, nafs adalah potensi dari Allah yang diilhami dengan dua kecenderungan baik dan buruk, ilham fujur dan ilham taqwa yang sama-sama memiliki tarikan yang kuat.
Pada saat mengaktualkan dirinya maka nafs memiliki tiga potensi ghorizah dan tiga pola kerja, yaitu :
1.      Yang berkecenderungan kepada hal-hal yang baik, pola kerjanya bersifat bolak-balik, lebih dekat kepada ruh, ialah qolbu, wujud fisiknya Al-Dhimagh atau jantung, ia disebut hati atau qolb karena sifat kerjanya yang qolaba atau bolak-balik. Qolb ini kecenderungannya pada rasa atau afektif dalam psikologi bara.
2.      Yang berekcenderungan kepada hal buruk, pola kerjanyamenyuruh sebagai daya dorong terutama dalam eksistensi hidup, ialah nafs dalam arti sehari-hari disebut nafsu. Meskipun begitu, sesuai potensi nafs itu sendiri memiliki kecenderungan kepada kebaikan. Menurut TQN ada tujuh nafsu potensial, yaitu : ammarah, lawwamah, sawiyah, muthmainnah, mardhiyah, rodhiyah, kamilah.
3.      Yang bersifat memutuskan, mengikat, menimbang dan senantiasa berpikir, inilah yang disebut akal. Ia disebut akal karena pola kerjanya yang akala, yaitu mengikat, menimbang, dan memutuskan. Wujud fisiknya ialah otak sebagai organ penting untuk berpikir. Akal ini bersifat di tengah karena itu ia dapat saja cenderung kepada nafs atau qolb tergantung siapa yang memimpin pada diri manusia itu.
Dari ketiga aspek mengenai aqal, indra dan qolb merupakan objek berpikir yang berprinsip pada ulul albab yag dimana terdapat keseimbangan diantara akal, indra dan qolb tersebut, agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berpikir.




B.    Metode Berfikir Filsafat Dakwah
1.      Arti kata metode
Secara harfiah kata metode berasal dari kata yunani methodos, sambungan kata depan meta (ialah menuju, melalui, mengikuti, sesudah) dan kata benda hodos (ialah jalan, cara, arah). Kata methodos sendiri diartikan penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah, uraian ilmiah.
Secara arti luas metode ialah: cara bertindak meurut sistem aturan tertentu maksud metode ialah supaya kegiatan praktis terlaksanakan secara rasional dan terarah, agar mencapai hasil yang optimal
Secara arti khusus metode menururt arti luas itu dapat dikhususkan berhubungan dengan pemikiran pada umumnya: cara berpikir menurut sistem aturan tertentu. Khususnya arti itu berlaku bagi ilmu pengetahuan sebagai bidang atau daerah terbatas di dalam keseluruhan pengertian manusia. Metode ilmiah ialah sistem aturan yang menentukan jalan untuk mencapai pengertian baru pada bidang ilmu pengetahuan tertentu, justru metodelah yang menjamin sifat hakiki bagi ilmu pengetahuan, menjadi penegtahuan sistematis dan metodis.
Dengan demikian bukan hanya merumuskan fragmen-fragmen secara terpisah, seperti misalnya pertanyaan,observasi, hipotesa, perbandingan, dan asas-asas, teori. Metode itu meliputi seluruh perjalanan dan perkembangan pengetahuan, seluruh perjalanan dan perkemnbangan pengetahuan, seluruh urutan-urutan dari permulaan sampai kesimpulan ilmiah, baik untuk bagian khusus maupun untuk seluruh bidang atau objek penelitian. Metode itu mengatur tempat segala bagian tersebut tadi, sehingga menjadi satu keseluruhan aturan-aturan, dan menentukan perannannya bagi pengetahuan definitive di bidang atau objek ilmiah.(Bdk. Notonagoro, Metodologi Penelitian Filsafat. Hlm :11-12)
Karena kedudukan dan peranan berfikir sangat penting, Al-Qur’an tidak saja memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya, tetapi juga memberikan pedoman, langkah-langkah metodologis, serta teknik penggunaan akal dengan metode dan teknis yang lurus dan meluruskan kearah kebenaran yang hak. bahkan, jika kandungan Al-Qur’an diteliti dan dikaji akan di temukan langkah-langkah sebagai berikut:
a.     Al-taharrur min quyud al urf wa al takhalush an aghlal al- taqlid, yaitu upaya menbebaskan pemikiran dari belenggu taqlid serta menggunakan kebebasan berfikir sesuai dengan prinsip-prinsip pengetahuan, langkah yang demikian itu disebut metode ilmiah praktis.
b.     Al taamul wa al musyahadah yaitu langkah meditasi dan pencarian bukti atau data ilmiah empirik.
c.      Al baths wa al muwajanah wa al istikro yaitu langkah analisis, pertimbangan dan induksi. Langkah ini merupakan kegiatan penalaran dengan pedoman pada prinsip- prinsip penalaran untuk menemukan kebenaran ilmiah dari data- data empirik yang ditemukan.
d.     Al hukm mabni ala al- dalil wa al burhan yaitu, langkah membuat keputusan ilmiah yang didasarkan pada argument dan data empirik.

Ada pula metode berpikir filsafat islam yang sudah di kembangkan oleh para filosof muslim, sebab filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat islam. Paling tidak terdapat empat macam metode yang telah mereka gunakan dan dapat di gunakn bagi filsafat dakwah yaitu sebagi berikut:
1.      Metode deduktif, metode ini mengandalkan deduksi rasional dan demontrasi(burhan)
2.      Metode iluminasi, metode ini selain bersandar pada deduksi rasional dan demontrasi juga pada usah penyucian jiwa(nafs)
3.      Metode pencapaian irfani untuk menempuh jalan tuhan dan mendekati kebenaran,
4.      Metode kalam, metode ini memiliki prinsip kelembutan dan mendahulukan sesuatu yang baik.
Model pemikiran filosofis   menurut Amrulloh ahmad (1996) berangkat dari hakikat ilmu dakwah itu, ilmu yang membangunkan dan mengembalikan manusia kepada fitri, meluruskan tujuan hidup manusia, serta meneguhkan fungsi khilafah, manusia menurut al-quran dan sunnah.
Selain itu, ia juga menegaskan ilmu dakwah adalah ilmu perjuangan bagi umat islam dan ilmu rekayasa masa depan umat dan peradaban islam. Maka metode pemikiran filosofis dakwah dibangun dengan berdasarkan pada konsep Tauhidulloh. Dari konsep ini dibangun aksiologi, epistimologi, dan metodologi keilmuan dakwah yang mengacu pada hukum-hukum yang terdapat pada ayat kauniyah. Oleh karena itu filsafat dakwah dapat dipahami sebagai sub sistem dari klasifikasi ilmu dalam islam.

C.    Kaidah-kaidah Al-Qur’an agar terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berpikir, antara lain:
1.      Tidak melampaui batas
Segala sesuatu yang tidak dimengerti dan tidak masuk akal tidak harus dipikirkan karena hal itu bukan tugas akal untuk memikirkannya.
2.      Membuat perkiraan dan penetapan
Sebelum memutuskan suatu keputusan, terlebih dulu dilakukan penetapan dan perkiraan tentang persoalan yang dipikirkan dengan teliti dan tidak tergesa- gesa.
3.      Membatasi pesoalan sebelum melakukan penelitian
Melakukan pembatasan sebelum melakukan pembahasan adalah langkah yang penting karena kemampuan akal itu sangatlah terbatas. Akal tidak akan mampu memikirkan sesuatu diluar jangkauannya tanpa ada batasan.
4.      Tidak sombong dan tidak menentang kebenaran
Kebohongan terhadap kebenaran bertentangan dengan etika islam. Jika suatu kegiatan disertai dengan kebohongan maka kebenaran yang hakiki tidak akan tercapai dan akan merusak pula tatanan ukhuwah islamiyah.
5.      Melakukan check dan richek
Dalam mencari kebenaran yang hakiki maka perlu dilakukan pengkajian ulang pada objek fikir dengan teliti.
6.      Berpegang teguh pada kebenaran hakiki
Akal harus tunduk pada kebenaran yang mutlak dan ditopang oleh dalil- dalil yang qath’i.
7.      Menjauhkan diri dari tipu daya
Kepalsuan yang lahir dari dorongan hawa nafsu adalah sesuatu yang akan menipu kejernihan dalam berfikir. Maka, upaya menjauhkan diri dari nafsu adalah hal yang sangat penting.
8.      Mewujudkan kebenaran hakiki
Akal adalah suatu kenikamatan yang harus disyukuri, maka cara mensyukurinya yaitu dengan cara memperjuangkan kebenaran hakiki dalam kegiatan ilmiah.
9.      Menyerukan kebenaran hakiki
Al- Qur’an memberikan pedoman agar akal digunakan untuk menyeru umat manusia pada kebenaran agar memperoleh kemenangan dalam perjuangan hidupnya.
10.   Mempertahankan kebenaran hakiki
Setiap perjuangan maka akan selalu berhadapan dengan tantangan dan rintangan yang datang dari dirinya sendiri ataupun dari luar dirinya. Oleh karena itu, manusia diwajibkan untuk mempertahankan kebenaran hakiki. Karena apabila tidak di perjuangkan maka kebenaran hakiki itu akan terkalahkan oleh ketidakbenaran.

D.    Mazhab-mazhab berpikir
1.     Empiricism (mazhab Tajribi), yaitu pemikiran yang didasarkan hanya pada penggunaan potensi indra saja dalam memikirkan objek pikir. Pengetahuan yang dihasilkannya adalah pengetahuan indra.
2.     Rasionalism (mazhab ‘Aqli), yaitu pengetahuan yang hanya didasarkan pada pengunaan potensi akal. Pengetahuan yang diperolehnya adalah pengetahuan rasional.
3.     Criticism (mazhab Naqdhi), yaitu pemikiran yang didasarkan pada penggabungan potensi indra dan akal dalam memikirkan objek pikir.
4.     Mysticism (mazhab Shufy), yaitu pemikiran yang didasarkan pada penggunaan potensi nurani dan intuisi. Pengetahuan yang diperolehnya adalah pengetahuan mistis.



BAB IV
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILOSOFIS DALAM DAKWAH ISLAM TERKAIT DENGAN SUBJEK, OBJEK DAN SASARAN DAKWAH

A.    Perkembangan pemikiran falsafah dalam dakwah islam
1.   Periode nubuat : semua nabi dan rasul adalah filosof tidak sebaliknya,

a.     Semua Nabi dan Rasul bertugas memanggil ,menyeru dan mengajak manusia untuk beriman kepada Allh SWTdan menjalankan syariat Agama-Nya.Dengan demikian,Nabi dan Rasul adalah para Dai sebab arti dai adalah orang yang membawa dan menyampaikan informasi (Wahyu) dari Allh SWT kepada manusia,sedangkan Rasul adalah orang yang menyampaikan pesan (risalah) dari Allh SWT kepada manusia.
b.     Baik Nabi maupun Rasul adalah manusia pilihan Allh ,pembicaraan hakekat keNabian dan kerasulan itu de kenalka oleh para nabi dan rasul kepada umatnya pada jamanya masing-masing sejak Nabi Adam a.s hingga Nabi pamungkas,Nabi Muhamad SAW.
c.       Tauhidullah dan beribadah hanya kepada-Nya yang menjadi tugas fitri kemanusian sebagai khalifah dan Abdi Allh di muka bumi.dan disampaikan pula pesan utama tentang perjalanan hidup manusia,al-mabda (asal kehadiran manusia),al-wasath (kebradaan manusia di alam kesadaran duniawi,al-mad (tempat kembali mempertanggung jawabkan tugas fitri kemanusian)
d.     Nabi Adam a.s adalah Nabi pertama dan sekaligus sebagai da’i bagi dirinya sendiri,bagi istrinya,dan bagi anak-anak cucunya yang kemudian menjadi komunitas manusia di muka bumi ini,telah di berikan ilmu oleh Allh berupa al-asma seperi halnya seerti halnya Allh memberikan ilmu kepada Nabi Muhammad Saw berupa Al-Qur’an dan,dan ketika Nabi Adam mengimformasikan (Anba-a) al-asma itu kepada para malaikat yang mereka tidak mengetahuinya tentang al-Asma,lalu alaikat menyatakan pengakuannya bahwa Allh adalah al-Alim,al-hakim (yang maha mengetahui dan maha bijaksana). (Q.S al-Baqarah (2):3138, Q.s.al-Rahman (55): 1-4)
e.      Nabi Adam a.s sebagai da’i menjelaskan kandungan tentang al-Asma dengn menggunakan lian dan perbuatan dihadapan mad’unya tentang pesan nubuwah dari al-Asam itu yang menjawab persoalan al-mabda,al-wasth dan al-ma’ad.
f.      Setelah Nabi Adam a.s selesai menjalankan tugas keNabiannya diteruskan oleh nabi dari keturunanya yaitu Nabi Idris a.s ia adalah orang pertama kali mengenalkan bahasa tulis,astronomi,ilmu hitung,pengetahuan menjahit pakaian,melatih hawan dan cara bercocok tanam.Namun “idris” dalam bahasa yunani disebut “Hermes” tugas nubuwah dan risalah sebagai hakekat dakwah Nabi dan Rasul ini diteruskan dari generasi kegenerasi berikutnya oleh para Nabi hingg Nabi terahir yang di dalam Al-Quran tidak diceritkan dan ada 25 Nabi yang diceritakan.(Q.S al-Nisa (4):163-175)
g.      Dari 25 Nabi yang disebutkan dalam al-Quran ada yang diberi al-kitab,shuhuf (lembaran wahyu) dan hikmah.secara eksplisit Nabi yang diberi hikmah selain Al-kitab adalah Nabi Daud a.s sulaeman a.s,Isa a.s dan Nabi Muhammad saw.selain para Nabi,ada seorag hamba Allh yang secara eksplisit disebutkan dalam Al-Quran oleh Allh SWT diberi hikmah yaitu luqman.Dan nama luqman itu menjadi nama salah satu surat dalam mushaf al-qur’an yaitu surah luqman,serah ke 31.dan di surah inilah dapat dibangun secra sepesipik truktur filsafat dakwah.
h.     Luqman al-hikmah itu hidup sejaman dengan Nabi Daud a.s yang uga diberikan hikmah oleh Allh SWT.luqman ini adalah bapak filsafat,selain Nabi sebagai filosof pertama yunani,yatu Empedockles berguna kepada luqma kemudian menyusul pyitagoras murid empedockles,etelah itu secara berturut-turut menyusu socrates,plato,dan Aritoteles.kwlima filosop ini hidup dalam rentangan kurun waktu antara zaman Nabi Dawud as hingga sebelum Nabi Isa as dan setelah seorang murid Aristoteles  adalah Alexander (Iskandar zulkarnaen),ia belajar hikmah dari Aristoteles selama 20tahun.
i.       Atas dasar perimbangan Rasional,bahwa Nabi yag pertama kali mengenalkan bahasa tulis yang menyimbolkan bahasa lisan dalam menyampaika gagasan buah pemikiran (kerja akal) kepada orang lain adaah Nabi Idris,yang disebut Hermes maka jalur pemikiran hikmah (kefilsafatan ) para filosof itu kepada Harmes, dan rentangan waktu antara harmes hingga awal hjriah Nabi terahir adalah kurang lebih 3725 tahun (perhitungan menurut Abu Ma’syar).
j.       Mengacu pada pokok-poko pemikiran yang telah dikemukakan maka dapat lah dgambarkan perkembangan aktifitas pemikiran filosofis periode Nubuwah.

2.   Periode al-khulafa al-Rasyidun
a.     Sepeninggalan rasul terahir Muhammad saw estapeta aktifitas dakwah dalam tataran teoritis dan praktis dilanjutkan oleh peanjutnya,yaitu al-khulafa al-rasyidun (para pelanjut yang memperoleh dan melaksanakan islam agama bimbingan kehidupan).pemikiran dakwah yang brkembang pada periode ini adalah metode aqal dan naql secara seibang orientasi utama mengembangkan dakwah berupa futuhat yaitu konsolidasi dan ekspansi islam disemanjung Arabia dan sekitarnya.produk pemikiran dan aktfitas dakwah alkhulafa al-Rasydun ini disebut atsar sahabat,yang membuat hkazanh Islam.mereka adalah Abu Bakar (632-634 M),dan Ali Ibn Abi Thalib 656-661 M)
b.     Futuhat adalah proses menghadirkan dan mendatangkan islam kedaerah-daerah yang ditinjau dengan tidak memaksa rakyat (mad’u) untk merubah agamanya,mereka menerima dan memeluk agama islam bukan karena paksaan tapi atas dasar pilihan dan kebebasab kehendaknya setelah empertimbangkan secara obyaktif-propesional terlebih dahulu.
c.      Hikmah praktis telah diperoleh para al-kurafa al-Rasyidun melalui prilaku,banyak mengamalkan ilmu dengan iklas dan jujur,istiqomah,pengaaman dan kemahiran,strategi yang bijak dan memahami sendi-sendi dakwah mereka memandang penting penggunaan akal dalam kehidupaan.
3.   Periode tabi’in
1.      Tabi’in adalah mereka yang hidup sesudah generasi sahabat Nabi.Mereka adalah orang-orang yang mampu bersikap bijak dalam menyalurkan kewajiban dakwahnya.Tokoh pemikiran dakwah (rijal al-dakwah)pada periode ini diantaranya adalah Said bin Musayab,Hasan bin yaser al-Bashri,Umar bin Abd al-Aziz dan Abu Hanifah. Umar bin abd al-Aziz adalah seorang khalifah pada zaman Daulah Bani Umayah.
2.      Hikmah praktis yang di kembangkan oleh keempat tokoh pada periode ini adalah memulai dengan memperbaiki diri sendiri,memperbaiki keluarga,memerbaiki umat,mengebangkan dakwah dengan sura,menanakan perasaan takut kepada Allah,dan mempertahankan umat non muslim.
3.      Metode pemiiran dakwah pada zaman tabiin ini lebih bayak menggunakan penalaran metode muhaditsin yang lebih banyak berorientasi pada naql ketimbang naql sebagaimana digunakan dalam penalaran metode mutakalimin.
4.   Periode Tabi’i al-Tabi’in.
1.      Tabi’i al-tabiin adalah sebutan bagi generasi yang hidup setelah tabiin yang mendapatkan nilai keutamaan.tokoh utama pada tokoh ini yang tergolong rijal al-dakwah imam bin Anas,imam syafi’i dan imam Ahmad bin Hanbal.periode A dan B dapat dikatagorikan pula sebagai periode salaf,dan seteah periode salaf disebut periode khalafkaiannya lebih berorientasi pada syariatsebagai pesan dakwah.
2.      Hikmah praktis yang dikembangkan pada periode ini tidah jauh berbeda dengan hikmah praktis (2) bagian (a) yang telah dikemukakan.namun dapat ditambahka bahwa rijal al-dakwah pada periode ini menonjolkan sikap dan prilaku hikmah yaitu berpikir sebelum menjawab dalm berdialog,menolak sesuatu secara bijak dan bertindak tegas daam hal kebenaraan.
3.      Hikmah teoritis yang dikembangkan pada tabii al-tabiin adalah metode penalaran mutakalimin dengan tidak mengabaikan metode penalaran muhaditsin.

5.   Pasca periode Tabi’i al-Tabi’in
1.      Periode ini dapat dikatagorikan sebagai periode khalaf,suatu periode dengan 300 tahun setelah zaman nubuwah.Hikmah teoritis dan hikmah praktis dikembangkan dengan mengembangkan metode penalaran yang pernah berkembang sebelumnya dengan ditandai munculnya berbagai corak pemikiran di dalam berbagai bidang kajian keislaman sebagai hasil dari akumulasi interaksi antarbudaya dalam perjalanan aktivitas dakwah sebagai aktualisasi dari hikmah (pemikiran filosof dakwah )
2.       Dalam tataran hikmah teoritis dari segi metodologi pada periode khalafah ini dapat digolongkan kepada:pertama,kelompok penggunaan penalaraan Isyraqi (Iluminasionisme) pendukung metode yang dikembangkan oleh plato dengan tidak mengabaikan metode naql (hubunga dengan uraian pasal 4 c 1 dan 2).
3.      Rijal al-Dakw’ah pendukung metode sebagai mana disebutkan pada poin (2) diatas adalah kelompok mu’tazilah,Asyariyah,dan syi’ah.tokoh dari kelompok Mu’tazilah antara lain:Abu al-Huzail Alaf.Nazhzham Jahizh,Abu Ubaidah,Mu’amar Ibnu Mutsanna,Abd al- Jabar.dan Zamaksyari.Tokoh dari kelompok Asyari,adalah Abu Hasan al-Asya’ari,Abu bakar Maqilani,Imam Juwayni,al-Gazali dan fakhruddin al-Razi.Dan dari kelompok Syi’ah adalah Syekh Mufid,Murtadha Alam al-Huda,Washir al-dui al-Thui.mereka telah mengkaji tentang konsep teologi tentang pesan dakwah,konsep manusia dan konsep alam.Ibn Taimiyah juga tergolong kelompok ini.
4.      Dai kalangan sufi yang menggunakan mtode irfan,diantara tokohnya adalah Abu yazid al-Busthami,al-halaj,Syibli,Junaedi al-Bagdadi.Dzu al-Nun al-Mishri,Abu said al-Khair,Abdulah Anshari,Abu thalib al-Makki, Abu Nashr al-Samaj,Abu al-qasim al-Qusyairi, Muhyiddin Ibn Arabi,Ibn Faridah dan Jalaluddin al-Rumi,pemikiran mereka lebih menekankan pada konteks dakwah nafsyiyah (intermalisasi ajaran islam pada tingkatintra individu),antara peribadi dan kelompok diatas dasar cinta kepada Tuhan dengan tidak mengabaikan dasar syariat yang lebih mengatur aspek perilaku lahiriayah.

6.   peride Modern
Peride moderen merupakan era kebangkitan islam yang ditandai adanya tokoh perjuangan islam berpikir dan mencari jala untuk mengabaikan belance of power terhadap penjajah barat yang menguasai dunia islam.para era ini diawali gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh Jamaluddin al-Afghani,Muhammad Abduh,Abd al-Wahab dan para pendukungnya sejak tahun 1801 M hingga sekarang.

7.   Aktivitas pemikiran Dakwah sebagai aktivitas kebudayaan  dan peradaban Islam
Penelusuran,pelacakan,dan pengkajian perkembangan perkembangan dakwah pada pula dipandang sebagai aktivitas kebudayaan dan peradabaan islam dengan  menggunakan alur pikir kesejarahan.Dengan demikian,maka perkembangannya dapat distrukturkan kedalam periodesasi yang diperhatikan dalam bagan berikut ini
















1)     Periode klasik                                             1.Masa kemajuan Islam I
(6501250 M)   (650-1000M)                        -al-khulafa al-Rasyidin
                                                                       -Bani Umayah
                                                                       -Bani Abbas
                                                                       2.Masa Disintregrasi
                                                                          (1000-1250M)                                                                    
2)     Periode pertengahan                                           1.Masa kemunduraan I  (1250-1500 M)                                               (1250-1800)                                                                                            2.Masa tiga kerajaan besar
                                                                                          (1500-1800 M)
                                                                            -fase kemajuan
                                                                                        (1500-1700 M)
                                                                            -fase kemunduran II
                                                                                                           (1700-1800 M)
                                                                                                                                                      
3)                     Periode Moderen
(1800-sekarang )

Bagan 2:periodesasi perkembangan pemikiran Dakwah



BAB V
PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILOSOFIS DALAM DAKWAH ISLAM YANG TERKAIT DENGAN MEDIA DAN MATERI

A.  Hakekat Pesan (materi) Dakwah
1)     Pesan dakwah adalah Islam atau syariat sebagai kebenaran hakiki yang datang dari Alloh melalui Malaikat Jibril kepada para nabi –Nya dan terakhir kepada nabi Muhammad SAW. Pesan dakwah ini dalam Al-Quran di ungkapkan dengan term beraneka ragam yang menunjukan fungsi kandungan ajaran Nya ,
2)     Al-Quran menyebutkan term Islam sebanyak 28 kali dalam bentuk kata kerja, dan dalam bentuk kata benda sebanyak 110 kali, yang secara eksplisit dalam bentuk kata kata al–Islam sebanyak 6 kali . kedamaian ,keselamatan, kesejahteraan, ketundukakan, dan tata aturan hidup bagi manusia , yaitu sebuah nama bagi al-din. Sedangkan kata din itu sendiri sendiri al-Quran menyebutkan sebanyak 93 kali dalam 7 bentuk kata benda, dan satu kali dalam bentuk kata kerja .
3)     sumber utama ajaran Islam sebagai pesan dakwah adalah  al-Quran  itu sendiri, yang memiliki maksud spesifik, paling tidak terdapat sepuluh maksud pesan al–Quran sebagai sumber utama Islam, yaitu (1). Menjelaskan tiga rukun agama Islam ,yaitu Iman , Islam , dan Ihsan, yang telah di dakwahkan oleh para rosul dan nabi (2). Menjelaskan segala sesuatu yang belum di ketahui oleh manusia tentang hakikat kenabian ,risalah, dan tugas para Rosul Alloh; (3). menyempurnakan aspek psikologis manusia secara individu, kelompok dan masyarakat, (4). Mereformasi kehidupan sosial kemasyarakatan dan  sosial politik di atas dasar kesatuan nilai kedamaian dan keselamtan dalam keagamaan; (5). Mengkokohkan keistimewaan universalitas ajaran Islam dalam pembentukan kepribadian melalui kewajiban dan larangan; (6) Menjelaskan hukum Islam tentang kehidupan politik negara; (7). Membingbing penggunaan urusan harta; (8). Mereformasi system peperangan guna mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi; (9) Menjamin dan memberikan kedudukan yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam beragama dan berbudaya; dan (10) Membebaskan perbudakan.
4)     Al Quran menjelaskan Islam sebagai pesan dakwah memiliki karakteristik unik dan selalu masa kini yaitu:
a.     Islam sebagai  agama fitrah
b.     Islam sebagai agama rasional dan pemikiran
c.      Islam sebagai agama ilmiah, hikmah dan fiqhiyah
d.     Islam sebagai agama argumentatif
e.      Islam sebagai agama hati (qolb), kesadaran (wijdan) ,dan nurani (dhamir)
f.      Islam sebagai agama kebebasan (huriyah) dan kemerdekaan (istiqlal)
g.      Selain yang telah dikemukakan, Islam juga sebagai agama kasih sayang bagi seluruh alam (Rahmatan al-alamin)
5)     Murtadha   Muthahari  (1991) mengemukakan karakteristik filosofis pandangan dunia Islam sebagai pesan dakwah yang di rumuskan dalam proposisi-proposisi sebagai berikut :
a.     Alam semesta ini memiliki sifat ilahi ( divine nature ) ;
b.     Alam semesta yang realitasnya tergantung pada-Nya ,dan yang diciptakan dalam zat – Nya , juga diciptakan dalam artikal temporal,
c.      Adapun yang nyata di dunia ini, adalah tingkatan yang lebih rendah dari realitas yang termasuk dalam dunia lain yang di sebut alam ghaib ;
d.     Alam semesta mempunyai tabiat kembali kepada –Nya;
e.      Alam semesta adalah suatu system sebab-akibat yang ketat;
f.      Sistem sebab-akibat tidak terbatas pada sebab dan akibat yang bersifat fsikologis saja;
g.      Terdapat serangkaian tradisi (sunnah) dan hokum-hukum yang kokoh yang mengatur dunia dan esensial bagi system sebab akibat di alam semesta;
h.     Alam semesta adalah suatu realitas yang terbimbing dan perkembangan alam semesta adalah, perkembangan yang terbimbing;
i.       Dunia mengandung kebaikan dan kejahatan, keserasian dan ketidak serasian ,kemurahan dan kekikiran ,cahaya dan kegelapan,gerakan dan diam;tetapi kebaikan, tetapi kebaikan;keserasian, kemurahan hati, cahaya dan gerakan mempunyai eksistensi yang asli, sementara kejahatan, kontradiksi, kekikiran, kegelapan dan diam,  mempunyai eksistensi yang bersifat parasitisdan sub-ordinate. Namun eksistensi yang parasitis dan subordinate itu me,mainkan peranan yang sangat penting dalam menciptakan kebaikan, keserasian, kemurahan hati, cahaya, gerakan dan perkembangan;
j.       Karena alam semesta merupakan kesatuan yang hidup, artinya ,karena alam semesta di atur oleh kekuatan-kekuatan yang cerdas maka ia alam semesta aksi dan reaksi. Alam semesta adalah acuh terhadap kebaikan dan kejahatan manusia, ada pahala dan hukuman, pertolongan dan pembalasan yang seimbang ( qishash ) di dunia ini, di samping yang akan di akhirat .Bersyukur dan berbuat kufur tidak lah sama.
k.     Sesudah kehidupan yang sekarang ini, manusia akan mengalami kehidupan abadi dimana manusia akan di beri pahala, atau hukuman sebagai hasil dari awal perbuatan nya dalam kehidupan yang sekarang ini;
l.       Ruh manusia adalah kenyataan yang abadi;
m.   Prinsip dasar dan dasar-dasar kehidupan ,yakni prinsip-prinsip kehidupan moral dan manusiawi adalah abadi dan tetap;  
n.     Kebenaran juga adalah abadi;
o.     Alam semesta, bumi dan langit dibangun dengan adil.
p.     Kehendak Ilahi menggariskan kemenangan akhir kebenaran atas kebatilan
q.     Manusia di ciptakan sederajat dan tak seorang pun mempunyai hak istimewa atas orang lain, Karena rupa kejadian nya, sebab manusia hanya di bedakan menurut:
1.                 Ilmunya
2.                 Perjuangan keagamaan dan spiritual nya di jalan Tuhan dan
3.                 Ketaqwaan nya
r.       Menurut tabeat nya , manusia memiliki serangkaian
       Pembawaan dan kapasitas batin, termasuk  pembawaan  moral dan religius;
s.      Karena setiap orang dilahirkan dengan membawa fitrah manusiawi, maka orang yang paling jahatpun punya kemampuan untuk menerima nasihat dan bertaubat;
t.       Meskipun manusia merupakan satu kesatuan yang riel, ia juga merupakan gabungan (dari unsure- unsure yang berbeda);
u.     Karena manusia memiliki esensi spiritual yang mandiri dan kehendak seseorang bersumber realitas spritualnya,maka manusia adalah merdeka independent;
v.     Umat manusia , seperti halnya individu, adalah juga gabungan (dari unsure-unsure yang bertentang an) dan memiliki hokum-hukum, tradisi- tradisi (sunah) dan intitusi-intitusi, dan sebagai suatu keseluruhan, sepanjang sejarah nya belum pernah tergantung pada kehendak satu orang manusia tertentu. Unsur-unsur bertentangan yang membentuk struktur masyarakat umat manusia, yaitu kelompok-kelompok intelektual, bisnis, politik, dan ekonomi sama sekali tidaklah kehilangan identitas mereka;
w.     Tuhan tidak mengubah nasib suatu kaum kecuali jika mereka sendiri mengubah diri mereka sendiri (terlebih dahulu) mengubah apa yang ada dalam diri mereka;
x.     Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan alam semesta termasuk manusia,   adalah Dzat Yang Maha Kaya, lengkap dalam segala aspek dan sempurna secara mutlak;
y.     Alam semesta memiliki ketepatan khusus,  seperti keterpaduan organis diri suatu makhluk hidup, sebab ia berasal dari satu sumber (Tuhan) dan kembali kepada-Nya dalam jalan yang serasi.
6)     Selanjutnya, Murtadha Muthahari (1991) merinci karakteristik utama idiologi Islam sebagai pesan dakwah ini kedalam proposisi-proposisi berikut :
1.     Salah satu kelebihan Islam dari agama-agama lain, atau lebih tepatnya, salah satu kelebihan agama Tuhan dalam bentuknya yang serba meliput dari bentuk-bentuknya yang sebelumnya adalah kelengkapan nya,
2.                 Aplikabilitas metode ijtihad ;
3.                 Kemudahan dan keluwesan ;
4.                 Orientasi kepada kehidupan ;
5.                 Amar ma’ruf nahi munkar bersumber dari tabggung jawab sosial;
6.                 Hak dan kebebasan individu;
7.                 Prioritas hak masyarakat atas hak individu;
8.                 Prinsip musyawarah dalam membuat keputusan ;
9.                 Asas kemanfaatan;
10.              Penapian kerugian ;
11.              Ketentuan transaksi bisnis haruslah bermanfaat;
12.              Jika modal tidak terlibat dalam pengunaan praktis, dankarena nya tidak terkena resiko kerugian atau kebangkrutan, yakni jika ia mengambil bentuk pinjaman kepada orang lain, maka ia menjadi mnadul dan tak produktif, dan keuntungan apapun yang dihasilkan melalui “ bunga “,  adalah riba dan secara tegas “ diharamkan “
13.              Setiap penghasilan kekeyaan harus di lakukan dengan kesadaran penuh dari kedua belah pihak, dan informasi yang di perlukan harus di peroleh sebelum nya sebab transaksi bisnis yang dilakukan dengan jalan resiko dan ketidak tahuan adalah hampa;
14.              Menentang ketidak masuk akalan;
15.              Menentang hal- hal yang merintangi kemauan;
16.              Etos kerja yang memusuhi pengaguran;
17.              Kesucian kerja dan profesi;
18.              Larangan pemerasan;
19.              Larangan penghamburan dan penyia-nyiaan;
20.              Peningkatan kehidupan;
21.              Larangan menyuap;
22.              Larangan menimbun barang;
23.              Mempunyai penghasilan adalah dibenarkan selama penghasilan tersebut memeberikan kontribusi kepada kesejahteraan masyrakat;
24.              Kewajiban membela hak-hak masyarakat, baik hak individu maupun hak sosial dan melawan aggressor;
25.              Mengusahakan perbaikan dan terus menerus memerangi kejahatan;
26.              Tauhid landasan teori dan praktik berfikir dan berperilaku;
27.              Tidak ada perantara dalam menyembah Allah;
28.              Hidup berdampingan dengan monotheisme yang lain;
29.              Persamaan derajat ,tidak dibenarkan diskiminasi;
30.              Hak-hak kewajiban dan hukum dibedakan menurut jenis kelamin demi menegakan keadilan.  

B.  Hakekat Media dakwah
1.      Sebagaimana dijelaskan dalam poin (b) tersebut di atas bahwa pesan dakwah tidak akan sampai kepada mad’u tanpa metode, begitu pula metode tidak akan berjalan tanpa adanya media. Dengan demikian media dakwah adalah instrument yang dilalui oleh pesan atau saluran pesan yang menghubungkan antara da’I dengan mad’u.
2.      Jika metode merupakan mesin dan pengemudi dari sebuah kendaraan dalam perjalanan dakwah menuju suatu tujuan yang ditetapkan, maka media merupakan kendaraan itu sendiri, tanpa instrumen yang di miliki oleh da’I, perjalanan dakwah tidak akan berjalan.
3.      Instrument yang berfungsi sebagai media itu ada dalam diri da’I adalah seluruh dirinya sendiri, sedangkan yang ada di luar diri dari da’I dapat berupa media cetak, elektronik, film, dan benda lainnya.
4.      Baik metode maupun media memiliki pengaruh tersendiri bagi da’I dan media yang akan ikut menuntukan kelancaran,dan kesukseskan proses dakwah Islam.
5.      Terdapat empat hubungan pengaruh sesuatu terhadap sesuatu, yaitu sebagai berikut;
a.      Pengaruh jims (fisik) terhadap jims (fisik), seperti magnet dalam besi.
b.     Pengaruh jims (materi) terhadap nafs (immateri), seperti getaran benda terehadap pendengaran.
c.      Pengaruh nafs terhadap jims, seperti du’a dan sihir.
d.     Pengaruh nafs terhadap nafs nasehat, ta’lim, dan sejenisnya (abu al-hasan al-amri,1988;78-80)
6.      Al-Quran menyebut sesuatu yang dapat diartiakan dengan media adalah al-wasilah sebanyak 2 kali dalam satu bentuk kata yaitu surat al-Maidah, ayat 35
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#þqäótGö/$#ur Ïmøs9Î) s's#Åuqø9$# (#rßÎg»y_ur Îû ¾Ï&Î#Î6y öNà6¯=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇÌÎÈ   .
35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. dan
Surat al-isra ayat 57
y7Í´¯»s9'ré& tûïÏ%©!$# šcqããôtƒ šcqäótGö6tƒ 4n<Î) ÞOÎgÎn/u s's#Åuqø9$# öNåkšr& Ü>tø%r& tbqã_ötƒur ¼çmtGyJômu šcqèù$sƒsur ÿ¼çmt/#xtã 4 ¨bÎ) z>#xtã y7În/u tb%x. #YräøtxC ÇÎÐÈ  
57. orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka[857] siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.

[857] Maksudnya: Nabi Isa a.s., Para Malaikat dan 'Uzair yang mereka sembah itu menyeru dan mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah.
Kandungan dua ayat ini bahwa orang yang beriman diperintahkan bertakwa, berdu’a kepada allah,mencari ridha-nya melalui wasilah (jalan), dan berjihad.
C.  Fungsi Materi dan Media Dalam Dakwah
1.   Materi Dakwah
Maddah (materi) adalah isi pesan atau maeri yang disampaikan da’I kepada mad;u. dalam hal ini sudah bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran Islam itu sendiri. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:
a.     Masalah akidah (keimanan)
Aspek akidah ini akan menjadi moral (akhlak) manusia. Oleh krena itu yang pertama kali menjadi materi dalam dakwah Islam adalah masalah akidah atau keimanan. Akidah akan menjadi materi utama dakwah ini, krena mempunyai cirri tertentu seperti keterbkaan melalui persaksian (syahadat), cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam, dan ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan.
b.     Masalah Syariah
Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat Islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam diberbagai penjuru dunia, dan sekaligus merupakan hal yang patut di banggakan. Kelebihan dari materi syariah Islam antara lain, adalah bahwa ia tidak memiliki oleh umat-umat yang lain. Syariah ini bersifat universal, yang menjelaskan hak-hak umat muslim dan non muslim, bahkan hak seluruh umat manusia. Demngan adanya materi syariah ini, maka tatanan system dunia akan teratur  dan sempurna.
Disamping mengandung dan mencakup kemaslahatan social dan moral, maka materi dakwah dalam bidang syariah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar, pandangan yang jernih, dan kejadian secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam setiap melihat setiap persoalan pembaruan, sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekan, karena yang di inginkan dalam dakwah adalah kebaikan.


c.                                      Masalah Muamalah
Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah lebih besar porsinya dari pada urusan ibadah. Karena ibadah dalam urusan mu’amalah disini, diartikan sebagai ibadah mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.

Dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits mencakup proporsi terbesar sumber hukum yang berkaitan dengan urusan mu’amalah. Ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan di ganjar lebih besar dari pada beribadah yang bersifat perorangan. Melakukan amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar dari pada ibadah sunnah.
d.     Masalah Akhlak
Materi akhlak ini diorientasikan untuk menentukan baik dan buruk, akal, kalbu berupaya untuk menemukan standar umum melalui kebiasaan masyarakat. Karena ibadah dalam Islam sangat erat kaitannya dengan akhlak. Pemakaian akal dan pembinaan akhlak mulia merupakan ajaran Islam. Ibadah dalam Al-Qur’an selalu di kaitkan dengan taqwa, dengan demikian orang bertaqwa adala orang yang mampu menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinmaan akhlak mulia yang menjadi ajaran yang paling dasar dalam Islam. Karena tujuan ibadah dalam Islam bukan semata-mata diorientasikan untuk menjauhkan diri dari neraka dan masuk surge, tetapi tujuan yang didalamnya terdapat dorongan bagi kepentingan dan pembinaan akhlak  yang menyangkut kepentingan masyarakat. Masyatakat yang baik dan bahagia adalah masyarakat yang anggotanya memiiki akhlak mulia dan budi pekerti luhur.
Tanpa petunjuk Islam, manusia akan terus-terusan mengulang kesalahan-kesalahn individual maupun kolektif di masa silam. Melalui penyampaian pesan-pesan Islam, manusia akan dibebaskan dari segala macam bentuk kekufuran dan kemusyrikan.

2.   Media dakwah
Wasialah (media) dakwah adalah alat yang digunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran Islam) kepada mad’u. untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah (media). Hamzah Ya’kub membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu: lisan tulisan, lukisan, audiovisual, dan akhlak.
1.      Lisan adalah media dakwah yang paling sederhana yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan media ini dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan, penyuluhan dan sebagainya.
2.      Tulisan adalah media dakwah melalui tulisan, buku, majalah, surat kabar, surat-menyurat (korespondensi), spanduk dan sebagainya.
3.      Lukisan adalah media dakwah melaui gambar, karikatur dan sebagainya.
4.      Audiovisual adalah media dakwah yang dapat merangsang indera pendengaran, penglihatan atau kedua-duanya, seperti televisi, film slide, OHP, internet, dan sebagainya.
5.      Akhlak, yaitu media dakwah melaui-melaui perbuatan-perbuatan nyata yang mencerminkan ajaran Islam yang secara langsung dapat dilihat dan didengarkan oleh mad’u.


















BAB VI
HAKIKAT MANUSIA SEBAGAI SUBJEK (DA’I) DAN SASARAN DAKWAH (MAD’U)

A.  Hakikat Manusia
     Dalam al-Qur’an terdapat tiga istilah yang mengacu pada makna pokok manusia, yaitu Basyar, insane dan annas.
1.      Basyar, kata basyar memberi referensi kepada manusia sebagai makhluk biologis, makhluk yang makan, minim, berhubungan seks dan beraktivitas dan sebagainya. Nabi Muhammad saw menegaskan secara fisik beliau seperti manusia lainnya (basyar mitslukum). Oleh karena itu, tidak tepat bila menerjemahkan (basyaran mitslukum) sebagai manusia seperti kita dalam hal berbuat dosa.
2.      Insan, kata insane disebut 65 kali dalam al-Qur’an dapat dikelompokkan dalam tiga kategori. Pertama, insane dihubungkan dengan keistimewaannya sebagai khalifah atau pemikul amanah. Kedua, insane dihubungkan dengan predis posisi negative diri manusia. Ketiga, insane dihubungkan dengan proses penciptaan manusia.
3.      Annas, mengacu kepada manusia sebagai makhluk social.
Berdasarkan paparan diatas, tampak bahwa al-Qur’an memandang manusia sebagai makhluk boilogis, psikologis, dan social. Ssebagaimana ada hokum-hukum yang berkenaan dengan karakteristik biologis manusia, ada juga hokum-hukum yang mengendalikan manusia sebagai makhluk psikologis dan makhluk social.
Karena pada manusia terdapat dua predisposisi negative dan positif sekaligus, menurut al-Qur’an, kewajiban manusia ialah memenangkan predisposisi positif. Ini terjadi bila manusia tetap setia pada amanah yang dipikulnya. Secara konkret, kesetiaan ini diungkapkan dengan kepatuhan pada syariat Islam yang dirancang sesuai amanah.
Dalam al-Qur’an surat al-Syams ayat 7-8 potensi yang diberikan oleh Allah adalah potensi nafs yang jelas memiliki dua sisi, yaitu ilham taqwa yang cenderung pada kebaikan, dan ilham fujur yang cenderung pada keburukan. dan agama Islam dengan bekal ini manusia diberi amanat ibadah dan khilafah di muka bumi. Dengan amanat ibadah manusia hanya dibenarkan menyembah dan beribadah kepada penciptanya, yaitu Allah SWT, dan dengan amanat khilafah manusia bertugas merekayasa kehidupan, merekayasa alam bagi kepentingan kemanusiaan dan menegakkan tata hubungan antara makhluk di muka bumi atas dasar kasih saying dan kedamaian dalam keanekaragaman budaya dan etnik.
Manusia dengan potensi ruhani yang dimilikinya dapat menerima dan menolak syariat Islam yang diperuntukkan bagi pengaturan dan pedoman kehidupannya sebagai hamba dan khalifah Tuhan di muka bumi. Masing-masing aktivitas yang berupa penerimaan dan penolakan tersebut akan memperoleh akibat atau konsekuensi berupa balasan pahala untuk penerimaan dan berupa siksa untuk penolakan.
Manusia yang menerima Islam dan memperjuangkannya agar diterima oleh orang lain di atas dasar kebebasan dan tanggung jawab adalah hakekat aktivitas dakwah Islam di sepanjang zaman. Tanggung jawab atau amanah ini akan dihadapkan kepada pengadilan (mahkamah), baik tanggung jawab maupun amanah, jika mengacu pada al-Qur’an, antara lain surat al-Anfal :27 :
$pkšr'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqߧ9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.”

Manusia memiliki dimensi kejiwaan, dan di dalam kejiwaan itu memiliki aspek insting beserta perilaku dan kecenderungannya dalam hal ini dakwah Islam merupakan proses pendayagunaan aspek insting dalam jiwa kearah yang positif, baik dan benar menurut tuntunan ajaran.
Perilaku lahir manusia pada hakekatnya merupakan ekspresi dan aktualisasi dari perilaku potensi nafs (jiwa) yang dimilikinya, yang memposisikan manusia ke arah posisi baik dan benar dan ke arah posisi jelek dan salah. Potensi nafs tersebut diinformasikan oleh al-Qur’an terdapat empat macam, yaitu:
a.      Nafs muthmainah, yaitu nafsu yang tenang, jauh dari segala keguncangan, selalu mendorong berbuat kebajikan (Q.S. al- Fajr : 27-28)
b.     Nafs mulhamah/supiah (Q.S. al-Syams : 7-10)
c.      Nafs amarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong berbuat kejahatan, tunduk kepada nafsu syahwat dan panggilan setan.(Q.S. Yusuf : 53)
d.     Nafs lawamah, yaitu nafsu yang belum sempurna, selalu melawan kejahatan tapi suatu saat melakukan kejahatan hingga disesalinya. (Q.S. al-Qiyamah : 2)
Nafs a dan b merupakan bagian dari potensi syahwat, sedangkan c dan d merupakan bagian dari potensi gadhab. Syahwat dan gadhab adalah nafs pokok, dan masing-masing bagiannya merupakan elemen yang dimilikinya. Kesemuanya itu memiliki kecenderungan perilaku dan mengekspresikan perilaku lewat raga.
Nafs sebagai potensi ruhaniyah manusia memiliki hubungan pengaruh dengan aspek unsure asal bahan kejadian fisik (jasad), yaitu unsure ardh (tanah), ma (air), hawa (udara) dan nar (api). Keempat unsure ini mempengaruhi secara berpasangan  terhadap empat macam nafs yang menimbulkan karakter dan kecenderungan perilakunya.
Pada kenyataannya, manusia terbuat dari unsur-unsur yang berlawanan. Unsur-unsur yang saling berlawanan inilah yang membuat manusia menjelma sebagai makhluk yang penuh paradoks. Dalam wujudnya, Allah mencampurkan keburukan dan kebaikan. Ada sejumlah paparan dari al-Quran yang bisa menjadi rujukan mengenai hal ini. Yaitu lempung keras (shalshalkal fakhkhar); Lumpur hitam atau tanah busuk (hamain masnun); tanah biasa (thin); debu (turab). Setelah Allah membentuk tubuhnya, Dia menghembuskan nafas dari Ruh-Nya kedalamnya, lalu jadilah manusia utuh. Inilah yang dimaksud para ahli bahwa manusia adalah makhluk yang langsung berada dibawah poros Ilahi.
Lumpur atau tanah busuk dianggap sebagai sumber segala sesuatu yang mendorong manusia menuju hal-hal duniawi yang temporal, dan Ruh Ilahi dianggap sebagai sumber segala yang mendorong kearah kebaikan. Ala kulli hal, di satu pihak ia memiliki dorongan untuk mengikuti dan mengutamakan hokum-hukum Allah dalam masyarakat. Sementara dilain pihak, ia juga memiliki kecenderungan untuk melakukan segala macam tindak tidak terpuji dan segala perilaku menyimpang lainnya.
Nafs-nafs senantiasa mempengaruhi aktivitas akal untuk selalu bergerak kearah atas (kemuliaan, kesucian dan mendekatkan kearah alam lahut) sedangkan yang tiga lagi mempengaruhi aktivitas akal budi manusia untuk selalu bergerak kearah bawah (ketercelaan, kerendahan, dan menjauhi dari alam lahut). Dalam kontek ini maka hakikat dakwah merupakan fungsionalisasi akal budi untuk selalu bergerak kearah alam lahut.
Aktivitas akal budi insaniyah yang terbebas dari pengaruh anfus tercela akan selalu bergerak dari alam madah dan nasut menuju dan mendekati alam lahut setelah melewati alam jabarut, alam malakut, arasy. Ketika hakikat insan mendekat dan berada di alam lahut ia berada pada tingkatan akhfa setelah terlebih dahulu melewati dari posisi tabi’I, nafs, qalb, ruh dan sir atau khafi. Demikian insane kamil yang memperoleh keselamatan dan kebahagiaan abadi. Sedangkan yang terdominasi oleh anfus tercela insane, akal bergerak ke bawah posisi tabi’I dan alam madah, dengan demikian ia memperoleh kerendahan, kehinaan dan kecelakaan hakiki. Dalam konteks ini, hakikatdakwah merupaka aktivitas akal budi insaniyah dan ekspresinya bergerak menuju alam lahut.
Pengertian hadits tentang “ Barangsiapa yang mengenal nafsnya akan mengenal Tuhannya adalah sebagai berikut:
1.      jika seseorang mengetahui nafsnya dia akan mengenal kemurkaan Allah dan nafs dalam pengertian “diri” dia akan menyadari bahwa sebagian besar pengalamannya dalam merasakan Allah sebenarnya adalah pengalaman nafs seseorang, bukan Allah, oleh karenanya Rabb hendaknya dipahami sebagai penuntun bukan penguasa.
2.      nafs adalah pengertian diri, diartikan apabila seseorang mengetahui Tuhannya tidak pernah kekurangan, jika dia mengetahui dirinya melalui pemusnahan nafs negative, dia akan mengetahui Tuhannya dalam kehidupan abadi.
3.      mengacu pada sifat-sifat nafs, maka dakwah pada tingkat intra individu (dakwah nafsiyah) pada hakikatnya menahan nafs dari keinginan dan kecenderungan negatifnya (Q.S. al-Najiat: 40).
Manusia dihargai sebagai makhluk yang sanggup menaklukkan alam, namun mereka juga bisa merosot menjadi yang paling rendah dari segala yang rendah. Dengan demikian, dalam persfektif ini, manusia sendirilah yang harus menentukan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri.
Sejumlah ayat al-Qur’an menggambarkan manusia sebagai makhluk dengan sejumlah karakter yang berbeda, bahkan kadang acap kali bertentangan secara diametral; setengah dipuji setengah dikutuk. Inilah salah satu keunikan paling penting yang dimiliki makhluk manusia. Ia makhluk yang banyak dipuji sekaligus dicaci sebagai biang kekacauan dan kerusakan yang terjadi diatas muka bumi.
Tetapi mereka tidak dipuji dan dikutuk karena sifat ganda yang mereka miliki. Manusia, dalam logika al_Quran, memiliki segala kesempurnaan yang potensial, dan manusia harus mengarahkan kecenderungan-kecenderungan ini kea rah tindakan.
Secara demikian, sebagaimana dikatakan Murtadho Muththari, manusialah sesungguhnya yang harus membentuk diri mereka sendiri. Persyaratan awal untuk sampai kearah itu adalah adanya keyakinan. Keyakinan merupakan langkah dasar menuju kealiman, amal shaleh, dan bekerja keras di jalan Allah. Melalui keyakinanlah ilmu diubah menjadi bermanfaat, sebagai pelawan dari perangkat yang berbahaya, pengumbar nafsu.
Kini jelas bahwa Khalifah Allah, yang dipujikan oleh para malaikat dan yang berlimpahkan dengan segala kesempurnaan, adalah manusia yang berkeyakinan, bukan manusia tanpa keyakinan. Manusia tanpa keyakinan adalah makhluk tragis dan tidak sempurna.makhluk hidup semacam ini hanya akan menjadi serakah, pembunuh, koruptor, manipulator dan sejumlah perilaku menyimpang lainnya.
Sejumlah ayat dalam al-Quran dengan sangat jelas membedakan antara manusia dengan perilaku yang terpuji dan manusia dengan perilaku yang terkutuk. Al-Quran secara amat pedas memotret sosok manusia dengan perilaku yang disebut tadi.
Islam memandang manusia sebagi khalifah Tuhan di atas bumi. Lebih jauh lagi, kualitas kewakilan ini disempurnakan dengan kualitas kehambaan (‘abd Allah) dan karenanya harus menaati-Nya. Sebagai ‘abd Allah manusia harus pasif kepada Tuhan dan menerima berkah dan karunia yang mengalir dari dunia atas. Sebagai khalifah Allah, manusia harus aktif di dunia, memelihara keharmonisan alam dan menyebarluaskan berkah dan karunia.
Dalam cara yang sama sebagaimana Tuhan memelihara dan mengasuh dunia, manusia sebagai wakilnya juga harus mengasuh dan memelihara atmosfir dimana ia memainkan peran sangat penting. Dalam hemat Nasr, menjadi manusia berarti menyadari tanggung jawab yang melekat dalam status sebagai wakil Tuhan. Bahkan ketika dinyatakan dalam al-Quran bahwa Tuhan telah menundukkan (sakhara) alam bagi manusia, ini tidaklah berarti bahwa penaklukan alam biasanya diklaim oleh sejumlah Muslim modern yang haus akan kekuasaan seperti yang dijanjikan ilmu pengetahuan modern kepada mereka.
Menurut Nasr, bahwa dominasi atas segala apa yang ada dibumi diperbolehkan bagi manusia sejauh itu tidak bertentangan dengan hokum-hukum Allah; dan itu diperbolehkan persis karena ia adalah wakil Tuhan di atas bumi (Khalifah Allah) dan karena diberikan kekuasaan yang sesungguhnya milik Tuhan jua, bukan milik manusia yang tidak lebih dari makhluk yang diciptakan untuk menjelajahi kehidupan duniawi ini dan kembali kepada-Nya pada saat kematiannya.

B.  Hakikat Umat
Umat pada hakikatnya adalah individu insane yang berinteraksi dalam komunitas sebagai al-Basyar yang membentuk struktur, fungsi dan peran masing-masing dalam menjalankan fungsi keabidan dan kekhalifahan diatas dasar kebebasan, penghambaan, kebebasan berakidah, kebebasan akal dan pendapat serta kebebasan berkehendak yang mempunyai tanggung jawab ketuhanan.
Kebebasan individu dalam komunitas al-Basyar akan berkaitan dengan problem kebebasan, individual, kekuatan social, tanggung jawab individual dan social, nilai dan norma individual dan social, hak dan kewajiban dalam upaya mencapai kebaikan dan kebenaran hidup insane yang berinteraksi dalam komunitas al-Basyar. Pencapaian tujuan ini hanya didapat melalui penegakkan dakwah Islam dalam berbagai konteksnya.situasi dan kondisi ketercapaiannya tujuan itu disebut khaira ummah. Dengan demikian, umat merupakan medan terjadinya peristiwa aktivitas dakwah Islam diluar konteks dakwah nafsiyah (intra individu).
Komunitas (ummah) setelah datangnya dakwah Islam kepada mereka terbagi menjadi dua kategori, yaitu umat muslim atau umat Muhammadiyyah dan umat non muslim. Bagi yang pertama dicirikan dengan adanya interaksi kasih saying diantara sesama, melakukan ruku dan sujud dalam mencapai ridha Allah Swt. Berbarengan  dengan itu mereka tidak terlibat dengan perbuatan pembangkangan terhadap kebenaran (Q.S al-Fath : 29) kemudian jika dilihat dari sisi territorial, ummah atau komunitas itu terdiri dari al-Islam dan al-Harb.
Dalam pandangan para sosiolog (Barat), seperti yang pernah dikatakan oleh Margaret Thacher, masyarakat (ummah) tidak lebih dari sekumpulan individu dan keluarga. Dengan logika ini, untuk memperbaiki masyarakat harus dilakukan dengan melakukan perubahan pada individu dengan harapan akan banyak orang yang memulai bergabung dengan kegiatan mereka, kemudian situasi akan menjadi lebih baik.
Dalam perspektif dakwah, pada sejatinya masyarakat terdiri atas individu yang didalamnya terdapat tiga komponen berikutnya yang menentukan hubungan antara masing-masing individu tersebut, yaitu:
1.      pemikiran-pemikiran yang paling berpengaruh yang diemban masyarakat
2.      perasaan-perasaan yang paling berpengaruh yang di embank masyrakat
3.      system pemerintahan yang berkuasa.
Dalam pandangan Frederick dan al-Khathath, ketiga hal inilah yang membentuk ikatan umum diantara individu-individu dalam masyarakat. Ikatan-ikatan atau kohesivitas umum inilah yang membentuk perilaku individu di segala aspek kehidupan, termasuk segala macam standar hubungan dan aktivitas yang terjadi pada system. Sebagai ilustrasi, pernyataan tentang dari mana kita dating (min aina, kesadaran dari ontology), apa tujuan kita didunia (fi aina, kesadaran dari historis), dan apa yang akan terjadi setelah kita mati (ila aina, kesadaran diri aksiologis), ketika terjawab, akan menimbulkan sebuah pemikiran umum dalam memilih standar tindakan dalam hidup.
Bagi kalangan muslim, standar tersebut adalah apa yang tercantum dalam al-Quran dan Sunnah. Sekaitan dengan hal ini, Rasulullah mulia menyatakan:
Tidaklah salah seorang diantara kamu dikatakan benar-benar beriman kepadaku sampai kecenderungan dalam dirinya pun mengikuti apa (Islam) yang telah aku bawa. (H.R. al-Nawawi)
Dengan penjelasan diatas, maka menjadi jelaslah urusannya bahwa tujuan system adalah untuk melindungi dan menyelamatkan masyarakat dari tindakan-tiondakan yang akan dilakukan, yang diperhitungkan akan menghancurkan anggota masyarakat secara keseluruhan. Disinilah terletak arti penting dakwah sebagai upaya penyelamatan masyarakat dari kehancuran secara missal akibat tindakan yang boleh jadi sebenarnya bersifat individual.




















BAB VII
HAKIKAT PESAN DAKWAH

A.  Memahami Pesan Dakwah
       1. Arti pesan dan dakwah secara bahasa
Pesan adalah perintah, nasehat, permintaan, amanat, yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain.
Dakwah secara bahasa berarti memanggil, menyeru, menegaskan atau membela sesuatu, perbuatan atau perkataan untuk menarik sesuatu kepada sesuatu , dan memohon dan meminta. Dalam buku H. syukriadi sambas halaman 17.
2.      Arti pesan dan dakwah secara istilah
Pesan adalah sesuatu yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan melalui proses komunikasi. Ada juga yang mengatakan bahwa pesan adalah serangkaian isyarat/simbol yang diciptakan oleh seseorang untuk maksud tertentu dengan harapan bahwa penyampaian isyarat/simbol itu akan berhasil dalam menimbulkan sesuatu. Selain itu pesan dapat diartikan pernyataan yang dikode dalam bentuk lambang-lambang atau simbol-simbol yang mempunyai arti,
Dakwah adalah merupakan perilaku muslim dalam perilaku islam sebagai agama dakwah, yang dalam prosesnya merupakan unsur Da’i, pesan dakwah, metode, media, mad’u dalam mencapai tujuan dakwah yang melekat dengan tujuan islam sepanjang zaman dan dan disetiap tempat. Dan proses internalisasi, transformasi, transmisi dan difusi ajaran islam.
3.Pesan Dakwah
Pengertian dari dakwah sendiri adalah upaya paling efektif dalam rangka menyebarkan agama Islam, karena melalui kegiatan dakwah, seluruh pesan-pesan syari’at disampaikan kepada manusia. Pesan dakwah ini dalam Al-Qur’an diungkapkan dengan cara yang beraneka ragam yang menunjukkan fungsi kandungan ajarannya. Nilainya Q.S. An-Nahl : 125 disebut dengan sabili abbika (jalan Tuhanmu).
Pesan dakwah dapat diartikan juga sebagai suatu ide/gagasan informasi diri, serangkaian isyarat yang dilontarkan/disampaikan oleh komunikator kepada komunikan yang berisikan tentang ajaran untuk kebijakan/kebaikan di dunia dan akhirat selain itu pesan dakwah dapat diartikan sebagai materi dakwah.
Dalam pengertian tersebut mengandung 2 hal pesan dakwah antara lain :
1. Mendorong manusia untuk berbuat kemaslahatan
2. Menyuruh manusia untuk melaksanakan perintah agama

B.  Karakter –Karakter Pesan
1.     Qaulan baligha (perkataan yang membekas pada jiwa)
Ungkapan qaulan baligha dalam Q.S An-nisa : 63 artinya adalah komunikasi aktif merujuk pada asal katanya baligha artinya sampai atau fashih.

y7Í´¯»s9'ré& šúïÉ©9$# ãNn=÷ètƒ ª!$# $tB Îû óOÎhÎ/qè=è% óÚ̍ôãr'sù öNåk÷]tã öNßgôàÏãur @è%ur öNçl°; þ_Îû öNÎhÅ¡àÿRr& Kwöqs% $ZóŠÎ=t/ ÇÏÌÈ
Artinya: “Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan Katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka”.

2.     konsep qaulan Layyinan (perkataan yang lembut)
Q.S. Thaha : 43 sampai 44, yang berarti komunikasi yang lemah lembut (Layyin)

t6ydŒ$# 4n<Î) tböqtãöÏù ¼çm¯RÎ) 4ÓxösÛ ÇÍÌÈ Ÿwqà)sù ¼çms9 Zwöqs% $YYÍh©9 ¼ã©#yè©9 ㍩.xtFtƒ ÷rr& 4Óy´øƒs ÇÍÍÈ
Artinya: “Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya dia Telah melampaui batas;
Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".

3.     konsep qaulan Ma’rufan (perkataan yang baik)
Pengertian ma’rufan secara etimologis adalah al-khair atau ihsan, yang berarti yang baik-baik. Jadi qaulan ma’rufan mengandung pengertian perkataan atau ungkapan yang pantas dan baik. Terdapat dalam Q.S. An-Nisa: 5 dan 8.

Ÿwur (#qè?÷sè? uä!$ygxÿ¡9$# ãNä3s9ºuqøBr& ÓÉL©9$# Ÿ@yèy_ ª!$# ö/ä3s9 $VJ»uŠÏ% öNèdqè%ãö$#ur $pkŽÏù öNèdqÝ¡ø.$#ur (#qä9qè%ur öNçlm; Zwöqs% $]ùrâ÷ê¨B ÇÎÈ
Artinya: “Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum Sempurna akalnya[268], harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan Pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik. [268]  orang yang belum Sempurna akalnya ialah anak yatim yang belum balig atau orang dewasa yang tidak dapat mengatur harta bendanya”.

#sŒÎ)ur uŽ|Øym spyJó¡É)ø9$# (#qä9'ré& 4n1öà)ø9$# 4yJ»tGuŠø9$#ur ßûüÅ6»|¡yJø9$#ur Nèdqè%ãö$$sù çm÷YÏiB (#qä9qè%ur óOçlm; Zwöqs% $]ùrã÷è¨B ÇÑÈ
Artinya: “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat[270], anak yatim dan orang miskin, Maka berilah mereka dari harta itu [271] (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. [270]  kerabat di sini maksudnya : kerabat yang tidak mempunyai hak warisan dari harta benda pusaka. [271]  pemberian sekedarnya itu tidak boleh lebih dari sepertiga harta warisan”.
Semuanya mengacu pada kata-kata yang ma’ruf. Dalam kaitannya dengan kegiatan dakwah indikator dari qaulan baligha, ma’rufan dan layyinan mencakup penyampaian pesan-pesan dakwah oleh da’i :
a.      Secara tepat sasaran dan lurus tidak bertele-tele
b.                   Secara benar dan jujur, tidak mengandung kebohongan
c.      Lugas dan tegas dalam melarang sesuatu (bernahi mungkar) tanpa bersikap kasar dan melukai hati mad’u.
d.     Bersikap ramah dalam memerintahkan kepada kebajikan atau menasehati.


C.  Hakikat Pesan Dakwah
1.   Sumber utama ajaran islam 
Sebagai Sumber utama ajaran islam sebagai pesan dakwah adalah al-qur’an itu sendiri, yang memiliki maksud spesifik. terdapat sepuluh maksud pesan al-qur’an sebagai sumber utama islam yaitu:
a.     Menjelaskan hakikat tiga rukun agama islam, yaitu iman, islam dan ihsan, yang telah didakwahkan oleh para rasul dan nabi.
b.     Menjelaskan segala sesuatu yang belum diketahui manusia tentang hakikat kenabian, risalah dan tugas para rasul Allah.
c.      Menyempurnakan aspek psikologis manusia secara inividu, kelompok dan masyarakat.
d.     Mereforasi kehidupan social kemasyarakatan dan social politik diatas dasar kesatuan nilai kedamaian dan keselamatan dalam agama.
e.      Mengokohkan keistimewaan universalitas ajaran islam dalam pembentukan kepribadian melalui kewajiban dan larangan.
f.      Menjelaskan hukum islam tentang kehidupan politik negara.
g.      Membimbing penggunaaan urusan harta.
h.     Mereformasi system peperangan guna mewujudkan kebaikan dan kemaslahatan manusia dan mencegah dehumanisasi.
i.       Menjamin dan memberikan kedudukan yang layak bagi hak-hak kemanusiaan wanita dalam beragama dan berbudaya.
j.       Membebaskan perbudakan. (jejak langkah dan pemikiran baru dakwah KH. Syukriadi sambas, M. Si halaman 168)
2.   Konsep ad-dinul islam
Petunjuk hidup yang diberikan Alah kepada manusia berupa Ad-Dinul Islam yang sering disamakan dengan agama Islam. Ada orang yang berpendapat bahwa kata agama berasal dari sansakerta yaitu “a”dan “gama”. “a” artinya tidak, dan “gama” artinya kacau, jadi kata agama berarti tidak kacau. Istilah agama yang disandingkan dengan Islam sehingga disamakan dengan istilah ad-din Islam, sebenarnya salah namun kaprah, sebab baik secara filologis dan terminologis tidak benar, namun penyebutan Islam sebagai agama sudah biasa dikemukakan dalam masyarakat maupun dalam dokumen resmi pemerintah.
Sebenarnya Islam adalah ad-din seperti dinyatakan Allah dalam Q.S. Ali Imran :19
¨bÎ) šúïÏe$!$# yYÏã «!$# ÞO»n=óM}$# 3 $tBur y#n=tF÷z$# šúïÏ%©!$# (#qè?ré& |=»tGÅ3ø9$# žwÎ) .`ÏB Ï÷èt/ $tB ãNèduä!%y` ÞOù=Ïèø9$# $Jøót/ óOßgoY÷t/ 3 `tBur öàÿõ3tƒ ÏM»tƒ$t«Î/ «!$#  cÎ*sù ©!$# ßìƒÎŽ|  É>$|¡Ïtø:$# ÇÊÒÈ
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab[189] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. [189]  maksudnya ialah kitab-kitab yang diturunkan sebelum Al Quran”.

Karena itu pengertian ad-din adalah, “peraturan ketuhanan yang mengantarkan manusia, dengan usahanya sendiri menuju kebahagiaan hidup di dunia dan kesejahteraan di akhirat”. Ad-din bukan kebudayaan atau hasil cipta karsa dan rasa manusia melainkan ciptaan Allah SWT. Adapun agama merupakan istilah untuk menunjukkan hasil pikiran dan perasaan serta karya manusia. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama berbeda dengan ad-din.
Sejarah perubahan istilah, secara historis ada proses yang panjang mengapa ad-dinul Islam kemudian disebut agama Islam. Yaitu ketika para dai belum mempunyai istilah yang tepat untuk memperkenalkan nama ajaran yang dibawanya (Islam) yang  mudah dipahami oleh masyarakat. Dengan mengacu kepada prinsip hikmah dalam berdakwah, para dai menggunakan istilah yang sudah dipahami masyarakat di berbagai tempat yaitu agama. Pada akhirnya dipakailah penggunaan istilah agama Islam untuk menunjuk kepada ad-dinul Islam.

3.   Substansi isi pesan
Substansi ad-dinul Islam, diantaranya :
1.      Islam dan manusia
Merupakan gabungan antara Islam dan manusia, hal ini untuk menegaskan bahwa struktur ad-dinul Islam, sebagai petunjuk hidup bagi manusia, sesuai dengan struktur kejadian manusia, dan ia harus “islam” atau patuh terhadap petunjuk hidup tersebut.
2.      Aspek batin dan lahir
Menunjukkan bahwa ajaran Islam mencakup aspek batin dan lahir, ajaran yang lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan ruhani dan pemenuhan kebutuhan jasmani manusia. Hal ini tentu sesuai dengan strukutur khilqah atau kejadian manusia yang terdiri dari aspek ruhani dan jasmani, ruh dan jasad.
3.      Iman dan akhlak
Aspek batin dalam Islam terdiri dari ajaran tentang iman dan akhlak. Ada dua hal yang penting :
a.     Iman dan akhlak (kepercayaan dan budi pekerti) ada pada seseorang bukan sebuah kebetulan atau sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba, namun melalui proses yang panjang. Iman dan akhlak butuh ilmu pengetahuan dan ujian. Hal ini sesuai dengan ajaran Islam yang antidogmatisme. Sebaliknya Islam mendorong manusia agar beriman atau percaya kepada Allah berdasarkan ilmu dan filsafat ketuhanan, filsafat yang mempertanyakan secara radikal tentang apa, siapa dan bagaimana Tuhan.
Demikian juga dalam berakhlak, manusia juga harus mendasarkan diri kepada ilmu pengetahuan. Dalam islam berakhlak mulia harus menjadi kesadaran dan diniatkan untuk memperoleh ridha Allah, bukan untuk memperoleh pujian sesama manusia, walaupun dampak akhlak mulia dapat dirasakan oleh orang lain.
b.     Iman dan akhlak berinterdependensi (saling bergantung atau berpengaruh). Kualitas iman seseorang mempengaruhi kualitas akhlaknya, semakin baik imannya maka semakin baik pula akhlaknya. Akhlak merupakan cerminan dari keimanan seseorang. Rasulullah bersabda yang artinya “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (Riwayat Tirmidzi).
Dengan demikian iman seseorang tidak sempurna, dan fungsional jika akhlaknya jelek, walaupun dalam beriman sudah menggunakan ilmu dan filsafat. Sebaliknya akhlak mulia seseorang tidak sempurna bahkan tidak bermakna apa-apa jika tidak didasarkan atas iman dan tidak memberi efek bagi peningkatan iman. Sangat mungkin terjadi, orang nampak berakhlak mulia namun niat dan tujuannya hanya untuk mengumbar nafsu hewaninya seperti untuk memperoleh pujian dan sanjungan orang lain dan untuk menipu.
4.      Mu’amalah ma’al khaliqi dan mu’amalah ma’al khalqi
mu’amalah jenis pertama merupakan ajaran Islam tentang amal kebaktian kepada Allah secara langsung, sedangkan mu’amalah jenis kedua merupakan ajaran Islam tentang amal kebajikan dengan berbuat kebajikan antara sesama manusia.
a.     Mu’amalah ma’al khaliqi hanya sah jika memenuhi aturan hukum tentang kebaktian kepada Allah secara langsung. Misalnya mendirikan shalat, zakat, shaum, dan haji hanya sah jika orang memenuhi syarat-rukun pelaksanaannya.
b.     Mu’amalah ma’al khalqi hanya sah jika orang memenuhi aturan hukum kebajikan sesama manusia, yaitu niat untuk beribadah kepada Allah dan memenuhi syarat pengetahuan, keterampilan atau keahlian dibidangnya, misalnya pemberian pertolongan dengan memberi obat kepada orang sakit jika diniatkan karena Allah, hal itu menjadi amal kebaktian kepada Allah dan kebajikan sesama manusia.
c.      Mu’amalah berinterdependensi. Misalnya pendirian shalat (mu’amalah ma’al khaliqi) tidak sempurna dan tak berfungsi apa-apa jika seseorang tidak berbuat kebajikan sesama manusia (mu’amalah ma’al khalqi)
Dengan demikian mu’amalah ma’al khaliqi harus memiliki dampak terhadap mu’amalah ma’al khalqi. Shalat, zakat, shaum dan haji misalnya harus berdampak terhadap kehidupan manusia, baik dibidang sosial, ekonomi, politik dan budaya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S. Al-Ankabut : 45



4.   Karakteristik umum ad-din.
Dari keseluruhan substansi ad-din memperlihatkan bahwa Islam adalah ad-din yang sempurna dan karena Allah merelakannya sebagai ad-din yang menjadi petunjuk hidup bagi manusia. Sebagai ad-din yang sempurna ajaran Islam mencakup berbagai kebutuhan hidup  manusia itu sendiri yaitu kebutuhan ruhani dan jasmani.
Manusia yang dikarunia petunjukNya, ad-dinul Islam bukan hanya umat Muhammad, melainkan umat tiap rasul, mulai dari Nabi Adam sampai Nabi Isa. Tiap rasul memang bertugas menyampaikan ad-din Islam kepada manusia, mereka dilengkapi dengan Kitab Suci, dan khusus Al-Qur’an merupakan Kitab terakhir yang berlaku sampai hari kiamat. Allah menegaskan dalam Q.S. Ali Imran :19 yang artinya “Sesungguhnya ad-din, petunjuk hidup bagi manusia, disisi Allah adalah Islam”.
Sebagaimana halnya dengan struktur khilqah manusia, struktur ad-dinul Islam tidak berubah mulai Nabi Adam sampai Nabi Muhammad yaitu struktur ajaran yang sesuai dengan struktur khilqah manusia. Kesesuaian tersebut dapat dilihat dari ketiga aspek yaitu prinsip, komposisi, dan dinamika :
1.     Secara prinsip ad-dinul Islam mengajarkan agar manusia menyembah kepada Allah sesuai dengan Perjanjian Ketuhanan yang pernah dilakukan.
2.     Komposisi ajarannya terdiri dari aspek batin-lahir sesuai dengan komposisi khilqah manusia terdiri dari ruhani-jasmani, ruh-jasad.
3.     Dinamika ajarannya adalah aspek batin (tentang iman dan akhlak) menjiwai aspek lahir (tentang mu’amalah), hal ini sesuai dengan unsur ruh manusia sebagai penggerak jasadnya, sebaliknya ajaran aspek lahir (mu’amalah) merupakan refleksi aspek batin (keimanan dan akhlak), hal ini sesuai dengan unsure jasad manusia sebagai refleksi dari ruhnya.

5.   Pendekatan filosofis sebagai pesan dakwah
       Murtadha muthahari (1991) dalam buku Drs. KH. Syukriadi Sambas, M.Si  mengemukakan karakteristik filosofis pandangan dunia islam sebagai pesan dakwah yang dirumuskan dalam proposisi-proposisi sebagai berikut:
1.      Alam semesta ini memiliki sifat ilahi (divini nature)
2.      Alam semesta yang realitasnya tergantung padanya, dan yang diciptakan dalam zat-zatnya, juga diciptakan dalam artian temporal
3.      Alam semesta mempunyai tabiat kembali kepadanya
4.      Alam semesta adalah suatu sistemsebab-akibat yang ketat.
5.      Sistem sebab akibat tidak terbatas pada sebab dan akibat yang bersifat psikologi saja.
6.      Alam semesta adalah suatu realitas yang terbimbing dan perkembangan alam semeta adalah yang terbimbing.
7.      Dunia mengandung kebaikan dan kejahatan, keserasian dan ketidak serasian, kemurahan dan kekikiran, cahaya dan kegelpan, gerakan dan diam, tetapi kebaikan, keserasian, kemurahan hati, cahaya dan gerakan mempunyai eksistensi yang asli, sementara kejahatan, kontradiksi, kekikiran, kegelapan dan diam, mempunyai eksistensi yang berisfat parasitis dan sub ordinat. Namun eksistensi yang parasitis dan sub ordinat itu memainkan peranan yang sangat penting dalam menciptakan kebaikan, keserasian, kemurahanb hati, gerakan dan perkembangan.
8.      Alam semesta, bumi dan langit dibangun eksis dengan adil (Q.S al-ahqaf:3)
9.      Kehendak ilahi menggariskan akhir kebenaran kebatiln (Q. S al shafat:171-173)
(K.H. Syukriadi sambas, Msi. Filsafat dakwah halaman 57)

6.   Cara pandang islam sebagai pesan dakawah
       Selanjutnya murtadha murthahari (1991) mencari karakteristik utama idiologi islam sebagai pesan dakwah ini kedalam proposi-proposi berikut:
1.Salah satu kelebihan islam dari agama-agama lain. Atau lebih tepatnya, salah satu kelebihan agama tuhan dalam bentuknya yang serba meliput dari bentuk-bentuknya yang sebelumnya adalah kelengkapannya.
2.Amar ma’ruf nahi munkar bersumber dari tanggung jawab social
3.Prinsip musyawarah dalam membuat keputusan
4.Menentang ketidak masukakalan
5.Kewajiban membela hak-hak masyarakat, baik hak individu maupun hak social dan melawan aggressor (Q.S al-nisa:148)
6.Mengusahakan perbaikan dan terus menerus memerangi kejahatan
7.Tauhid landasan teori dan praktik berfikir dan berperilaku
(K.H syukriadi sambas, M. Si. Halaman 60)



















BAB VIII
HAKIKAT MASYARAKAT ATAU UMAT MENURUT FILSAFAT DAKWAH

A.  Pengertian masyarakat atau umat dalam filsafat dakwah
Dalam konteks kemanusiaan, masyarakat dibentuk dan membentuk dengan sendirinya dengan tujuan saling menguatkan, saling menolong, dan saling menyempurnakan. Konsep silaturahmi yang dimulai dari orang-orang terdekat baik secara genetis maupun secara geografis hingga orang-orang terjauh, menunjukan betapa pentingnya kebermasyarakatan atau hidup bermayarakat. Masyarakat atau society juga berarti komunitas yang beradab. [1]
Dengan demikian dalam masyarakat terkandung makna komunitas, sistem organisasi, peradaban dan silaturahmi. Lantas apa yang sesungguhnya yang dinamakan sebagai masyarakat atau umat islam. Arti masyarakat islam dengan mengadopsi definisi dari masyarakat dan Gillin & Gillin, adalah kelompok manusia yang mempunyai kebiasan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan agama yakni agama islam
Dalam kajian sosiologi, masyarakat islam dibedakan dari segi identitas keagamaan masyarakat serta tradisi agama islam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.(dalam buku Agus Efendi 1993 hal 143)[2]
Agak berbeda dari pengertian msyarakat islam tadi adalah apa yang dikemukakan oleh Ali Syari’ati. Tampaknya syari’ati lebih senang menggunakan ternm ummah untuk menstubtisusi terminologi masyarakat islam. Bagi Syari’ati (ummah dan Imammah, 1993 : 38)[3] ummah adalah tidak lain adalah masyarakat yang hijrah,yang satu sama lain saling membantu agar bisa bergerak menuju tujuan yang mereka cita-citakan.
Dalam pengertian yang lebih generik, ummah dipandang sebagai persaudaraan islam, seluruh masyarakat muslim. yang memperhatikan kaum muslim sebagai satu kesatuan  adalah kesamaan pandangan dunia (din). Yang didasarkan kepada sebuah gagasan universal ( tauhid) dan sejumlah tujuan bersama mencari keadilan (‘adl) dan ilmu (‘ilm) dalam upaya memenuhi kewajiban sebagai pembinaan amanah (khalifah)  Tuhan.
Agak berbeda dengan syari’ati, dalam buku pengembangan masyarakat islam,Abdullah nasheef (1992 : 116) menterjemahkan ummah sebagai bangsa atau komunitas. Seseorang dalam hemat nasheef, harus hidup dalam komunitas, tidak dapat hidup seorang diri. Ummah dipandang sebagai komunitas orang yang percaya kepada Tuhan yang menciptakan mereka, memelihara mereka membahagiakan mereka, dan meberi mereka tuntunan dan kebutuhan hidup mereka. Menurut Nasheef, komunitas islam ini harus hidup menurut islam. Mereka itu bukan sekedar percaya kepada Tuhan dalam hati, melainkan harus mengekspresikannnya dalam tindakan, baik secara individual maupun kolektif, karena islam bukan sekedar agama, namun juga jalan hidup. Islam adalah jalan yang menghubungkan anggota komunitas-komunitas dengan komunitas-komunitas lain di sekitarnya.
Dalam pandangan Nasheef, siapapun yang percaya kepada Tuhan adalah anggota komunitas islam (ummah). Ia tidak dapat disamakan dengan sebuah suku atau komunitas kecil.   
Nilai-nilai islam yang menjadi dasar  ummah senantiasa mendorong orang untuk berprilaku dan bersifat positif : jujur, Tidak bohong, adil, tidak ingkar janji, tidak berlaku jahat,  tidak agresif dan lain sebagainya.
Secara demikian, ke-ummah-an diekspresikan bukan  hanya dalam makna spiritual dan ritual, namun juga dalam tindakan praktis. Bahkan, dalam hemat Nasheef, justru tindakan praktislah yang mencirikan ummah karena kita tidak bisa menilai seseorang kecuali setelah  bertindak dan di uji.
Singkatnya, dalam perspektif syari’ati dan Abdullah Nasheef dalam buku pengembangan masyarakat islam, ummah adalah sebuah istilah yang dinamis dan progresif. Karena, unsur paling telak dari ummah tidak lain adalah gerak. Bagi Syari’ati term ini memiliki keistimewaan dibandingkan dengan istilah dibawah ini yang sejenis.
1.      Nation, yaitu kolompok masyarakat yang di ikat oleh kekerabatan, kesatuan darah, dan ras.
2.      Qobilah yakni sekumpulan individu manusia yang memilih tujuan kiblat yang satu dalam hidup mereka.
3.      Qaum, yakni kelompok yang dibangun atas dasar menegakan individu dengan berserikat, kesatu dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.
4.      Sya’b, yakni masyarakat yang menjadi cabang dari masyarakat lainnya,
5.      Thabaqah, yakni sekelompok menusia yang memilki kehidupan, pekerjaan dan pendapatan yang mirip bahkan sama.
6.      Mujtama’ atau jamiah, yakni perkumpulan anak manusia disatu tempat
7.      Thaifah yakni perkumpulan manusia mengitari satu poros tertentu atau mengelilingi zona tertentu.
8.      Race yakni sekelompok individu yang mirip dan berserikat dalam cirri-ciri khas jasmani, seperti : postur, warna kulit dan darah.
9.      Masse atau jumfur atau tudeh, yakni sekelompok individu yang tersebar di area tertentu.
10.   People yakni sekelompok individu manusia yang menempati suatu kawasan tertentu dan menetap.
Kalau kita setuju pada masyarakat islam atau ummat islam, berarti kita mengesahkan suatu satuan sosial primodial. Umat islam dalam hemat Emha (1994 : 223) dalam buku pengembangan masyarakat islam menyebutkan umat islam adalah suatu lingkar komunitas yang dipersatukan oleh kesamaan komitmen : minimal iman dan aqidah, dan maksimal teologis dan ediologis.
Terlepas dari berbagai kemusykilan yang dikemukakan oleh Emha tadi, trampaknya pemahaman terhadap terma masyarakat islam atau ummah dalam terminology syari’ati dan dapat dipahami dalam dua sisi yakni masyarakat islam secara konseptual dan masyarakat islam secara faktual. Secara konseptual, masyarakat islam adalah masyarakat ideal yang hendak diwujudkan dengan berpedoman pada petunjuk-petunjuk Al-Qur’an dan sunnah rasul. Secara faktual masyarakat islam didefinisikan sebagai masyarakat secara nyata ada dalam suatu kelompok manusia yang beragama islam dengan indikasi yang diberikan oleh Gillin & Gillin diatas yakni memiliki kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan yang sama seperti halnya masyarakat islam yang menjadi mayoritas penghuni bangsa ini.
Tampaknya, pandangan islam tentang masyarakat adalah positif dan opimistik.Islam melihat dunia ini sebagai arena aktualisai aktifitas kemanusiaan, sebagai khalifah. Peran kekhalifan manusia nilainya ditentukan oleh kualitas peranan yang dimainkannya di tengah tengah masyarakat.
Dengan demikian, amat bisa dipahami kalau Al-Quran sebagai kitab dakwah acapkali menggandengkan kata “iman”dengan”amal saleh”atau prestasi kerja dalam terminologi modern. Amal saleh, dengan demikian dapat dipandang sebagai misi hidup setia hamba Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat.
Alas dasar konsep masyarakat Islam  agaknya diletakan diatas prinsip keseimbangan atau harmoni, sebagai pandangan dasar islam terhadap mahluk. Keseimbangan berarti hubungan yang harmonis antara dimensi vertical dan horizontal,individual, dan sosial.kedua dimensi ini merupakan dimensi yang utuh, tidak bisa dipisah-pisahkan, walaupun bisa dibedakan.Keduanya memotivasi peran individu dan sosial yang disandang manusia sebagai khalifah. Pada gilirannya, dimensi ini melahirkan derivasi prinsip-prinsip dasar masyarakat Islam,yakni persamaan (musawah),persaudaraan (ukhwah)dan kerja sama (ta’awun).

B.  Kedudukan dan peran masyarakat dalam filsafat dakwah
1.   Kedudukan masyarakat
Kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu klelompok social.Kedudukan social artinya adalah tempat seseorng secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang lain dalam arti lingkungan peergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajibannya.
Secara abstrak, kedudukan berarti tempat seseorang dalam suatu pola tertentu dengan demikian, seseorang mempunyai beberapa kedudukan karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Masyarakat pada umumnya mengembangkan dua macam kedudukan yaitu sebagai berikut.
a.      Ascribed status yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaninya, dan kemampuan. Misalnya anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula
b.     Achieved status adalah kedudukan yang di capai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja, kedudukan ini tidak dicapai atas dasar kelahiran misalnya, setiap orang dapat menjadi hakim asalkam memenuhi persyaratan tertentu.[4]
Selain dari pada itu kedudukan masyarakat yaitu sebagai objek dakwah atau sasaran dakwah meliputi masyarakat yang dilihat dari beberapa segi diantaranya:
1.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat terasing, pedesaan,kota besar dan kecil serta masyarakat didaerah marginal dari kota besar.
2.      Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa masyarakat pemerintah dan keluarga.
3.      Sasaran yang berupa kelompok masyarakat dilihat dari segi sosiokultural berupa golongan priyai, abangan dan santri.
4.      Sasaran yang berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat usia berupa golongan anak-anak, remaja dan orang tua.
5.      Saran dan berhubungan dengan golongan masyarakat dilihat dari segi okupasional ( profesi atau pekerjaan) berupa golongan petani, dll
6.      Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat dilihat dari segi tingkat hidup sosial ekonomis berupa golongan orang kaya, menengah dan miskin.
7.      Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat dilihat dari jenis kelamin berupa golongan pria dan wanita.[5]

2.   Peranan Masyarakat
Perbedaan antara kedudukan dengan peranaan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain juga sebaliknya. Tak ada peranan tanpa kedudukan, atau keduduklan tanpa peranan. Pentingnya peranan adalah karena ia mengatur prilaku seseorang. Posisi seseorang dalam masyarakat merupakan unsur statis yang menunjukan tempat individu dalam organisasi masyarakat. Peranan mencakup tiga hal yaitu;
1.      Peranan meliputi norma-norma yang di hubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat
2.      Peranan merupakan satu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat, sebagai organisasi.
3.      Sebagai prilaku individu yang penting bagi struktur masyarakat [6]
a.      Hakikat masyarakat atau ummat dalam filsafat dakwah
Term umat dijelaskan oleh al-quran sebanyak 80 kali.[7] Umat pada hakikatnya adalah individu insan yang berinteraksi dalam komunitas sebagai al-basyar, yang membentuk struktur, fungsi dan peran masing-masing dalam menjalankan fungsi keabidan dan kekhalifahan diatas dasar kebebasan, penghambaan, kebebasan beakidah, kebebasan akal dan pendapat serta kebebasan beakidah.
Kebebasan individu dalam komunitas al-basyar akan berkaitan dengan problem kebebasan, individual, kekuatan sosial, tangguang jawab individual dan sosial hak an kewajiban dalam upaya mencapai kebaikan dan kebenaran hidup insan yangb berinteraksi dalam komunitas al-basyar.
Pencapaian tujuan ini hanya didapat dari penegakan dakwah islam dalam berbagai konteksnya. Situasi dan kondisi ketercapaian tujuan itu disebut khairo ummah. Dengan demikian, umat merupakan medan terjadinya peristiwa aktivitas dakwah islam diluar konteks dakwah nafsiyah ( intraindividu).
Komunitas umah setelah datangnya dakwah islam kepada mereka terbagi menjadi kategori, yaitu umat muslim atau umat Muhammadiyah dan umat non-muslim. Jika dilihat dari sisi teroterial, ummah atau komunitas itu terdiri dari al-islam dan al-harb.
Dalam pandangan para sosiolog ( barat) seperti apa yang pernah dikatakan oleh Margaret Thacher dalam buku sukriadi sambas masyarakat atau umat tidak lebih dari sekumpulan individu dan keluarga. Dengan logika ini untuk memperbaiki masyarakat harus dilakukan dengan melakukan perubahan pada individu dengan harapan akan banyak orang yang memulai bergabung dengan kegiatan mereka, kemudian situasi akan lebih baik.[8]
Dalam perspektif dakwah, pada sejatinya masyarakat terdiri atas individu yang didalamnya terdapat tiga komponen berikutnya yang menentukan hubungan antara masing-masing individu tersebut yaitu:
1.      Pemikiran-pemikiran yang paling berpengaruh yang diemban masyarakat.
2.      Perasaan-perasaan yang paling berpengaruh yang diemban oleh masyarakat.
3.      System pemerintahan yang berkuasa.
       Dalam pandangan Frederick dan al-khathath dalam buku sukriadi sambas menyatakan ketiga hal diatas inilah yang membentuk ikatan umum diantara individu-individu dalam masyarakat. Ikatan-ikatan atau kohesivitas umum inilah yang membentuk perilaku individu disegala aspek kehidupan, termasuk segala macam standar hubungan dan aktivitas yang terjadi pada sistem. Sebagai ilustrasi, pernyataan tentang dari mana kita datang, apa tujuan kita didunia ini, dan apa yang akan terjadi setelah kita mati, ketika terjawab, akan menimbulkan sebuah pemikiran umum dalam memilih standar tindakan dalam hidup.
Perasaan- perasaan umum secara luas sangat ditentukan oleh pemikiran- pemikiran umum yang dipegang dan dipercayai oleh sekelompok individu. Secara demikian dalam masyarakat islam, perasaan suka dan tidak suka, tabu dan tidak tabuakan diwarnai oleh al-quran dan as-sunah sebagai rujukan yang otentik yang mereka yakini dan mereka pegang. Perasaan-perasaan dan pemikiran-pemikiran umum tersebut oleh sosiolog didefinisikan sebagai opini umum.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa tujuan sistem adalah untuk melindungi dan menyelamatkan masyarakat dari tindakan-tindkan yang akan dilakukan, yang diperhitungkan akan menghancurkan anggota masyarakat secara keseluruhan. Di sinilah terletak arti penting dakwah sebagai upaya penyelamatan masyarakat dari kehancuran secara massal akibat tindakan yang boleh jadi sebenarnya bersifat individual.




BAB IX
HAKIKAT STRUKTUR DAN FUNGSI DAKWAH SEBAGAI SEBUAH SISTEM

A.  Hakikat Fungsi dakwah.
Hakikat adalah keadaan yang sebenarnya, sesungguhnya, kebenaran[9]
Fungsi adalah jabatan, kedudukan, peranan, guna, kegunaan dan manfaat.[10]
Dakwah adalah peraturan-peraturan yang mengajak kepada kebaikan, mencegah kepada kemungkaran, yang melibatkan aspek theorisentris dan aspek antroposentris, dimana memiliki unsur – unsur dakwah yaitu da’i, pesan, metode, media dan mad’u[11]
Dengan demikian hakikat fungsi dakwah adalah keadaan yang sesungguhnya tentang manfaat dari peraturan-peraturan yang mengajak kepada kebaikan, mencegah kepada kemungkaran yang melibatkan usur-unsur di dalamnya.Adapun fungsi dakwah islam dengan mengacu kepada kitab al-Qur’an sebagai kitab dakwah, antara lain :
1.      Merupakan upaya  mengeluarkan manusia dari kegelapan, surat al-Baqarah (2) : 257)
Manusia memiliki sifat-sifat utama (berakal) sekaligus memiliki napsu, yaitu napsu mutmainah (tenang), napsu malhamah, napsu lawamah (napsu yang belum sempurna, selalu melawan kejahatan tapi suatu saat melakukan kejahatan yang disesalinya) dan napsu amarah (mendorong berbuat kejahatan). Dengan demikian perlu kiranya dakwah itu sendiri, karena manusia diberikan potensi napsu yang terkadang merusak bagi dirinya dan orang lain
2.      Upaya menegakan fitrah insaniyah (Q.S. al-Rum (30) : 30)
Fitrah insaniyah disini mengandung mengandung arti Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar. Mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Sehingga peran dakwah disini sangatlah jelas, jika tidak ada dakwah maka fitrah insaniyah tidak akan tercapai.
3.      Mengestapetakan tugas kenabian dan kerosulan (Q.S al-Hasyr (59) : 7)
Manusia itu sendiri merupakan khalifah di muka bumi, tapi terkadang ada beberapa manusia yang bersipat merusak. Dengan demikian perlu kiranya ada orang yang mengajak kepada kebaikan. Salah satunya adalah nabi dan rasul, peran tersebut akan terasa sulit jika tidak adanya dakwah.
4.      Perjuangan menegakan ilham taqwa atas ilham fujur.
Manusia itu sendiri diberikan Ilham taqwa dan ilham fujur, ilham taqwa adalah petunjuk kepada kebaikan, sedangkan ilham fujur sebaliknya. Allah telah memberikan potensi kepada manusia mau baik atau jahat. Dengan adanya dakwah ini ilham taqwa dapat ditegakan, karena dakwah berisi tentang ajakan kepada kebaikan sehingga bisa menetralisir pemikiran manusia atas potensi jahat.
B.  Hakikat struktur dakwah
Struktur adalah susunan atau bangunan[12]
Dengan demikian dapat dibuat sebuah pengertian bahwa hakikat struktur dakwah adalah keadaan yang sebenarnya tentang susunan dakwah itu sendiri
Dakwah jika dilihat dari segi pelakunya dakwah terdiri dari (a) dakwah Allah (b) dakwah nabi (c) dakwah umat nabi (d) dakwah syaitan. Berikut penjelasan dan masing-masing dakwah tersebut
1.   Dakwah Allah
Dakwah Allah dijelaskan dalam Q.s Yunus :25 dan al-ahzab , 33
ª!$#ur (#þqããôtƒ 4n<Î) Í#yŠ ÉO»n=¡¡9$# Ïökuur `tB âä!$t±o 4n<Î) :ÞºuŽÅÀ 8LìÉ)tFó¡B ÇËÎÈ
“Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam) (Q.s.Yunus :25)
Mengacu pada ayat tersebut dapat ditemukan prinsip-prinsip ilahiyah:
a.      Dakwah allah bersifat tanazuli (vertical)
Dakwah itu sendiri ada yang hablu mina Allah (vertical), hablu mina nas dan hablu minal alam (horizontal). Dakwah Allah bersifat vertical karena hubungannya bisa menggunakan malaikat jibril dan muqorobin atau langsung tanpa perantara. 
b.     Pesan dakwah Allah berupa shirath mustaqim (jalan kehidupan yang lurus)
c.      Tujuan dakwah allah adalah dar as-salam (situasi dan kondisi yang damai dan selamat)
d.     Metode dakwah allah adalah metode hidayah dan Prinsip-prinsip ini dapat distrukturkan dalam bagan berikut:
Allah swt
                                                       Malak jibril
Malak muqqarab
                                                                                                      
Shirath
                                                       Mustaqim
 

      
   Respon                      hidayah
   Positif
   Negative
                                                       Makhluk
Manusia                    Dar al-salam

Bagan 1: Struktur dakwah ilahiyah

Bentuk aktualisasi metode hidayah Allah, menurut Ibn al-Qayim (1988) terdapat 10 macam atau peringkat (martabat), yaitu:
1.      Berfirman langsung kepada hamba-Nya dalam keadaan bangun tanpa perantara (Q.S. 4:163; 7:142, 143; 43:51).
2.      Wahyu khusus kepada para nabi (Q.S.4:126)
3.      Mengutus malaikat kepada manusia yang dipilih menjadi rasul-Nya (Q.S. 97:1-5).
4.      Memberikan kemampuan ketajaman pemahaman tentang segala persoalan melalui daya nalar (al-ifham) (Q.S. 21:78,79)
5.      Memberikan penjelasan umum tentang kebenaran melalui bukti-bukti fenomena hukum alam yang teramati (al-Ayat al-Masyhudah al-Maiyah) dan penuturan symbol bahasa (al-Masmu’ah al-Matluwah) (Q.S. 14:4)
6.      Memberikan penjelasan khusus melalui pemberian kemampuan penyesuaian perilaku diri dengan ajaran (Q.S. 16:28,37,56).
7.      Memperdengarkan sesuatu kepada potensi pendengaran telinga, hati, dan dhamir manusia (Q.S. 35:22)
8.      Memberikan inspirasi dan intuisi tanpa didahului oleh usaha manusia untuk memperolehnya (al-ilham) (Q.S. 91:7-8)
9.      Mentransmisikan informasi melalui mimpi yang valid (al-ru’yah al-shadiqah).

2.   Dakwah nabi dan rasul   
Nabi Adalah orang yang dipilih Allah menerima wahyu dan tidak ada kewajiban untuk menyampaikan kepada orang lain, Sedangkan rasul adalah orang yang menerima wahyu dan harus disampaikan kepada umatnya
Dakwah Nabi dan Rasul Allah, adanya dakwah ini diinformasikan di dalam al-Quran, antara lain Q.S Al-Ahzab, 33:45-46, Al-Nahl, 16:44, dan al-Jum’ah, 62:2. Mengacu pada kandungan dan isyarah ayat-ayat ini, maka dapat diturunkan prinsip-prinsip dakwah nabi dan rasul sebagai berikut:
                                 a.          Pesan nubuwah dan risalah disampaikan kepada manusia melalui metode:
1.      tasyhid, pembuktian dengan argumentasi dan pembuatan,
2.      tabsyir, pemberian informasi gembira (rewards),
3.      inzar, pemberian inforamasi peringatan dan siksaan (punishment) bagi pembangkang atas pesan nubuwah dan risalah, dakwah, seruan dan ajakan,
4.      siraja munira, penyuluhan dan penerangan,
5.      tilawah, membacakan,  
6.      tazkiah, membersihkan jiwa dan nafs negatif,
7.      ta’lim, memberikan pengajaran,
8.      kitabah, menuliskan pesan,
9.      hikmah, menempatkan berbagai persoalan sesuai peran, fungsi dan tempatnya,
10.   tabyin, penjelasan dengan lisan dan perbuatan.
                                 b.          Media yang digunakan guna menyalurkan pesan nubuwah dan risalah adalah bahasa lisan dan tulisan dari instrument lisan dan amal badan;
                                  c.          Mad’u penerima pesan nubuwah dan risalah adalah individu, keluarga, kelompok, dan komunitas;
                                 d.          Respons mad’u terhadap nabi, rasul dan pesan ada yang menerima (sami’na wa atha’na) dan ada yang menolak (sami’na wa’ashaina).
                                  e.          Beberapa nabi dan rasul dalam dakwahnya
Dalam kesempatan ini kami akan menjelaskan sebagian nabi dan rasul dalam dakwahnya, yaitu:
1.      Nabi nuh
Nuh a.s. tetap mendakwahi dan mendebat kaumnya dengan ulet dan sabar. Nuh mencurahkan kepedulian kepada mereka dengan tutur kata yang lembut. Nuh tidak putus asa mengajak mereka untuk beriman. Bahkan, Nuh menggunakan beragam metode dakwah. Nuh mendakwahi mereka siang dan malam. Sembunyi-sembunyi dan terang-terangan. Jika melihat peluang dakwah di malam hari, beliau lakukan dakwah di malam hari. Bila ada peluang dakwah secara terang-terangan, beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan.
Nuh menggiring nalar pemikiran mereka untuk mencerna rahasia alam raya, memikirkan keindahan semesta alam. Nuh menerangkan fenomena malam yang berangsur gulita. Langit yang menghampar penuh bintang. Bulan yang bersinar. Matahari yang memberikan cahaya. Bumi yang mengalir disela-selanya sungai-sungai dan menumbuhkan beragam tanaman. Semua itu ia terangkan dengan sangat fasih. Ia berbicara dengan dalil yang kuat. Ia menerangkan hakekat Tuhan Yang Satu. Tuhan Yang Kekuasaan-Nya tidak terbatas dan sangat mengagumkan. (Nuh: 14-20).
Demikian Nabi Nuh mendekati dan meyakinkan kaumnya. Dari usaha yang tidak kenal lelah itu, berimanlah sedikit orang dari kaumnya. Mereka menyambut dakwah Nuh a.s. Mereka membenarkan risalahnya. Mereka terdiri dari kaum yang lemah dan tak berpunya.
2.      Nabi Ibrahim
Nabi ibrohim adalah seorang yang hanif, dimana makna hanifiyah adalah beribadah dengan mengikhlaskan agama kepada Allah. Ibadah memiliki asal makna merendah dan menundukkan diri. Oleh sebab itu berbagai tugas yang dibebankan Allah kepada umat manusia disebut ibadah karena mereka diperintahkan mengerjakannya dalam keadaan tunduk dan patuh kepada Allah.
 Adapun makna ibadah dalam terminologi syariat yaitu : suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan maupun perbuatan, yang tampak maupun yang tersembunyi. Dan sebagaimana sudah dimaklumi bahwa ibadah hanya akan diterima jika dilandasi dengan keikhlasan. Makna ikhlas adalah : seorang hamba beramal dengan mengharapkan ridha dan pahala dari Rabbnya, bukan dalam rangka mencari tujuan lain berupa kepemimpinan, kedudukan, ataupun perkara duniawi lainnya. Mengharapkan ridha dan pahala dari Allah tidaklah mengurangi keikhlasan. Bahkan orang yang beribadah kepada Allah tanpa mengharapkan pahala itu tercela. Hal itu merupakan tata cara beragama kaum sufi yang bertentangan dengan dalil-dalil syari’at
3.      Nabi muhamad
Dalam dakwahnya nabi Muhamad menggunkan beberapa pendekatan yaitu sebagai berikut:
Mengetahui medan (mad’u) melalui penelitian dan perenungan, perncanaan pembinaan, pendidikan, dan pengembangan serta pembangunan masyarakat, bertahap, diawali dengan cara diam-diam (marhalah sirriyah), kemudian cara terbuka (marhalah  alaniyyah). Diawali dari keluarga dan teman terdekat, kemudian masyarakat secara umum.
Melalui cara dan strategi hijrah, yakni menghindari siutasi yang negative untuk menguasai suasana yang lebih positif, musyawarah dan kerja sama, perjanjian dengan masyarakat sekitar, seperti dengan Bani Nadhir, Bani Quraidzah, dan Bani Qainuqa, melaui nilai-nilai kemanusiaan, kebebasan, dan demokratis, menggunakan bahasa kaumnya, melalui kadar kemampuan pemikiran masyarakat (ala qadri uqulihim) dan melalui uswah hasanah dan syuhada ala an-nas, dan melalui peringatan, dorongan dan motivasi (tarhib wa targhib). 
Mad’u: individu keluarga kelompok komunitas
 


3. Dakwah umat nabi
Dakwah Umat Nabi dan Rasul. Adanya dakwah ini  antara lain dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ali-imran (3);104, 110, 112, dan an-Nahl (16): 125
3ø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.
a.      Prinsip-prinsip dakwah umat Nabi dan Rasul sebagai dakwah Islam, sebagai berikut (Shalih al-Mursyid, 1989):
1.     Dai adalah laki-laki dan wanita yang akil baligh mampu mengendalikan nafs negatifnya dan menguasai serta mengamalkan pesan dakwah terlebih dahulu
2.     Pesan dakwah islam adalah al-islam itu sendiri yang memiliki konsep idiologis dan pandangan dunia bersumber kepada al-qur’an, sunah dan ijtihad serta sejarah peradaban islam di sepanjang zaman.
3.     Pesan dakwah di sampaikan melalui metode al-quwah (kekuasaan), al-qaul  (bahasa lisan, tulisan), dan al-sairah al-hasanah (perbuatan) seperti jihad menegakan ajaran islam, menegakan keadilan mewujudkan keamanan dan kemerdekaan dan mengelola sumber daya manusia dan alam. Kesemuanya itu dalam upaya merealisasikan interaksi  dengan Tuhan, manusia dan alam. Atau metode yang terkandung dalam surat an-nahl ayat 125
4.     Pesan dakwah disalurkan melalui media lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, berbagai karya tulis dan media elektronik.
5.     Mad’u adalah semua manusia yang berbeda suku, bahasa dan bangsa, jika manusia itu sudah menerima Islam, maka dakwah bagi mereka berupa intensifikasi, sedangkan jika manusia itu belum menerima islam, maka dakwah bagi mereka berupa ekstensifikasi (futuhat).
6.     Dakwah islam berproses di atas dasar rasional (al-aqliyah), kebebasan (al-huriah) dan perjuangan (al-jihad), dalam konstek nafsiyah, fardiyah, fiah, hizbiyah jemaah, umah dan syu’ubiyah (antar budaya).
7.     Respons mad’u terhadap da’i dan pesan dakwah berlaku hukum taqabul; (pasangan yang berlawanan): yaitu: menerima dan menolak sebagai ekspresi dari kebebasan yang dimiliki mad’u sebagai manusia.
8.     Dakwah umat nabi
Disini menjabarkan tentang dakwah umat nabi, yang lebih bebicara tentang struktur dakwahnya yaitu organisasi-organisasi islam khususnya yang ad di Indonesia
a.      Muhamidayah
Muhamadiyah adalah umat muhamad, pengikut muhamad untusan tuhan yang penghabisa. Didirikan didirikan dikampung kauman, Yogyakarta pada tanggal 8 djulhijah 1330 H/ 8 November 1912 oleh seorang yang bernama darwia kemudian dikenal dengan nama K.H Ahmad dahlan.
Landasan filosopis berdirinya muhamadiyah merujuk kepada phenomena masyarakat dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan – amalan yang bersifat mistik. Beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran islam yang sebenarnya berdasrkaan al-qur’an dan hadis. Oleh karena itu belaiu memberikan pengertian keagamaan di rumahnya ditengah kesibukannya sebagai khatib dan para pedagang.
Adapun salah satu landasan muhamadiyah adalah surat asy Syuraa : 214 – 215
“ Beri peringatan kepada keluargamu yang dekat, agar dihentikannya segala kekejian dan perbuatan yang bathil, dan rendahkanlah sayapmu untuk menyantuni dan melindungi orang – orang mukmin yang mengikutimu”
Dalam menyelesaikan tugas-tugasnya di muhamadiyah di bagi menjadi beberapa majelis, yaitu diantarnya: Majelis tarjih, majelis hikmah, majelis aisiyah, majelis hitbul wathan, majelis pemuda, majelis pengajaran, majelis taman pustaka, majelis tabligh, majelis penolong kesejahteraan umum (PKU), majelis ekonomi, serta majelis wakaf dan kehartabendaan. Sesudah berdirinya pramuka, gerakan hizhbul watan itu ditiadakan dalam organisasi mihammadiyah, selain itu, majelis penolong kesejahteraan umum setelah mu’tamar ke 33 tahun 1956 diganti menjadi Pembina kesejahteraan umat.
b.     Nahdatul ulama
Nahdatul ulama artinya kebangkitan ulama yang berawal dari kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa. Dimana NU didirikan pada tanggal 31 januari 1926 dan bergerak dalam bidang pendidikan, sosial dan ekonomi, yang didirikan oleh K.H hasyim asy’arie
Adapun landasan filosofis didirikan NU ini adalah Motif keagamaan sebagai jihad fi sabililah, dimana jihad memiliki arti berbentuk informasi, berbentuk pendidikan dan bimbingan yang merupakan bagian terbesar dari jihad, dan yang terakhir definisi jihad memerangi oaring kapir[13]
Selain itu landasan lainnya adalah Adanya tanggaungjawab pengembangan pemikiran keagamaan yang ditrandai dengan upaya pelestarian ajaran madjhab ahli sunah waljamaah, Adanya dorongan untuk mengmbangkan masyarakat melalui kegiatan pendidikan social, dan ekonomi, Adanya motif politik yang ditandai dengan semangat nasionalisme, ketika pendiri NU itu mendirikan SI di mekah serta obsesi mengenai hari depan negri merdeka dan menegakan ajaran islam menurut paham ahlu sunah waljamaah.
Struktur organisasi
Pengurus besar (tingkat pusat), Pengurus wilayah (tingkat propinsi), Pengurus cabang (tingkat kabupaten/kota) atau pengurus cabang istimewa untuk kepengurusan di luar negri, Pengurus majelis wakil cabang (tingkat kecamatan), Pengurus ranting (tingkat desa/kelurahaan)
Untuk pusat, wilayah, cabang, dan majelis wakil cabang, setaipa kepengurusan terdiri dari mustayar (penasehat), syuriyah (pemimpin tertinggi) dan tanfidziyah (pelaksana harian). Adapun Untuk ranting setiap kepengurusan terdiri dari: syuriyah (pemimpin tertinggi) dan tanfidziyah (pelaksana harian)

4.   Dakwah kapir atau non muslim
Dakwah kafir atau non muslim, adanya dakwah ini di informasikan dalam isyarah al-Qur’an, antara lain dalam surat al-Baqarah (2): 221, Yunus (10): 66, dan al-Qashash (28): 41. mengacu pada beberapa ayat ini, dapatlah diturunkan prinsip-prinsip dakwah kafir atau non muslim sebagai tantangan dakwah islam (gazw al-da’wah), yaitu:
1.     Dakwah kafir atau non muslim sebagai ekspresi nafs yang mengikuti kecenderungan (hawahu) dan bergerak ke arah (hubungan dengan bagan 4).
2.     Pesan dakwah kafir atau non muslim adalah tatanan hidup produk akal yang didominasi oleh hawahu sebagai zhulumat (kegelapan).
3.     Metode dakwah yang digunakan adalah bujukan lisan, bujukan materi dan bujukan perbuatan yang antara lain lewat perkawinan silang.
4.     Media dakwah yang di gunakan instrumen lisan, badan, media cetak, dan elektronik (abad modern).
5.     Mad’u dakwah ini adalah orang muslim dan non muslim lagi.
6.     Respon mad’u dakwah kafir dan non muslim ada yang menerima dan ada yang menolak, bagi yang menerima berarti murtad dan bagi yang menolak tetap menjadi muslim yang lulus ujian.

5.   Dakwah Syaitan
Dakwah syaitan. Adanya dakwah ini di syaratkn oleh al-qur’an, antara lain surat al-Maidah (5): 91-92, lukman (31):21, al-nas: 1-6, dari beberapa ayat ini dapat diturunkan beberapa prinsip dakwah syaithan sebagai berikut:
                                 a.          dakwah ini dilakukan oleh jin kafir dan manusia kafir sebagai ekspresi nafs yang terdominasi oleh hawahu dan di tunjukan kepada manusia muslim sebagai lawan dakwah islam (gazw al-da’wah).
                                 b.          Pesan dakwah ini antara lain berupa fahsya, munkar, khamar (minuman terlarang) maisir (judi,anshab) (berkorban untuk berhala,azlam), (mengundi nasib dengan panah dan sejenisnya), adawah (permusuhan),baghdha (kebencian), shadu’anzikirillah (menghalangi mengingat Allah),dan shadu’anshalah (menghalangi shalat).
                                  c.          Metode dakwah ini melalui penggunaan nafs selain nafs mutmainnah dalam bentuk yuwaswisu fi shudurinnas al-Nas (membisikan kejahatan di dalam nafs).
                                 d.          Media dakwah ini melalui penggunaan energi yang di miliki jin kafir.
                                  e.          Mad’u dakwah ini adalah muslim yang taat menjalankan islam dengan tujuan zhulumat dan nar(kegelapan kehidupan dan kecelakaan).
                                  f.          Mad’u merespon dakwah ini ada yang merespon positif (menerima) dan ada yang menolak, bagi yang menerima ia akanmenjadi ka al-An’ambal hum adhalun (bagaikan binatang bahkan lebih sesat dan jahat), dan bagi yang menolak ia sebagai muslim yang lulus ujian.

C.  Hubungan antara hakikat struktur dan fungsi dakwah sebagai sitem
Dengan pemaparan uraian sebelumnya dapat kita tarik benang merah antara hakikat struktur dan fungsi dakwah tersebut, yaitu :
1.     Hubungan sangat jelas tidak dapat dipisahkan, karena fungsi dakwah tadi akan sulit terlaksana jika tanpa memahami dan mengetahui struktur dakwah.
2.     Mempermudah melakukan dakwah
3.     Struktur dakwah akan mudah di klasifikasikan ketika mengetahui apa itu hakikat fungsi dakwah
4.     Hubungan dari struktur dan fungsi dakwah ini akan melahirkan sebuah sistem yang sangat kuat
















BAB X
AL-QURAN SEBAGAI SUMBER INSPIRASI FILSAFAT DAKWAH

A.  Pengertian Al-Qur’an
       Menurut bahasa para ulama telah berbeda pendapat didalam menjelaskan Al-Qur’an dari sisi :deripasi (isytiqaq) cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak)  dan apakah ia merupakan kat sifat atau kata jadian. kata “Al-qur’an”merupakan kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca), Al-Qur’an merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “al-qara” yang artinya menghimpun, kata Al-Qur’an diambil dari kata kerja “qarana” yang artinya menyertakan, dan kata Al-Qur’an diambil dari kata dasar “qara’in”yang artinya penguat.[14]
       Sedangkan menurut istilah Abu Syahbah mendefinisikan Al-Qur’an sebagai kitab Allah yang diturunkan baik lapazh maupun maknanya kepada Nabi terakhir, Muhammad  SAW, yang diriwayatkan secara mutawatir, yakni dengan penuh kepastian dan keyakinan (akan kesesuaiannya dengan apa yang diturunka kepada Muhammad), yang ditulis pada mushaf  dari awal surat al-fatihah sampai akhir surat An-nas.[15]
       Syukriadi Sambas (1999) mendefisnisikan Al-Qur’an adalah kitab dakwah, yang jyga merupakan pesan dakwah Allah, sebab Allah mengenalkan kemaujudannya melalui dakwah. Al-Qur’an menjelaskan secara eksplisit adanya aktifitas dakwah sebagai bagian dari yang diperintahkan (An-Nahl: 125, Yunus: 25), yang diantara metodenya adalah hikmah.
       Menurut Manna’ al-Qaththan, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad SAW dan membacanya adalah ibadah. Term kalam sebenarnya meliputi seluruh perkataan, namun karana istilah itu disandarkan (diidhafatkan) kepada Allah (kalamullah), maka tidak termasuk dalam istilah Al-Qur’an perkataan yang berasal dari selain Allah, seperti perkataan, manusia, jin dan malaikat.
Al-Jarqani mendefinisikan Al-Qur’an itu adalah lafal yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dari permulaan surat Al-Fatihah sampai akhir surat An-nas.
       Sedangkan Abdul Wahhab khallaf  mendefinisikan Al-Qur’am adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah melalui al-Ruhl Amin (jibrir as) dengan lafal-lafal yang berbahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rasulillah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi saran pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Al-Qur’an itu dalam mushaf, dimulai dengan surata Al-Ftihah dan diakhiri dengan surat An-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari generasi ke generasi secara tulisan maupun lisan. Ia terpelihara dari perubahan dan pergantian. 
       Dari definisi-definisi tersebut terdapat sifat-sifat yang membedakan Al-Qur’an dari kitab-kitab lainnya, antara lain:
1.   Isi Al-Qur’an
       Dari isi, Al-Qur’an adalah kalam Allah atau firman Allah. Dengan sifat ini, ucapan Rasulullah, malaikat, jin,  dan sebagainya tidak dapat disebut Al-Qur’an. Kalamullah memiliki keistimewaan-keistimewaan yang tak mungkin dapat ditandingi oleh perkataan lainnya.
2.   Cara Turunnya
       Dari segi turunnya, Al-Qur’an disampaikan melalui malaikat Jibril yang terpercaya (al-Ruh al-Amin). Dengan demikian jika ada wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, tanpa perantara malaikat jibril tidaklah termasuk Al-Qur’an.
3.   Pembawanya
       Dari segi pembawanya, Al-Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW bin Abdullah, seorang Rasul yang dikenal bergelar al-Amin (terpercaya). Ini berarti wahyu Tuhan yang disampaiakn kepada nabi lainnya tidak dapat disebut Al-Qur’an.
4.   Fungsi Al-Qur’an
       Dalam Definisi Al-Qur’an tersebut diatas disebutkan bahwa fungsi Al-Qur’an antara lain sebagai  dalil atau petunjuk atas kerasulan Muhammad SAW, pedoman hidup bagi umat manusia, menjadi ibadah bagi yang membacanya, serta pedoman dan sumber petunjuk dalam kehidupan. 

5.   Susunannya.
       Al-Qur’an terhimpun dalam satu mushaf yang terdiri dari ayat-ayat dan surat-surat. Ayat-ayat Al-Qur’an disusun dengan petunjuk Nabi SAW. Karena itu, susunan ayat ini bersifat tauqifi. Sedangakan urutan surat yang dimulai Al-fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas. Disusun aatas ijtihad, usaha dan kerja keras para sahabat.
6.   Penyampaian
       Al-Qur’an disampaikan kepada kita dengan cara mutawatir, dalam arti, disampaiakan sejumlah orang dan semuanay sepakat bahwa ia benar-benar wahyu Allah SWT, terpelihara dari atau pergantian.  

B.  Al-Qur’an Sumber Inspirasi Filsafat Dakwah
       Al-Qur’an menjelaskan salah satu identitas kedirian sebagai kitab hikmah dan Al-Qur’anulhakim yaitu buku yang berarti kearifan, ilmu, dan kebijaksanaan yang “sepadan” dengan arti filsafat, yaitu cinta ilmudan cinta kebijaksanaan Allah SWT, yang menurunkan buku hikmah mengenalkan salah satu identitas dirinya dengan sebutan yaitu Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. seperti dalam Q.S. Al-Luqman ayat 2 dan 9.
       Dengan kesadaran ini Al-Qur’an harus dipandang sebagai panutan dalam berbagai aspek kehidupan, tidak hanya mencakup ajaran dogmatis tetapi juga ilmu pengetahuan.( Prof. Dr. Umar Shihab, MA. 2005: 151) Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana menyatakan   z... spyJõ3Ïtø:$#`»yJø)ä9$oY÷s?#uäôs)s9ur “dan sesungguhnya telah kami berikan hikmah kepada Lukman” (Lukman:12) dan bagi nabi Muhammad SAW Allah menyatakan dalam surar An-nisaa ayat 113 | ...spyJõ3Ïtø:$#ur =»tGÅ3ø9$#øn=tã ª!$# šAtRr&ur... “Allah telah menurunkan kitab dan hikmah kepadamu” (An-nisa: 113). Sedangkan Nabi Muhammad SAW dinyatakan pula oleh Allah “dan ia mengajarkan kitab dan hikmah kepada kamu sekalian”
       Berdasarkan uraian di atas, maka keberadaan filsafat dakwah telah diisyaratkan dalam Al-Qur’an. Dengan demikian filsafat dakwah adalah filsafat Al-Qur’an an filsafat Al-Qur’an adalah filsafat dakwah, dan dapat pula disebut filsafat Nubuwah. Oleh karena itu, segala persoalan filsafat tidak dapat dirumuskan tanpa bersumber pada Al-Qur’an.
       Derivasi kata hikmah disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 190 kali dengan 25 bentuk kata. dari 190 itu kata hakim (Maha Bijaksana) disebutkan 81 kali, dan kata hikmah sebanyak 20 kali. Penelusuran kandungan makna hikmah dalam berbagai konteks sebagaimana di tunjukan oleh Al-qur’an menjadi medan kajian filsafat dakwah yang akan melahirkan modelnya yang khas dan mandiri.
       Didalam Al-Qur’an juga terdapat prinsip dasar dan metode berfikir filsafat dakwah. prinsip dasar metode berfikir yang diturunkan dari Al-Qur’an yaitu:
                                 1.          Berpegang teguh pada etika Ulul Albab.
                                 2.          Memikirkan, memahami, meghayati, dan mengambil pelajaran dari ayat-ayat Allah sebagai objek fikir baik ayat kauniyah maupun ayat-ayat Qur’aniyah melalui petunjuk  dan isyarat aya-ayat Al-Quran tentang aql yang terdiri dari 49 kali penyebutan dalam lima bentuk yang kesemuanya diungkapkan dalam bentuk kata kerja (fi’il).
                                 3.          Mengacu kepada 49 term aql yang dimuat dalam Al-Qur’an maka di temukan pentingnya prinsip-prinsip berfikir, yaitu:
a.      salah satu ciri yang membedakan antara manusia dari hewan terletak pada potensi nalar (nathiq) dalam menentukan objek fikir.
b.     Al-Qur’an menegaskan  bahwa berfikir termasuk kegiatan bersyukur terhadap nikmat Allah, sedangkan mensyukuri nikmat Allah termasuk ketaatan yang bernilai ibadah. Jadi berfikir hakekatnya ibadah.
c.      Al-Qur’an mengacam orang-orang yang taklid dan orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi indrawinya baik lahir maupun batin dalam mengkaji, meneliti, dan mendayagunakan anugrah alam semesta bagi pemanfaatan dan kemaslahatan alam dan segala isinya.
d.     Rasulullah, penerima Al-Qur’an yang pertama,  dalam sabdanya sering menerangkan kemulyaan orang-orang yang berilmu.
e.      Dengan demikian, peranan ilmuan ditengah-tengah kehidupan umat adalah laksana matahari, bulan dan bintang yang menerangi dan menghiasa alam semesta.
f.       Dari uraian tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa berfikir itu sangat penting.
                                 4.          langkah-langkah berfikir filosofis berdasarkan Al-Qur’an dapat dirumuskan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.      kerena kedudukan dan peranan berfikir begitu penting, Al-Qur’an tidak saja memerintahkan manusia menggunakan akalnya tetapi juga memberikan pedoman, langkah-langkah metodologis, serta teknis penggunaan akal dengan metode yang lurus dan meluruskan ke arah pencapaian kebenaran yang sebenarnya (haq)
b.     Agar akal terhindar dari kesalahan dan kekeliruan dalam berfikir Al-Qur’an pun meletakan  kaidah-kaidah metodologis dalam menggunakan akal.
c.      Mengenai al haq (kebenaran hakiki) yang wajib dipertahankan dan diperjuangkan dalam kegiatan berfikir filosofis Al-Qur’an banyak meyebutkannya. bahkan penyebutan kata al-haq tidak kurang dari 227 kali.
d.     manusia musti menyadari keterbatasan kemampuan akal dalam memikirkan objek fikir sehingga, tak jarang terjadi kesalahan-kesalahan dalam melakukan  kegiatan berfikir.
e.      Mazhab berfikir yang sudah ada dan lazim digunakan dapat di iqtibas (adopsi) secara terpadu, tidak parsia dalam berfikir filosofis.
f.       Menggunakan metode filsafat Islam yang sudah dikembangkan oleh para filosof muslim, sebab filsafat dakwah merupakan bagian dari filsafat Islam.

C.  kontruksi filsafat dakwah berdasarkan Al-Qur’an 
                                 1.          Hakekat filsafat (al-hikmah), para mufasir menjelaskan term hikmah (filsafat) dalam Al-Qur’an khususnya dalam surat Lukman yaitu sebagai berikut:
a.     Ilmu tentang hakekat segala sesuatu.
b.     mengetahui keutamaan segala perkara berdasarkan keutamaan ilmu.
c.      mengendalikan jiwa dan otak ketika marah.
d.     proposisi-proposisi hasil pengujian dan eksperimen yang sesuai dengan realitas kebenaran.
e.      pernyataan singkat yang padat makna.
f.      mengetahui terjadi penyebab terjadinya segala sesuatu.
g.      Ilmu pengetahuan Agama Allah yang mendalam dan di aplikasikan dalam perbuatan.
h.     Pemikiran dan perilaku yang proporsioal.
i.       sekumpulan keutamaan, pengetahuan, dan kekuasaan yang membuat pemilik dapat menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
                                 2.          Dakwah sebagai proses ajakan, seruan, panggilan, dan aktifitas merealisasikan sesuatu ke dalam kehidupan manusia.
                                 3.          Mengacu kepada poin 1 dan 2 diatas, maka filsafat dakwah dapat dirumuskan dengan sejumlah rumusan sesuai dengan macam-macam hakekat hikmah.
                                 4.          Terdapat empat macam wujud yang digunakan dalam surat Lukman, yaitu Allah, manusia, pesan dakwah, dan alam selain manusia.
                                 5.          Surat Lukman juga mengajarkan aspek psikologis dalam memahami, mengkaji, meneliti, mengkonstruksikan pengetahuan dakwah islam, sumber perolehan pengetahuan.
                                 6.          Surat lukman mengisyaratkan badanya ghayath (aspek-aspek aksiologis) dari kegiatan filosofis.
                                 7.          Filosof Lukman dan mutiara filsafatnya jadi model filsafat dakwah.
                                 8.          Terdapat beberpa prisnsip dakwah Lukman, yaitu:
a.     Irsyad (bimbingan)
b.     Irsyad yang dilakukan dalam konteks fardiyah, fiah, keluarga dan kemunitas tertentu.
c.      metode hikamh.
d.     media yang digunakan adalah lisan, tulisan, dan perbuatan.

PENUTUP
Demikianlah Filsafat Dakwah. Mudah-mudahan kita dapat dengan santai mamulai kegiatan berfilsafat, bukan untuk apa-apa, namun untuk menyadari kebebalan kita, atau mengenali diri kita, itu saja.



























f
ilsafat adalah seni bertanya, “mengapa ini begini” dan “kenapa itu begitu”. Pertanyaan dengan demikian adalah  spirit dan inti dari filsafat. Tapi, tidak juga dapat dianggap secara sederhana jika filsafat hanya diletakkan sebagai rentetap pertanyaan-pertanyaan tanpa solusi dan penyelesaian.

Dalam buku  filsafat dakwah ini, penulis memaparkan pengertian filsafat dakwah hingga unsur-unsur pokok yang harus terpenuhi dalam dakwah. Sehingga pembaca dapat mengerti kerangka dan isi dakwah secara filosofis.

Filsafat mengajarkan banyak hal. Paling tidak, ia mengajarkan ketelitian dalam berfikir dan disiplin dalam menjalankan kehidupan.



[1]  Pengmbangan masarakt islam 2001. Hal 5
[2] Agus Ahmad Safei .Manajemen masyarakat islam (bandung.gerbang masyarakat baru. 2001) hal.  5
[3] ibid Hal 6

[4] Soerjono soekanto.sosiologi suatu pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2009. Hlm 210

[5] Faizah dkk. Psikologi Dakwah. Jakarta.kencana.2009.hlm 75.
[6] Soerjono soekanto.sosiologi suatu pengantar, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada 2009. Hlm 212

[7] Syukriadi Sambas. Filsafat Dakwah. Bandung, KP Hadid.1999.hlm 51.

[9] Kamus ilmiah popular hal 211
[10] Ibid hal 190
[11] Kesimpulan dari definisi tentang dakwah dari beberapa reperensi

[12] Ibid hal 727
[13] Metode dan strategi da’wah islam hal 22

[14]  DR. Rosihon Anwar, M.Ag, Ulumul Al-Qur’an, Bandung, 2008, hlm.31-32
[15]  Ibid hlm.33

Tidak ada komentar:

Posting Komentar